Chapter 3

316 226 128
                                    

"Allah tahu cara menyembuhkan luka! Oleh karena itu Dia biarkan kita merasakan perihnya!"
⭐⭐⭐

"Yaa Allah.. Ampunilah dosaku karena terlalu berharap padanya dan menduakan cinta-Mu. Dan hapuskanlah namanya dihati ini hingga tak berbekas. Jika aku memang di wajibkan untuk melengkapi ibadahku pada-Mu dan memenuhi sunnah Rasulku pada kekasih-Mu, maka hadirkanlah seseorang terbaik dari yang baik, yang mampu menjadi imam ku saat beribadah pada-Mu. Agar aku sepenuhnya bisa di akui sebagai hamba-Mu dan juga di akui umatnya oleh Nabi terakhir utusan-Mu. Serta bisa meraih yang namanya Sakinah, Mawaddah, Warrahmah dalam pernikahanku kelak hingga ke Jannah-Mu. Aku tidak berharap yang cepat, hanya saja aku ingin kali ini Engkau tambatkan hatiku pada orang yang tepat. Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin.." Ucapku bersungguh-sungguh dalam do'aku sebelum akhirnya aku mengusap wajahku.

Cling..!

Aku meraih sebuah benda pipih yang terletak di atas tempat tidurku. Dan melihat pemberitahun WhatsApp dari pria yang baru saja ku pinta pada Allah agar namanya segera di hapuskan dari hatiku.

Zeyndra Adhikatama

Itulah nama kontaknya yang tertulis di notifikasi ponselku.

Zeyndra Adhikatama

"Assalamu'alaikum.. Ai! Teman sekamarmu udah bangun blum? Bilang padanya jangan lupa sebut namaku juga selepas sholatnya! Okey!!"

Itulah kalimat yang tertera di layar chatting ku dan dia baru-baru ini. Seketika tanganku melemah dan menjatuhkan benda itu kembali ke atas sofa tempat tidur. Napasku terasa berat untuk di hembuskan. Aku menatap wajah wanita yang tengah terlelap dengan pulasnya di separuh bagian tempat tidurku. Kali ini aku tak berani membangunkannya. Apa lagi sampai membuatnya melihat beberapa buliran air jatuh dari mataku.

Aku sedih, hatiku sakit. Namun aku berusaha untuk bisa menahannya agar tak terlalu sakit. Astaghfirullah, hanya kalimat itu yang bisa ku ucap berulang-ulang kali saat tidak ada satupun yang bisa mengerti aku. Lebih tepatnya bukan mereka yang tak mengerti, hanya saja aku yang tak mampu menceritakannya. Termasuk pada Bunda dan juga sahabatku, Debby.

Alasannya adalah, jika aku menceritakannya pada Bunda, sudah jelas aku akan di suruh mengalah pada Syifa. Dan disisi lain Debby. Jika aku menceritakan padanya juga, aku takut jika suatu saat dia akan memberitahunya pada Zeyn. Dan ujung-ujungnya aku juga yang akan kecewa. Jadi lebih baik masalah ini aku pendam sendiri.

Karena sebaik-baiknya tempat berbagi keluh kesah hanyalah pada Allah. Dialah yang Maha Tahu segalanya, bahkan sebelum kita memberitahunya lebih dulu. Dan bertawakkal lah, semoga Allah ganti dengan yang lebih indah.

Dear, Imam KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang