"Seperti berkaca di cermin yang pecah. Hasilnya tidak akan sempurna. Karena ada beberapa bagian yang tidak akan bisa menyatu lagi dengan utuh, namun bisa menciptakan luka yang pedih."
⭐⭐⭐Hampir separuh waktu di hari ini telah berlalu. Teman-temanku dan beberapa tamu yang lainnya sudah ada yang hendak pulang bergantian dengan wajah baru tamu yang datang. Aku melirik pada sebuah sosok yang saat ini juga terlihat tengah gelisah di ujung sana.
Beberapa kali dia mengotak-atik ponselnya, lalu mendekatkannya ke telinga. Hal itu dia lakukan berulang kali hingga membuat wajahnya tampak murung dan kesal. Dengan fokus memperhatikannya yang cukup jauh berdiri dari meja makan ku, aku tak sadar kalau sepasang mata kini juga tengah mengikuti arah pandangku.
"Aisyah! Itu bukannya Ellya ya?" Tanya Melly yang berhasil menghentikan aktivitas santap teman-temanku yang lain dan ikut melihat ke arah yang ditunjuk oleh wanita berambut pirang itu.
Sontak aku pun terkejut dengan pertanyaan singkat namun butuh jawaban yang jelas itu. "Ellya si cewek sombong dari kelas FEB-3 itu bukan sih?" Tanya Shovi.
"Tapi gitu-gitu dia cantik kali," Sela Dio memuji Ellya, sehingga membuat yang lain mengejeknya.
"Yaelah. Dio, apa sih yang gak cantik menurut loe?" Tukas Bobby.
Dari awal mereka datang aku selalu berusaha untuk mengalihkan perhatian mereka dari beberapa objek yang akan menjadi tanda tanya besar bagi mereka semua. Tapi justru sekarang malah aku sendiri yang memancing perhatian mereka. "Iya, itu Ellya." Jawabku singkat beserta senyum tipisku.
"Apa kamu yakin, Syah?" Tanya Sari yang hanya bisa ku anggukki dengan pelan.
"Tapi Syah, kok pakaian yang di kenakan oleh Ellya itu terlihat sama dengan pakaianmu sih?" Tanya Shellin yang telah menyadarinya.
"Bukannya ini pakaian seragam yang hanya dikenakan oleh keluarga saja ya, Syah?" Tambah Shovi mulai heran.
"Kamu ngomong apaan sih, Vi? Mana mungkin Aisyah yang lembut dan baik hati satu keluarga sama wanita sombong dan judes kayak Ellya itu. Gak mungkin kan," Kata Bobby tidak percaya sambil meminum jus di tangannya.
"Nah, aku setuju tuh!" Tambah Dio sambil melahap beberapa tusuk daging sate ke mulutnya. Terlihat jelas ada kebingungan di wajah mereka. Aku mengerti dengan apa yang mereka pikirkan. Rasa antara percaya dan tidak percaya pasti menjadi alasan tanda tanya di pikiran mereka saat ini.
Kecuali hanya satu orang, yaitu Debby. Selama ini hanya dia yang tahu segalanya tentang lika-liku konflik di keluargaku. Dia menyenggol lengan kiriku dengan sikunya. Aku pun menoleh saat dia hendak mendekat dan mengatakan sesuatu padaku, "Syah, mungkin sekarang sudah saatnya," Katanya pelan.
Aku jadi teringat dengan nasehat Bunda tadi pagi. Bahwa sekeras apapun aku berusaha untuk menutupi segalanya, tetap saja tidak ada yang bisa mengubah kenyataan kalau Ellya itu adalah saudara tiriku. Aku bisa saja menceritakan segalanya pada mereka tentang ketiga saudara lainku itu. Tapi aku tidak siap dengan apa yang akan mereka pikirkan tentang ayahku. Seorang pria yang selama ini selalu ku ceritakan dengan ribuan kebaikannya pada dunia.
"Syah, kok diam aja sih?" Desak Shellin.
"Eh, iya. Sebenarnya aku juga mau kasih tau sesuatu sama kalian," Jawabku spontan setelah rasa gugup yang ku alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Imam Ku
عاطفية"Dear, Imam Ku❤ Jika suatu hari nanti kau lah satu-satunya pria yang ku beri julukan itu atas izin Allah, maka pimpinlah aku saat menghadap kiblat-Nya! Tuntunlah langkahku dalam meraih Ridho-Nya! Dan bimbinglah tanganku untuk menuju Syurga-Nya! Sert...