✘ Eight

1.5K 175 5
                                    

"Aku akan kerumahmu malam ini" Ujar Niall di sela-sela kunyahan makannya.

Aku menengadahkan kepalaku dan menatap Niall yang sibuk mengunyah "Untuk apa?"

"Aku akan meminta restu pada Mamamu, ingat?" tanya Niall menatap padaku dan menunggu jawabanku.

"Umm ya aku ingat, mengapa terburu-buru?"

"Aku sudah melamarmu, ingat?" lagi, Niall berkata seperti itu lagi.

"Aku sangat mengingatnya Ni, tepat seminggu yang lalu. Namun apakah Mamaku akan mengizinkanku menikah cepat? Umm maksudku, kau dan aku masih perlu menyelesaikan kuliah terlebih dahulu" sejujurnya aku memang ingin cepat-cepat mengikat janji suci satu sama lain dengan Niall agar tidak ada yang bisa menghalangi hubungan kami, namun aku mengingat Mama yang terus menyuruhku untuk selesaikan kuliah lalu kerja dan setelah itu baru menikah.

"Aku akan berbicara pada Mamamu dan akan meyakinkannya, jika dia bertanya apakah aku mampu menghidupimu atau tidak, aku akan berkata bahwa aku mampu. Jika perlu aku akan mencari kerja part-time untuk sementara sampai aku lulus, setelah lulus akan langsung meminta Papa untuk segera merekrutku sebagai pegawainya"

Masa depan Niall memang sudah terlihat cerah, Niall begitu pintar dan rajin. Belum lagi Niall adalah pewaris tunggal atas semua harta kekayaan Papanya yang sepertinya tidak akan habis untuk tujuh turunan. Papa Niall pun sudah membicarakan tentang masa depan Niall jauh-jauh hari, jika Niall sudah lulus kuliah dia akan langsung diberi pelatihan khusus agar bisa mengelola perusahaan Papanya yang bisa dibilang ada lebih dari satu. Dan setelah Niall dirasa sudah cukup mampu menangani semuanya, Papa Niall akan langsung memberikan satu perusahaannya pada Niall.

Tapi tetap yang membuatku mencintai Niall bukanlah dari hartanya, namun aku mencintai Niall karena Niall. Ya hanya karena Niall, mengapa? Karena aku tidak bisa menjabarkan sebesar apa rasa cintaku pada Niall.

Aku tersenyum, Niall meraih tanganku yang tergeletak di atas meja dan menggenggamnya erat "Berdoa lah agar aku berhasil meminta restu dari Mamamu"

Aku mengangguk pelan "Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu dan untuk kita"

***

Pintu kamarku terbuka dan aku meloncat kaget karena sedang fokus pada ponselku, aku menoleh kearah pintu dan menemukan Mama berjalan masuk kedalam kamarku.

"Sedang apa anak Mama?" tanya Mama seraya menghampiriku di kasur.

"Berkirim pesan" jawabku menatap Mama dengan wajah berseri-seri.

Mama duduk di tepi kasur lalu mengelus-ngelus rambutku "Tumben sekali kau sudah berada di rumah"

Aku meletakkan ponselku lalu memeluk Mama dari samping "Tumben juga Mama sudah pulang"

"Mama izin pulang karena Mama akan pergi ke rumah sakit"

Sontak saja aku melepaskan pelukanku dari Mama dan menatapnya kaget "Mama sakit? Kenapa tidak mengatakannya padaku? Mama sakit apa?" serangan pertanyaan keluar begitu saja dari mulutku. Karena sebelumnya aku belum pernah mendengar Mama mengeluh sakit.

Mama malah terkekeh pelan "Tenang Julie, tenang. Mama tidak sakit, Mama hanya akan melakukan check-up"

Aku bernafas lega mendengar jawaban Mama, aku kira Mama sakit serius.

"Biar aku antar" ucapku bersemangat.

Mama mengangguk dan tersenyum lebar "Cepat ganti baju, Mama tunggu di bawah"

Sepeninggalan Mama, aku langsung berganti pakaian. Setelah selesai aku turun ke bawah dan menemukan Mama yang sudah menungguku di ruang tamu.

Hampir dua puluh menit perjalanan menggunakan taksi, aku dan Mama akhirnya sampai di sebuah rumah sakit. Sudah lama aku tidak berpergian bersama Mama karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Mama bekerja untukku, untuk menghidupi kehidupan kita, karena jika Mama tidak bekerja, darimana lagi aku dan Mama akan mendapatkan biaya?

"Ma, ada yang ingin aku bicarakan sebenarnya" ucapku yang tiba-tiba teringat dengan Niall.

"Baiklah, setelah periksa kita makan di luar, setuju?"

Aku pun mengangguk cepat.

Aku dan Mama terus berjalan melewati ruang-ruang, koridor dan orang yang berlalu-lalang. Dan akhirnya Mama berhenti di depan ruangan seorang dokter kandungan. Aku mengerutkan keningku, untuk apa Mama datang kemari? Apakah Mama memiliki masalah dengan bagian sensitivenya?

Beribu pertanyaan aku simpan di dalam otakku, karena ini bukan waktu yang pas untuk bertanya. Aku mengikuti Mama yang masuk duluan kedalam ruangan tersebut. Aku duduk pada kursi yang terletak di hadapan sebuah meja besar, sedangkan Mama dibawa oleh seorang dokter Wanita ke balik sebuah tirai putih.

Aku bisa mendengar obrolan sang dokter dengan Mama, namun aku tidak dapat menangkap dengan jelas apa yang sedang mereka obrolkan.

Beberapa menit kemudian Mama selesai di periksa, dia kembali duduk di kursi kosong di sampingku, sedangkan sang dokter duduk di balik kursi di sebrangku yang di batasi oleh sebuah meja besar.

"Jadi bagaimana dok?" tanya Mama antusias.

Dokter dengan name tag Ariana itu tersenyum "Berdasarkan informasi dari anda megenai telat datang bulan dan dengan informasi testpack yang anda coba, dan saya menyimpulkan bahwa anda sedang mengandung tiga bulan, selamat"

APA? TIGA BULAN? MENGANDUNG? HAMIL?

Sontak aku menoleh cepat pada Mama, dan reaksi Mama hanya tersenyum tulus dari bibirnya "Kau akan segera memiliki adik Julie"





DilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang