e m p a t

267 33 7
                                    

Setelah sarapan pagi bersama, Nara beserta teman-teman KKN-nya mulai berpencar, untuk menghadiri beberapa acara yang ternyata dilaksanakan secara bersamaan pagi ini. Malik dan Atha pergi ke balai Desa. Rafi, Ana dan Ala, ke puskesmas. Terakhir Keenan, Nara dan Aksa ke sekolah.

Perjalanan yang paling jauh adalah menuju sekolah. Sedikit, demi sedikit Nara mulai memahami, apa yang mebuat Desa ini tertinggal dari Desa-Desa lainnya yang ada di Kalijambe. Selain karena minimnya dana yang mereka miliki untuk menyekolahkan anak-anak mereka, jarak juga menjadi salah satu pertimbangannya. Terlebih lagi, akses untuk menuju kesana cukup berat.

Mereka harus melewati jalanan berbatu, serta naik turun bukit. Nara yang baru melewati separuh perjalanan saja sudah menyerah. Apalagi mereka yang masih sangat belia.

"Hati-hati Ra, ini batu-batunya ada yang gede banget. Bisa bikin kepleset," sejak tadi Keenan tak henti-hentinya memperingati Nara, membuat gadis itu mau tak mau menjadi tertawa.

Lain halnya dengan, Aksa. Selama mereka berjalan, tak ada satu kata pun yang sudah keluar dari mulutnya. Ini apa mulutnya gak asem ya? Diem terus kaya gitu. Kalau sariawan kayanya gak mungkin, masa iya sariawan berhari-hari.

"Ra aw—," belum sempat melanjutkan kalimatnya, Nara sudah jatuh tersungkur. Benar kan dugaan Keenan, Nara akan tersandung bebatuan itu walaupun Keenan sudah memperingatinya berulang kali.

"Kan tadi udah dibilangin hati-hati Ra," katanya mengulang kembali kalimat sebelumnya. "Ada yang sakit gak?" Tanya Keenan khawatir.

Nara menggeleng, "enggak ko, aku gapapa. Maaf aku bukan gak dengerin kamu, tapi aku tadi beneran gak liat." Kata Nara sambil membersihkan bajunya yang sedikit kotor.

Aksa hanya memperhatikan interaksi keduanya, tidak berniat ikut menyahut apalagi menasihati Nara. Mengapa? karena Aksa tahu betul, bahwa gadis itu memang ceroboh. Lagi pula sudah ada Keenan yang menolongnya, dan dia tidak mengalami luka apapun pada tubuhnya. Mungkin hanya lecet di bagian telapak tangan karena tergesek oleh batu.

***

"Halo adik-adik semuanya, kenalin nama kaka Keenan." Kata Keenan dengan lantang saat diminta memperkenalkan diri kepada anak-anak kelas satu sekolah dasar disana.

"Halo adik-adik semuanya nama kaka Anara, kalian boleh panggil ka Ara." Kata Nara saat gilirannya tiba.

Aksa mengamati sekelilingnya, menatap wajah-wajah polos anak yang masih berusia tujuh tahun itu sebelum memperkenalkan diri. "Halo, kenalin nama kaka Aksa." Katanya dengan singkat.

Anak-anak itu dengan kompak melambaikan tangan kepada mereka sambil berseru senang, "halo kakak-kakak KKN." Katanya bersamaan dengan senyum. Senyum yang langsung menular pada Keenan, Nara, dan Aksa.

"Oke, jadi hari ini kita mau bantuin ibu guru buat ngajarin kalian semua. Gimana, ada yang mau gak diajarin sama kakak-kakak KKN?" Tanya Keenan yang langsung disambut heboh oleh seisi kelas itu.

Mereka langsung bangkit dari duduknya, menghampiri ketiganya, dan langsung menariknya untuk medekat ke meja mereka. Gemes banget, jadi mau cubit deh.

"Mereka jawabnya pake langsung pake tindakan, gak banyak basa-basi kaya kamu," kata Nara setengah berbisik kepada Keenan agar tidak didengar anak-anak.

"Iya juga, aku kalah gentle dong Ra." Tanya Keenan bercanda.

"Iya, kamu juga kalah gemesinnya sama mereka." Keduanya langsung tertawa, membuat anak-anak kecil itu menatap curiga ke arah mereka.

"Jangan ngobrol." Kata Aksa tiba-tiba, membuat Keenan dan Nara langsung menatapnya.

Keenan menepuk-nepuk pundah temannya itu, "tadi kita lagi bisik-bisik tetangga, kulkas mau ikutan juga gak?" katanya setengah berbisik di telinga Aksa, membuat laki-laki itu mendelik tajam.

***

Mereka semua baru kembali ke posko saat hari sudah hampir gelap. Kelompok memasak lansung menyiapkan bahan-bahan makanan untuk mereka masak malam ini. Sedangkan sisanya sedang ribut di belakang untuk antri mandi.

"Tadi kan gue duluan yang sampe di sini kenapa jadi lo yang masuk sih." Kata Malik tidak terima sambil menggetuk pintu kamar mandi dengan keras, karena tiba-tiba saja Keenan menyerobot gilirannya.

"Udahlah Lik, dari pada dia keluar di celana. Bisa bikin bau satu posko." Kata Atha menengahi.

Memang tadi Keenan beralasan sangat tidak tahan untuk buang air besar, sebelum masuk kedalam kamar mandi.

"Tetep aja dia curang, nyerobot giliran gue." Kata Malik masih tidak rela.

"Sabar wei, dikit lagi rampung ini." Sahut Keenan dari dalam sana.

Karena kesal, Malik malah memainkan saklar lampu yang ada disana. Membuat Keenan menjerit tidak terima dari dalam.

Karena tidak tahan dengan aksi adu mulut teman-temannya, Aksa yang semula berada di ruang tengah terpaksa bangkit menghampiri mereka semua. "Gak usah ribut bisa gak? Suara kalian kedengeran sampe depan." Kata Aksa dingin.

"Nah kan gue bilang juga apa, Malik gamau ngalah Sa." Kata Atha seperti mengompori.

Malik menatap tak percaya temannya, ini Atha kenapa lemes banget sih. Bukan apa-apa, Aksa itu orangnya jarang banget ngomong, tapi sekalinya ngomong bisa nyelekit banget. Setara kalau diukur sama cubitan mautnya Alana.

"Iya gue ngalah, udah lo mending kedepan lagi. Pamali berdiri di depan pintu," kata Malik mengusir Aksa secara halus. "Dasar lemes," lanjutnya kepada Atha.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a.n : kalau ada kata atau kalimat asing lainnya yang gak kalian tahu apa artinya, boleh comment langsung aja ya. supaya nanti aku masukkin juga ke dalam glosarium yang akan ada di setiap akhir cerita. happy reading🤗 jangan lupa vote dan comment kalo kalian suka sama cerita ini🤩🌹

Salam sayang, Rihyani

Jurnal KKN NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang