Mobil Ben melesat dan menghilang di belokan, Mama terlihat sangat senang karena bibirnya tak lepas dari senyuman. Tadi Ben dan Mama sudah sepakat bahwa pesta pernikahan mereka akan di gelar satu minggu lagi, mengingat Mama yang sudah hamil dan perutnya sudah sedikit terlihat membesar. Ben tidak mau menunggu karena takut perut Mama semakin membesar, jadilah dia membuat keputusan seperti itu.
"Lalu sekarang dimana Irish blondemu?" tanya Mama membuyarkan lamunanku.
"Tadi dia mengirimku pesan dan dia berkata sebentar lagi" jawabku.
"Ya sudah ayo masuk, siapkan minuman dan makanan untuknya"
Mama merangkulku dan membawaku kedalam rumah, sampai dirumah aku tidak berganti pakaian karena aku malas karena begini pun sudah terlihat rapih. Mama menyiapkan banyak hal di dapur dan di bantu olehku, kue-kue dan minuman seadanya disiapkan.
Sambil menunggu Niall, aku menyalakan televisi dan mencari acara yang menarik untuk di tonton. Setelah aku pindah berpuluh-puluh kali, aku tidak menemukan satupun chanel yang bisa di tonton, semuanya membosankan.
Aku melirik ponselku, sudah dua puluh menit dan Niall belum juga sampai. Aku mencoba untuk mengirimkan pesan padanya, dan berharap dia akan memberiku kabar. Niall membuatku sedikit khawatir.
"Bagaimana? Apakah dia sudah memberi kabar?" tanya Mama yang sedang menuruni tangga.
Aku menggeleng pelan "Aku mengiriminya pesan dan dia belum membalasnya"
"Bersabarlah, mungkin dia sedang membelikanmu sebuket bungat atau hadiah" ujar Mama membuatku tersenyum malu.
Ya aku harap seperti itu.
Aku kembali memainkan remot televisi, mengganti-ganti chanelnya sampai jempolku terasa sakit. Sudah setengah jam dan Niall belum juga sampai, padahal perjalanan dari apartemennya tidak terlalu jauh jika kerumahku.
Kali ini aku berniat untuk meneleponnya, karena aku takut terjadi sesuatu padanya. Saat aku meraih ponselku di atas meja, ternyata Niall sudah meneleponku terlebih dahulu. Dengan cepat aku menggeser layar ponsel dan mendekatkan ponselku ke telinga.
"Dimana kau?" tanyaku langsung.
"Aku tidak jadi kerumahmu" aku sedikit tercengang mendengar suaranya yang begitu tegas dan keras, ada apa dengannya?
"Ada apa denganmu?"
"Sudah kubilang aku tidak jadi kerumahmu!" suara Niall sedikit membentak.
"Ada yang salah denganmu, ada apa denganmu?"
"Aku tidak peduli! Aku tidak jadi kerumahmu dan aku membatalkan semuanya"
Detak jantungku langsung berubah, berpacu dengan cepat "Apa maksudmu Ni? Membatalkan—membatalkan apa?"
"Aku tidak jadi melamarmu dan kita selesai dan jangan berharap jika aku akan melamarmu lagi"
Emosiku langsung mendidih dan mataku langsung memancarkan airnya "ADA APA DENGANMU?" sentakku.
"Bukankah aku sudah berbicara cukup jelas?"
"Aku tidak mengerti Niall!"
"Maafkan aku, aku membatalkan semuanya, aku tidak jadi melamarmu dan kita selesai. Dan anggap kita tidak pernah saling mengenal satu sama lain, kita selesai sekarang dan selamanya"
Kini air mataku semakin deras meluncur membasahi pipiku, bibirku kelu tak mampu mengeluarkan kata-kata sedikitpun.
"Kita selesai Julie! Jangan pernah menaruh harapan bodoh padaku lagi. Dan cobalah untuk membenciku"
Klik.
Sambungan terputus begitu saja, dadaku menjadi sesak dan sulit untuk bernafas. Aku menatap kosong kedepan dan berharap bahwa semua ini adalah mimpi—ya hanya mimpi. Namun ketika aku merasakan panasnya air mata yang mengalir dipipiku seketika aku tersadar bahwa ini bukanlah mimpi.
Tangisanku tak dapat aku bendung lagi, suara histerisku mulai terdengar. Aku melempar ponselku dan terdengar suara pecahan kaca setelahnya. Ponselku terlempar mengenai televisi dan langsung membuat layar televisi tersebut menjadi pecah.
Aku meraih barang apapun yang ada di dekatku dan melemparkannya kesembarang arah. Dadaku sakit, sangat sakit. Apa yang Niall lakukan? Tega sekali dia membuatku seperti ini.
"JULIA ADA APA?" teriak Mama histeris, berusaha menahanku namun aku tidak dapat mengendalikan emosiku. Aku melemparkan vas bunga, remot televisi, bantal di sofa, taplak meja, akupun menginjak meja kaca di hadapanku dan langsung pecah menjadi serpihan-serpihan kecil.
"YA TUHAN JULIA ADA APA?" teriak Mama yang kali ini langsung menarikku kedalam pelukannya seraya mengelus-ngelusku dan berusaha menenangkanku.
Aku tidak tahan lagi, ini begitu menyakitkan. Niall adalah mimpi yang baru saja aku raih dan belum sempat aku dapatkan seutuhnya, tapi apa? Dengan satu pihak dia baru saja mengatakan perkataan yang tidak pernah aku ingin dengar keluar dari mulutnya.
Aku menangis histeris di pelukan Mama, aku tidak dapat menjelaskan apapun pada Mama karena aku benar-benar merasa terpukul dengan kejadian barusan. Hanya satu menit, namun Niall sudah menorehkan goresan yang cukup mendalam disana. Ada apa dengan Niall? Mengapa dia melakukan hal tersebut? Ini benar-benar menyakitkan. Apakah harus berakhir buruk seperti ini? Apakah semua ini harus berakhir tanpa sempat memulainya?