Mengapa?

57 10 1
                                    

Malam yang gelap dan dingin diganti oleh pagi yang begitu terang dan hangat, cahaya mentari mengenai mata Jeongin dari celah-celah atap yang berlubang. Anak itu terbangun dari tidurnya, tidur dikamar sempit, bau, dan penuh barang-barang yang sudah usang. Jeongin tidur di lantai beralaskan kain tipis. Dingin, tentu saja Jeongin merasa kedinginan malam itu. Namun ia harus menahannya.
Jeongin membuka pintu kamar, biasanya yang ia lakukan adalah mengganggu para Hyung-nya yang sedang memasak, lalu diberi perintah untuk membangunkan Hyung yang lainnya.
Namun saat ini yang ia lihat hanyalah seorang Ayah yang sedang menonton telivisi dengan secangkir kopi di sampingnya.
Krukkk... Perut Jeongin berbunyi, ia mulai merasakan lapar, tetapi ia tidak melihat apa pun di dapur, hanya ada makanan sisa kemarin yang sudah mengeluarkan bau. Jeongin mencoba bertanya pada Ayahnya untuk sarapan pagi hari ini.

"Appa, kau sudah makan? Apa sarapan kita hari ini? Aku lapar sekali Appa".

"Lihat saja di dapur! Di situ ada makanan sisa kemarin. Kau makan saja !".

"Tapi makanan itu sudah basi, tidak bisa di makan lagi".

"Kau ini! Jangan biasakan makan makanan mewah, disini berbeda dengan dirumah mu yang besar itu".

"Bukan begitu Appa, aku akan makan apa pun yang kau berikan. Tapi bukan makanan basi".

"Baru sehari saja kau di sini, sudah merepotkan orang".

"M-maaf kan aku".

Jeongin kembali ke dapur, mau tidak mau ia harus makan makanan basi yang bau busuknya sudah menyengat.
Sekali suapan, hidung Jeongin tidak bisa menerima dengan baunya ia segera memuntahkan makanan yang sudah masuk di mulutnya. Spontan ia menjatuhkan piring yang dipegangnya.
Ayahnya  mendengar suara itu langsung mendatangi Jeongin yang tengah muntah-muntah. Jeongin ditarik paksa oleh Ayahnya kedalam kamar lalu mendorong Jeongin dengan keras mengenai dinding kamar, hingga menimbulkan suara besar.

"Sakit". Jeongin merintih kesakitan.

"Kau ini pembuat masalah saja ya, piring peninggalan istri ku kau pecahkan?! Berani beraninya kau seperti itu!".

"Appa aku tidak sengaja maafkan aku, aku kira kau adalah Appa yang baik. Tapi dugaan kusalah, salah besar. Kau kejam Appa".

Ketika mendengarkan kalimat yang diucapkan Jeongin barusan Lelaki itu langsung tertawa besar, suaranya semakin membuat Jeongin merasa takut. Dia berubah total, dia berbeda dari yang dilihat Jeongin saat bertemu.

"Kau pikir aku sayang padamu ha? Tidak!! Sama sekali tidak". Lelaki itu memegang dagu Jeongin, dia terlihat seperti penjahat.

"Apa maksudmu, kau ini bukan Appa ku?".

"Polos sekali, aku ini Appamu, Appa kandung. Tapi asal kau tau sebenarnya ini hanya permainan ku saja. Aku sangat membenci ibu mu, terutama dirimu!, Kenapa kau terlahir di dunia dengan selamat tapi istri dan anakku harus kehilangan nyawanya? Aku tidak bisa terima ini semua. Maka dari itu aku hanya ingin mengincarmu, aku akan memperlakukan mu seperti layaknya hewan. Kau akan ku siksa!!!".

"Ja..jadi? Selama ini?".

"Ya ya ya! Drama ku bagus sekali bukan? Selama ini aku berpura pura menjadi orang yang tidak tau apa-apa tentang mu, aku bercerita masalah kehidupanku padamu. TAPI ITU SEMUA HANYA JEBAKAN!!!". suaranya membuat Jeongin terkejut.

"Aku sudah mengintai mu lama, Bahkan lama sekali. Ketika aku melihat Hyung-mu Bangchan sering menjemput mu, aku yakin kau adalah anak yang terakhir dilahirkan wanita brengsek itu!!!". Lanjutnya.

"DIAMM !!! Omma ku bukan wanita brengsek, dia wanita yang baik. Kaulah lelaki yang brengsek! meninggalkan kami demi orang lain". Jeongin membuka mulut, karena ia tidak ingin nama ibunya dijelekkan.

"Wahhh wahh.. kau mulai berani dengan ku ya, rasakan ini". Satu pukulan keras mengenali perut Jeongin. Jeongin meringis kesakitan.

"Sakit? Apa itu sakit? Maafkan aku! HAHHAHHAHA.. TAPI ITU TIDAK SEBANDING DENGAN RASA SAKIT YANG KU DERITA SAAT INI !!!".

"Ampun appa, jangan sakiti aku!".

"Bodoh!! Orang bodoh seperti mu tidak pantas untuk hidup. Kau tenang saja, aku tidak langsung membunuhmu, tapi akan kubiarkan kau dikamar ini lalu kau akan merasa kelaparan dan akhirnya nyawamu akan berakhir disini. Ada pesan? Aku tidak akan pernah membuka kamar ini sebelum kau MATI !!!". ia menendang dada Jeongin hingga Jeongin tidak bisa lagi melakukan apa-apa.

Ayahnya langsung mengunci rapat-rapat kamar itu. Lalu ia pergi keluar entah kemana.
Jeongin hanya bisa terkapar lemas dilantai, memegangi perut dan juga dada yang terasa sangat sakit. Baru kali itu ia mendapatkannya. Yang biasa hanya terkena demam biasa.
Jeongin menangis, ia tidak tau akan seperti ini jadinya.

"Jika aku telah mati nanti, aku mohon padamu Tuhan, aku ingin mayatku di lihat oleh omma dan hyung-hyungku. Aku rasa aku akan meninggalkan mereka dengan cepat".

Jeongin terus berdoa dalam hati ia hanya ingin semua akan baik-baik saja, dia ingin semua mencarinya kini. Ia sangat menyesali kelakuannya malam itu. Namun Jeongin tau mereka semua sudah membencinya kini, mereka tentu tidak akan peduli lagi padanya.
Air mata yang telah membasahi pipinya adalah temannya kini dalam ruangan itu.

"Omma.. hyuung.. aku disini, apa kalian mendengarkan aku?". Suara kecil yang ia paksakan keluar.

Tidak ada harapan baginya. Kini ia hanya bisa menunggu kapan ia akan tiada.

                                   ...

Lelaki itu berjalan yang entah kemana tujuannya saat ini, dan pasti wajahnya terlihat bahagia. Ia berfikir balas dendamnya akan terbalaskan, hanya tinggal menunggu kapan anak itu menjadi mayat yang kelaparan.
Seketika langkahnya terhenti, ia merasa ada seseorang yang sedang mengikutinya dari belakang, namun ketika ia menoleh kebelakang tidak ada satu orang pun disana, hanya ada ranting pohon yang bergoyang terkena angin. Ia kembali berjalan.
Ia merasa lelah, lelah untuk tertawa di sepanjang perjalanan. Ia memutuskan untuk kembali kerumah dan beristirahat. Sebentar ia berdiri didepan pintu kamar yang didalamnya terdapat Jeongin, untuk memastikan anak itu sedang apa.

"Hei anak kandungku, bagaimana keadaanmu saat ini? Apa kau masih bertahan hidup? Atau sudah mati?. Jika kau sudah mati nanti jangan lupa kabari aku!, Ahh bodohnya aku, mana mungkin kau bisa memberi kabar jika sudah mati nanti. Hahahahaahahha ".
Lalu ia pergi untuk beristirahat di kamarnya.

Jeongin yang mendengarnya tidak bisa melakukan apapun, matanya terlihat sudah membengkak akibat menangis sedari tadi.
Kini ia diselimuti oleh rasa takut yang begitu besar. Ingin rasanya ia meminta maaf pada ibunya itu dan Hyung-hyungnya terutama pada Linoo, karena terakhir itu ia bertengkar hebat dengannya.

" Ya Tuhan, apa kau mau menyampaikan salam ku untuk omma dan hyung-hyungku disana? Mungkin mereka sedang tidak memikirkan aku. Tapi tidak apa-apa ini salahku. Aku hanya ingin meminta maaf kepada mereka sebelum kematian ku akan menjemput ku ".

Jeongin sudah sangat putus asa, ia betul-betul hanya tinggal menunggu kematiannya. Tidak ada yang tau keberadaannya, rumah yang ia tinggali kini adalah rumah yang cukup jauh dari pemukiman warga lainnya.

Hujan turun dengan deras, air masuk ke kamar itu dari lubang-lubang atap mengenai tubuh Jeongin yang sudah terkapar lemas. Jeongin berusaha untuk duduk, lalu mengarahkan wajahnya ke atas dan membuka mulut.
Jeongin sudah merasa haus, ia terpaksa harus melakukannya, ia meminum air hujan yang jatuh itu. Setidaknya rasa haus di tenggorokannya  sudah tidak ada lagi.
Ia menyeret dirinya Kedinding yang berlubang kecil, ia mengintip. Hujan di luar sana sangat deras. Jika dulu ketika hujan datang mereka langsung berkumpul bersama, meminum teh hangat dengan biskuit, lalu terduduk di depan televisi menonton bersama. Kini hanya ada ruangan yang cukup gelap dan bau, ia menyandarkan diri ke dinding. Tentu saja menangis lagi mengingat semuanya.

"Jika aku mendengarkan kalian semua, mungkin aku tidak ada disini sekarang. Tolong cari aku!".

                               -***-

Eight StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang