20

8.5K 502 26
                                    

"Wah akhirnya rasain hirup udara yang bener-bener seger dan asri."ucap gue takjub sambil sesekali menikmati udara segar pagi hari di daerah menuju area pendakian.

"Iya nih. Udah lama gue gak rasain udara seger gini. Meski dingin tapi rasanya beda aja."ucap Arabela juga.

"Oke, jadi sebelum kita mendaki, kita atur dulu. Sebelumnya yang ikut mendaki kali ini total 16 anak. Perempuan 9 anak dan laki-lakinya 7 anak. Yang barisan paling depan dan paling belakang, dia paling hafal dan tahu seluk beluk medan jalan. Berarti barisannya gue yang mimpin, lalu belakang gue Riana, Reno, Tedy, Arabela, Fathur, Beno, Raisya, Ratna, Belly, Fitra, Bilca, Cesyl, Rasya, Freyfa, Reza. Buat Reza gue atur di belakang biar ngelindungin Freyfa yang masih amatir dalam mendaki gunung."instruksi mas Belva ke semua.

"Gue aja yang di belakang Bel."ucap mas Fathur.

"Lo posisinya udah pas Thur. Gue udah ngatur sesuai proporsi masing-masing."

"Oke gue manut."

"Jadi sebelum kita mulai, di sana ada 3 pos pendakian. Ketika kita udah mendaki, tolong setiap ucapan maupun tindakan harus berhati-hati dan di jaga sebaik mungkin. Karena di daerah sini masih menjunjung kental adat istiadat juga kepercayaan nenek moyang."jelas mas Belva ke semua yang diangguki oleh semua.

"Oke karena semua udah fiks dan keliatan gak sabar mau menjelajah, terlebih dulu kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai."instruksi mas Belva ke semua. Lantas kita berdoa sambil mendudukkan kepala.

"Berdoa selesai."

"Yuuk gass keun."ucap kita serentak dan mulai mendaki.

Sambil merapatkan jaket gue jalan dalam keadaan yang berliku liku tajam dan sesekali kalau gue lihat samping kanan kiri itu bener bener jurang. Apalagi tengok belakang, jangan sampe beneran, gue takut liat kalau gue udah di atas rasanya. Meski baru pertama kali rasain gini, gue akui rasanya damai banget. Bisa liat burung berkicauan. Matahari yang bentar lagi gak keliatan, dan sesekali terdengar bunyi suara jangkrik ataupun tongkeret.

"Mas, kayaknya kita udah ketinggalan lumayan jauh ya."ucap gue sambil tengok sikit ke belakang.

"Udah lanjut jalan aja."balas mas Reza yang masih tetap stay cold jalannya. Patut di acungi jempol nih orang beneran, udah mau aja di belakang gue yang setia tunggu dan bantuin gue jalan pas lagi lewatin jalanan yang tampak asing. Tanpa pedulikan teman yang udah jauh, malah kadang yang sering panik tuh gue, dia aja yang tenangin gitu.

"Mas, klu mau ke sana harus loncat, bantuin mas. Gue takut."ucap gue takut beneran. Udah kanan kiri air sungai deras. Terus mau ke depan itu jalannya licin. Dan kalau mau ke sana harus napak ke kayu kayu yang mulai rapuh.

"Sini naik gue gendong."ajak mas Reza tak terduga yang akhirnya gue pasrah aja digendong dia.

"Wah makasih ya mas. Yuk lanjut jalannya."ajak gue ke mas Reza ketika gue udah turun dari gendongannya.

"Naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali. Kiri kanan, kulihat saja, banyak pohon besar. Depan belakang ku tengok dia, ternyata sudah ada yang punya yaayaa."nyanyi gue merubah lirik lagu naik kepuncak gunung di sepanjang melewati jalanan.

"Eh itu ada bunganya bagus banget. Gue petik bunganya ya mas."ucap gue sambil lari berniat mengambil bunga yang tampak elok langka, meninggalkan mas Reza di belakang.

"Nah bagus banget sih bunganya. Mau gue rawat nih di kost."ucap gue sambil asyik melihat bunga  dan tanpa sadar gue duduk di atas ranting kayu yang tipis mau jatuh gitu.

Krettt
BRUKK

Tepat gue mau jatuh ke jurang yang curam tajam gini.

Aduh, Ya Allah hamba masih banyak dosa dan sering nakal sama orang tua. Belum rasain nikah juga. Jangan engkau cabut nyawa hamba dengan tragis begini.
PANIK? TAKUT? RASANYA CAMPUR ADUK

My Sweet Polar Husband [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang