Chapter 19

91 33 10
                                    

"Seharusnya seseorang mencoba untuk mengerti. Bahwa seperti apapun menutup luka yang terlihat, akan tetap terasa perih jika terkena air."
⭐⭐⭐


Hari ini sang fajar terbit jauh lebih terang dibandingkan biasanya. Membuat seluruh penghuni bumi makin bersemangat untuk memulai aktivitas rutinnya setiap hari. Jarum jam terus berputar dan membunyikan suara khasnya meminta untuk dilirik. Karena merasa hanya akan melalaikan, dengan langkah yang sedikit lebih tergesa-gesa, aku menuruni anak tangga dengan sesekali menoleh pada benda yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.

"Syah, jalannya pelan-pelan dong! Entar jatuh lagi," Seru Bunda cemas saat menyiapkan sarapan pagi.

Aku menoleh pada Bunda seraya tersenyum dan berkata, "Iya, Bund.."

Setelah memperhatikan kembali dengan baik arlojiku, sekarang waktunya masih cukup pagi dan aku pun tidak terlambat. Tapi beberapa orang disini tidak hadir di meja makan. Kalau kakak dan kakak ipar aku sudah tahu mereka langsung berangkat ke luar negeri untuk liburan sekaligus honeymoon. Tetapi Syifa tidak. Di saat aku kembali dari kamar Aqilla dan masuk ke kamarku, dia sudah tidak ada.

Baju handuknya pun sudah terasa basah dan tas yang biasa dia pakai juga sudah tidak ada di gantungannya. Itu artinya dia sudah berangkat kuliah. "Aisyah, kamu lagi mikirin apaan sih? Nasi goreng buatan kakak gak enak ya?" Tanya kak Shinta padaku.

"Gak kok, Kak. Malahan enak banget." Jawabku kemudian melanjutkan suapanku.

"Iya, Ma. Enaaaakkk...banget!" Kata Aqilla antusias memuji masakan ibunya.

"Kalo memang benar, lalu apa yang membuat aunty kamu seperti orang kebingungan sayang?" Tanya kak Shinta pada Aqilla.

"Semalam kan Aisyah tertidur di kamarnya. Mungkin saja kepalanya tidak sengaja di tendang oleh kaki Aqilla," Kata Kak Zakky sambil memotong roti berselai kan coklat itu.

"Gak kok, Pa! Aqilla tidurnya gak jail kok!" Jawab gadis kecil itu membela diri. Namun tetap saja kak Shinta membantahnya.

"Kamu sedang tidur sayang.. Jadi bagaimana mungkin kamu menyadarinya,"

"Tapi Ma_____," Aqilla hendak kembali melakukan pembelaan dirinya. Tapi Bunda segera menengahi perdebatan yang baru saja akan di mulai antara ibu dan anak itu. Sementara aku yang menyaksikannya hanya tertawa geli dan menggeleng kepala.

"Sudah sudah sudah! Ini bukan salah Aqilla. Kalian ini suka sekali berdebat," Cegah Bunda yang membuatku menghentikan aktivitas tawaku.

"Aisyah, Bunda tahu kalau kamu kebingungan karena kembaran kamu, Assyifa tidak ada disini kan?"

Astaghfirullah, aku terkejut! Karena Bunda mengetahui apa yang sedang aku pikirkan. Tanpa bisa mengelak lagi, "Eh, iya Bund. Ngomong-ngomong Syifa dimana ya, ini kan masih pagi. Tapi di kamar semua perlengkapan kuliahnya sudah tidak ada," Jawabku kemudian kembali menyendok nasi goreng ke dalam mulutku.

"Ya jelas dong, Syah.. Kan udah dibawa sama Syifa ke kampus," Jawab Bunda. Aku melotot seakan-akan memberi sebuah pertanyaan lagi pada Bunda. Namun kali ini kak Shinta yang memberi jawabannya sehingga membuatku tersedak akibat nasi goreng yang belum habis ku telan dengan sempurna.

"Iya, Syah.. Assyifa tadi pergi kuliahnya barengan sama Zeyn dan juga adiknya, Kayra. Katanya sih mereka mau sarapan diluar. Dan kayaknya_______," Perkataan kak Shinta terhenti saat aku terbatuk-batuk dan segera meraih gelas untuk meminum air putih.

"Aisyah.. Kan Bunda sering bilang, kalau makan itu gak boleh terburu-buru. Jadi gitu kan akibatnya," Tegur Bunda. Aku merasa ada air yang menggenangi mataku. Entah ini di akibatkan oleh sedakkan tadi atau memang di akibatkan oleh perkataan kak Shinta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear, Imam KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang