Picture

6.2K 908 31
                                    


"I should've known not to let you go, cause i missed you baby boo"


-The Weeknd-

Alysa sudah akan berlari menuju kamarnya saat Jisung menunjukkan gestur yang berbeda. Ia yakin laki-laki itu akan bertanya banyak hal. Alysa melepas sepatu, menaruhnya di atas rak. Jisung masih berdiri di belakang dengan kedua tangan dijejalkan di dalam saku.

“Pekerjaan apa?”

Sial!

“Hah? Sebentar, aku harus ke kamar mandi.”

Alysa sudah berjalan menaiki satu anak tangga sebelum akhirnya mendengar suara rendah Jisung.

“Katakan padaku, pekerjaan apa yang kau dapatkan.”

“Tidak, aku tidak bekerja. Aku bertemu temanku.”

“Rose sudah memberitahu semuanya, dia mengatakan kalau kau kembali bekerja. Aku rasa aku sudah melarangmu agar keluar dari rumah.”

“Kenapa mendadak bicara tidak sopan?”

“Karena kau tidak mendengarkanku. Aku dan Rose sudah sepakat untuk membantumu, tapi kau menutupi banyak hal yang seharusnya kau beritahu padaku.”

“Jisung, ini masalah orang dewasa.”

“Berhenti mengatakan itu, aku sudah dewasa.”

“Kau tidak akan mengerti meski aku jelaskan dengan detail.”

“Tidak mengerti? Apa yang tidak aku mengerti? Apa hubungan gelapmu dengan pria bernama Jungkook itu hal yang tidak aku mengerti?”

“Jisung!!”

“Apa!”

Alysa meremas pembatas tangga, ia berdecih saat air matanya telah luruh membasahi pipi.

“Kenapa kau lakukan itu? aku tidak pernah menyuruhmu untuk menjadi rendah di depan seorang pria.”

“Tutup mulutmu!”

“Tidak, kita harus menyelesaikan ini.”

“Kau tidak mengerti apapun Jisung, aku melakukannya untuk—”

“Jangan jadikan aku sebagai alasan!"

Alysa mengalihkan pandangan begitu tangannya berhasil mengusap air mata. Ia meremas tas kecilnya kemudian berlari meninggalkan Jisung berdiri di bawah sendirian.

🌷🌷


Jungkook memilah beberapa berkas yang akan dibawa saat meeting, ia sudah memerintah Malia untuk datang dan mengurus banyak hal, dan wanita itu sudah mempersiapkan segalanya agar Jungkook tidak lagi perlu mengkhawatirkan banyak hal. Ia membenarkan letak kacamata yang bertengger di tulang hidung lalu mengetikkan balasan surel yang ia terima di dalam laptop.

Ada penurunan di laporan keuangan yang dikirimkan oleh Malia. Bukan tanpa sebab, ada department store yang dibuka tidak jauh dari gedung miliknya, dan karena promosi yang bagus dan keahlian yang berbeda, department store miliknya nyaris kalah bersaing. Belum lagi, ada orang dalam yang masih saja berpikir untuk menggelapkan dana. Jungkook telah mengambil keputusan memecat dan meminta pengembalian, akan tetapi semuanya memerlukan banyak waktu.

Orang yang menggelapkan dana di perusahannya bahkan lebih memilih dipenjara daripada harus membayar. Karena alasan tidak masuk akal itu, ia akhirnya mengancam dengan akan melibatkan keluarga, dan orang itu segera mengubah pemikiran dengan syarat agar tidak melibatkan anak dan istrinya di dalam masalah tersebut.

Dug!

Jungkook mendongak menatap pintu, sepertinya ada yang terjatuh. Ia menggelengkan kepala, berpikir bahwa Sani pasti sedang berlari seperti kemarin karena lupa mematikan kompor saat memanaskan air.

Ia di rumah, di dalam ruang pribadinya. Beberapa kali Jungkook memang lebih memilih berdiam di sana untuk mengerjakan banyak hal. Terutama untuk berpikir mengenai perusahaan miliknya. Ada lemari cokelat yang ia isi dengan berbagai jas. Dua tahun yang lalu ia tidur di sana saat bermasalah dengan Hyojin. Ia akan mandi di sana, memakai jas yang dibeli dan ditaruh di dalam lemari itu lalu berangkat bekerja dari sana.

Namun sebulan sejak insiden pertengkarannya, ia memutuskan untuk kembali tidur dengan Hyojin, tanpa melibatkan percakapan. Hyojin akan mengumpulkan banyak ungkapan basa-basi, dan Jungkook akan membalasnya dengan singakt bahwa ia butuh istirahat setelah rutinitas yang melelahkan.

Dug!

Jungkook mendesah. Ia melepas kacamatanya kemudian beranjak untuk membuka pintu. Ia mengeluarkan kepala, melirik ke sana-kemari. Suara tangisan nyaring akhirnya ia dengar. Jungkook mengernyit, bertanya mengapa Sinji memulai tangisannya kembali.

Kemarin, bayi itu sudah mau makan bersama Sani, sudah tidur karena terlalu lelah merengek menginginkan sesuatu.

Ia menutup pintu ruangan pribadinya lalu menuruni anak tangga untuk akhirnya menangkap suara nyaring bayi itu di telinganya. Lebih nyaring dari sebelumnya. Sani tampak kesusahan, namun tetap membujuk bayi itu dengan wajah penuh senyuman. Tatapan Jungkook kemudian jatuh pada satu piring yang jatuh ke lantai, sepertinya sebelumnya berisi makanan Sinji sehingga lantai itu menjadi kotor.

“Apa yang terjadi, Sani?”

Sani nampak terkejut. Ia meletakkan mainan Sinji di atas sofa lalu berdiri sambil menimang bayi itu.

“Saya tidak tau, Tuan. Tapi Sinji kembali menolak makan.”

Jungkook bergeming, memperhatikan Sinji yang tersedu-sedu, hidung dan matanya memerah akibat menangis.

“Apa dia sudah minum susu?”

“Ya?” Sani bukan tidak mendengar, tapi ini pertama kalinya Jungkook bertanya tentang Sinji. Pria itu tidak pernah peduli sebelumnya.

“Ini—be—belum, Tuan. Sinji juga menolak susu.”

“Sejak kapan?”

“Ehh—sejak tadi malam, Tuan.”

“Apa biasanya yang dia sukai?”

“Saya juga tidak tau, Tuan. Biasanya Alysa yang bisa menenangkan Sinji.”

“Aku sudah menemukan pengasuh baru, dia harusnya sudah datang.”

Jungkook merogoh sakunya. Ponselnya tertinggal di ruangan pribadi.

“Tapi Tuan..”

“Ada apa?”

“Sinji suka Alysa.”

Jungkook bergeming. Ia juga—suka Alysa.

“Aku akan menelepon pengasuh itu, dia akan datang.” Jungkook menaiki undakan tangga lalu masuk ke dalam ruangannya hanya untuk mengambil ponsel. Ia tidak mengetikkan sesuatu, ia tidak mendial nomor, ia hanya terpaku pada layar ponselnya yang—entah sejak kapan telah disetel dengan lock screen Alysa.

Siapa yang melakukannya?

Jungkook membiarkan ponselnya meredup. Ia ingat bahwa ia sendiri yang melakukannya—semalam

AROUND HIS WAIST✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang