l i m a

238 32 6
                                    

Belum genap satu minggu, Nara dan teman-teman KKN-nya sudah disuguhi permasalahan yang cukup mengejutkan. Pagi-pagi sekali, beberapa warga mendatangi posko dan meminta bantuan mereka untuk mengevakuasi pohon-pohon yang tumbang hingga menutup akses jalan. Ini disebabkan karena angin kencang yang melanda Desa kemarin malam, banyak pohon yang tumbang. Mau tidak mau, mereka semua—anak-anak KKN ikut membantu para warga lain.

"Kita akan segera kesana Pak," kata Malik kepada warga.

"Cowok-cowoknya aja gimana?" Kata Keenan memberi saran.

Ana menggeleng tidak setuju, "kita ikut juga aja. Nanti bisa bantu yang ringan-ringan."

"Iya gapapa ko kita ikut juga." Tambah Nara.

Malik sebenarnya ragu untuk mengiyakan, berhubung mereka yang memang ingin ikut akhirnya ia membolehkannya. "Oke, tapi hati-hati ya."

"Siap bos!"

Setibanya mereka di lokasi, sudah banyak warga yang berkumpul. Ternyata akses jalan memang benar-benar tertutup. Karena pohon yang tumbang tidak hanya satu atau dua, melainkan empat sekaligus. Tiga pohon berukuran besar, dan satu berukuran sedang. Pantas saja warga sampai meminta bantuan mereka.

Nara dan teman-teman KKN-nya langsung turut serta membantu warga. Dengan gotong-royong pasti akan lebih cepat selesai. Sesuai perjanjian diawal, perempuan hanya boleh membantu yang ringan-ringan saja. Seperti mengumpulkan ranting dan dedaunan yang berserakan, dengan cara di sapu atau diambil langsung jika tersangkut dengan batang pohon yang besar.

"Mas, kalau kita ngerubuhin pohon-pohon yang sudah tua sekalian bagaimana?" Tanya salah seorang warga pada anak-anak KKN.

Malik tidak langsung menjawab, ia mencoba mengamati beberapa pohon yang dimaksud oleh warga. Hanya ada tiga pohon sebenarnya, namun yang satu berukuran cukup besar. Ia khawatir tidak bisa menanganinya dengan baik.

"Maaf Pak, apa warga sini ada yang berpengalaman untuk hal-hal seperti ini. Karna pohonnya cukup besar dan lebat." Jawab Malik mencoba memberi pengertian.

"Ada mas, Insyaallah aman. Kita cuman butuh tambahan tenaga aja." Jelas warga meyakinkan.

Malik terlebih dahulu meminta persetujuan teman-temannya yang lain, setelah dirasa tidak ada yang keberatan. Ia langsung mengiyakan ajakan warga.

Ditengah kegiatan membantu mereka, Nara tanpa sengaja mendengar pembicaraan salah satu warga.

"Kalau udah sering ada angin atau hujan gini, jadi harus waspada ya Pak." Kata warga dengan tangan yang penuh dengan ranting pohon.

"Betul Pak, apalagi warga yang rumahnya dibawah bukit." Kata warga lain ikut menimbrung.

Jadi berita-berita yang Nara dapatkan dari internet itu sungguh benar terjadi. Desa tempatnya KKN tidak hanya menjadi Desa yang tertinggal, tapi juga rawan terjadi bencana. Banyak kemungkinan buruk menghantui pikirannya, ia jadi merasa sedikit tidak tenang. Bagaimana kalau bencana itu datang saat dia dan teman-temannya masih berada disana.

Saat masih terhanyut dalam pikiran buruknya, tiba-tiba saja tubuhnya terdorong dengan kuat. Sampai membuatnya tersungkur kedepan, setelahnya suara benturan keras terdengar tepat di belakangnya.

"Awsh," ringisnya saat tubuhnya telah jatuh dengan sempurna diatas tanah. Saking terkejutnya, ia langsung menoleh kebelakang.

Mencari penyebab suara benturan keras yang ternyata berasal dari batang pohon yang jatuh

"Lo gapapa kan Ra?" Tanya Ana yang berada tepat disebelahnya. "Tadi kita semua panggil-panggil lo pas batang pohonnya mau jatuh, tapi lo diem aja." Jelasnya pada gadis itu.

Teman-temannya yang lain langsung ikut menghampiri mereka. Memastikan kondisi keduanya baik-baik saja.

"Ra kamu gapapa kan?" Tanya Keenan dengan khawatir, bahkan ia langsung memegang kaki gadis itu yang terlihat terluka.

Nara langsung menjauhkan tangan Keenan dari kakinya, "gapapa ko. Aku cuman kaget aja." Jawabnya pelan karena memang masih terkejut. "Makasih ya Na, udah nolongin aku." Tambahnya sambil menatap Ana, yang langsung diangguki oleh gadis itu.

"Lain kali kalau mau ceroboh, jangan bikin orang lain ikut luka juga." Peringat Aksa pada Nara, sambil membantu Ana untuk berdiri.

Emang bener-bener deh si Aksa. Orang abis luka gini main langsung disemprot aja. mana pedes banget tuh mulut, kayanya cabe rawit juga kalah deh.

Alana langsung menatap sengit kearah Aksa, "Nara juga gak berniat bikin Ana luka kali. sensitif banget si lo kaya pantat bayi." Balasnya tak kalah pedas.

Aksa tidak lagi menyahut, ia memilih beranjak dari tempatnya dengan mengajak Ana. Hal ini semakin membuat Alana naik darah, "dasar kulkas!"

"Udah gak usah ribut, gaenak diliat warga. Mending kalian balik aja, biar nanti gue yang bilang sama warga." Kata Malik menengahi.

Akhirnya anak-anak KKN berpamitan pada warga. Menyisakan Rafi, Atha, dan Malik yang tetap di lokasi dan membantu warga sampai benar-benar selesai. Sebab mereka merasa tidak enak, jika harus meninggalkan para warga sebelum semuanya selesai. Namun, mereka juga merasa tidak tenang membiarkan Nara dan Alana tanpa dibantu yang lain.

Saat diperjalanan pulang, Alana tak henti-hentinya mendumel. Rasa kekesalannya pada Aksa belum tersalurkan sepenuhnya. Lihat saja nanti, apa yang akan ia lakukan pada laki-laki itu.

"Udah La, Aksa emang bener ko. Aku yang ceroboh, bahkan sampe bikin Ana luka juga. Enggak usah diperpanjang lagi ya." Pinta Nara pada gadis itu.

Alana semakin mendengus kesal, "oke lo emang ceroboh. Tapi Ana sama sekali gak luka Nara."

"Loh iya juga ya, gue baru sadar." Kata Keenan bingung.

*** 

*** 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a.n : kalau ada kata atau kalimat asing lainnya yang gak kalian tahu apa artinya, boleh comment langsung aja ya. supaya nanti aku masukkin juga ke dalam glosarium yang akan ada di setiap akhir cerita. happy reading🤗 jangan lupa vote dan comment kalo kalian suka sama cerita ini🤩🌹

Salam sayang, Rihyani

Jurnal KKN NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang