t i g a b e l a s

196 29 2
                                    

Sore nanti, anak-anak KKN mendapat undangan dari karang taruna Desa untuk menghadiri acara pembentukan panitia tujuh belas agustus. Namun, sejak dua hari yang lalu hujan tak henti-hentinya mengguyur Desa. Sebelumnya, Malik sudah ingin mengatakan kepada pihak karang taruna kalau mereka tidak bisa hadir. Namun Keenan melarangnya, rasanya tidak enak bila menolak undangan terlebih Keenan ingin memperbaiki kembali hubungan antara warga dengan teman-teman kelompoknya.

"Ini mungkin salah satu cara biar warga respect lagi sama kita," kata Keenan.

"Bener juga, tapi hujannya deres dan awet gini." Kata Rafi sambil menatap kearah jendela.

"Iya jalanan juga pasti licin," kata Atha ikut menyahut.

Malik menghela napasnya, laki-laki itu jadi bingung harus melakukan apa. "Kalau sampe sore hujannya gak reda juga, gak usah ada yang dateng." Kata Aksa menyarankan.

"Oke, kita ikutin saran Aksa aja gimana?" Tanya Malik meminta persetujuan.

"Setuju!"

Atha sedang menatap jadwal yang ada di bukunya, mencoba melihat siapa yang bertugas untuk ikut menghadiri acara sore nanti. Keningnya mengkerut saat melihat nama perempuan yang tertulis disana. Apa iya ia harus berbohong?

"Siapa aja Tha?" Tanya Malik penasaran. Pasalnya yang memegang jadwal pembagiann tugas ini hanya Atha. Walaupun sebelumnya saat pembagian ia tahu urutannya, tapi kalau sudah lama begini pasti akan lupa.

"Keenan, gue, Ana, sama—" laki-laki itu menjeda sejenak ucapannya, membuat yang lain menunggu penasaran. "Nara." Lanjutnya pelan.

***

Setelah melewati perdebatan yang cukup panjang, akhirnya Nara boleh ikut bersama mereka, dengan perjanjian harus berhati-hati. Tentu saja karena mereka tidak yakin betul, untuk itu teman-temannya yang lain akan berusaha menjaga gadis itu. Kedengarannya memang seperti over protective. Tapi hal ini mereka lakukan karena tidak ingin ada satu hal pun yang kembali Nara. Mereka semua keluarga, dan bukankah salah satu tugas sebagai keluarga adalah saling melindungi?

Untungnya sore itu hujan sudah reda, hanya menyisakan rintik-rintik kecil. Saat perjalanan menuju lokasi pertemuan, Nara merasakan ada hal aneh. Gadis itu mendengar suara asing yang tiba-tiba saja terdengar, kemudian saat pandangannya menoleh kesamping, ia melihat tanah yang ada diatas bukit itu bergerak. Satu pohon besar jatuh tak jauh dari tempat mereka berpijak, membuat semuanya kaget. Nara langsung menarik Keenan, Ana, dan Atha untuk berbalik kembali posko dengan berlari.

Karena panik dan tidak memperhatikan jalan dengan benar, kaki Ana tersandung batu berukuran sedang yang membuat gadis itu jatuh tersungkur.

Nara dan yang lainnya langsung berbalik, membantu Ana untuk kembali berdiri. "Astaga Ana," pekik Nara kencang saat melihat temannya itu jatuh.

Kaki Ana terluka, membuat gadis itu sedikit sulit untuk bangkit.

"Ayo Na, lo harus kuat. Kita harus menjauh dari sini." Kata Keenan sambil membantu Ana untuk berdiri, dibantu oleh Nara dan juga Atha.

"Nan, Tha, mending di gendong aja. Kita harus cepet," Kata Nara dengan nada bergetar.

Namun belum sempat mereka bangkit, beberapa dahan pohon mulai berjatuhan membuat mereka kembali terjatuh dan berusaha untuk melindungi bagian kepala.

"Nara jangan kaya gitu, kamu bisa luka." Kata Keenan saat melihat Nara mencoba menutupi kepala gadis itu juga Ana menggunakan lengan.

"Ra aw—" Belum selesai melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba saja satu batang pohon besar jatuh menimpa mereka semua hingga hilang kesadaran.

Jurnal KKN NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang