Menyelamatkan Jeongin

74 10 2
                                    

Harapan Jeongin untuk keluar benar-benar hilang, ia hanya bisa pasrah dengan keadaan. Ia menunggu seseorang untuk mencari keberadaannya. Namun apa daya itu hanya sebuah angan baginya.
Ia menatap kosong keluar jendela melihat hujan turun yang begitu derasnya, tak ada satu orang pun yang berlalu lalang. Mana mungkin itu tempat yang sangat sunyi, hanya ada rumah-rumah kosong.
Tiba-tiba Jeongin terkejut tidak percaya dengan yang dilihatnya. Salah satu hyungnya berada di seberang rumah. Ia berlindung di bawah pohon yang lumayan lebat.
Hyungnya itu melambaikan tangan pada Jeongin, sambil tersenyum lebar.
Jeongin terdiam, apa maksud dari itu. Ketika itu petir menyambar, Jeongin memejamkan mata karena takut. Namun ketika ia membuka matanya kembali, Hyung yang dilihatnya sudah tidak ada lagi di bawah pohon itu. Ah.. Jeongin hanya berkhayal, ia terlalu memikirkan Hyung-hyungnya di rumah.

"Kepala ku pusing, jadi aku kira dia ada di sana". Jeongin menunduk lalu memandang keluar kembali.

Saat ia menatap kembali arah luar ia melihat lagi hyungnya itu, ia berlari menuju pohon yang ia hayal tadi. Tempat yang sama. Terlihat ia mengibas kepalanya yang terkena hujan. Ia melihat Jeongin yang mengintip di jendela. Ia melakukan hal yang sama seperti yang di hayal oleh Jeongin, melambaikan tangan namun bukan tersenyum melainkan wajah cemas yang di keluarkannya.
Jeongin yang melihat itu hanya diam, ia tau bahwa itu hayalannya saja. Kejadian sama petir datang. Ia menutup mata yang kedua kalinya. Lalu kembali melihat arah luar. Dia masih disana, dalam keadaan menutup kedua telinganya karena takut dengan suara petir itu.
Hati Jeongin benar-benar campur aduk, antara ia senang, sedih, terkejut,dan takut karena sekarang ia menyadari yang dilihatnya adalah nyata.

"Linoo hyung!".

Jeongin menyebutkan namanya, lalu Linoo mengisyaratkan Jeongin agar tetap tenang dan tidak berteriak, supaya Ayahnya tidak mengetahui bahwa Linoo ada disini.
Linoo mengambil ponselnya untuk membuka kamera, ia memotret kondisi Jeongin yang berada dibalik kaca jendela rumah itu. Linoo kembali mengisyaratkan padanya untuk tetap tenang, dan menunggu Linoo kembali.
Jeongin patuh, ia tau bahwa Linoo akan kembali lagi untuk diri. Ia melihat Linoo berlari menjauh dari rumah itu, lalu tidak terlihat sama sekali.

Jeongin mengantuk, matanya sudah tidak bisa lagi terbuka lebar menunggu Linoo kembali. Dalam sekejap ia sudah tertidur pulas. Baju dan lantai yang basah. Keadaan penuh kasihan.

...

Jeongin terbangun, ia kembali melihat luar jendela, Hujan yang tadi deras kini sudah berhenti. Tetapi bukan itu yang dipikirkannya kini, melainkan Linoo yang tak kunjung datang padahal Jeongin tertidur selama 3 jam.

"Hyung, kau tidak kembali? Aku ingin melihatmu lagi".

Ia lalu menutup tirai jendela itu, duduk termenung dengan wajah yang lesu, wajah yang menahan rasa lapar.

Suara ketukan pintu kamar Jeongin mengagetkan dirinya yang tengah termenung itu.

"Heii apa kau masih hidup sampai sekarang? Cepatlah mati agar aku merasa tenang!". Ujar lelaki itu.

Jeongin hanya terdiam, ia tidak ingin menjawab apa pun itu dari si Ayah yang kejam.

"HEII KAU DENGAR AKU?? MULUTMU TIDAK KU TUTUP, JADI BERBICARA LAH ! BERI KABAR PADA KU!".

"Aku masih hidup Appa". Mau tak mau Jeongin harus menjawabnya karena takut.

"Nah begitu, jawab pertanyaan ku. Jangan diam saja, ah aku lapar aku ingin keluar mencari makanan. Cepatlah mati ya!". Lelaki itu pergi meninggalkan Jeongin sendirian yang masih terkunci.

...

2 jam berlalu, suara pintu terbuka terdengar di luar kamar. Jeongin menghela nafasnya, ia tidak ingin ditanya apa apa oleh ayahnya terlebih menanyakan ia masih hidup atau tidak.

Eight StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang