d u a

367 40 7
                                    

Setelah melawati beberapa diskusi yang cukup panjang, akhirnya terpilih nama-nama yang masuk menjadi struktur kelompok KKN mereka. Nara dan Athaya sebagai sekretaris, tentunya ini atas permintaan dari Keenan. Menurutnya Atha yang berasal dari jurusan bahasa dan sastra akan sangat cocok bila dijadikan sekretaris, kalau Nara bisa kalian simpulkan sendiri karena apa. Selanjutnya, Aksa dan Haura sebagai bendahara, terakhir Alana dan Rafi  sebagai dokumentasi.

Sesuai skema jadwal yang telah dibuat oleh pihak kampus, hari ini Nara bersama dengan teman-teman kelompok KKN-nya melakukan survey lokasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi permasalahan di Desa tersebut, serta kondisi posko atau tempat yang akan mereka tinggali nanti. Selain itu, dengan diadakannya survey lokasi ini pihak kampus berharap, mereka semua bisa lebih saling mengenal satu sama lain, agar nantinya dapat menjalin kerja sama yang baik. Sebab, jalinan kerja sama yang baik menjadi faktor penting kelancaran mereka dalam menjalankan tugas.

Nara tiba dikampus lebih awal lima belas menit, dari waktu yang mereka janjikan. Ia mencoba untuk mencari teman-temannya yang lain, namun yang ia lihat hanya ada empat saja, tiganya lagi entah kemana.

"Hai Ra, sini duduk." Kata Haura sambil sedikit bergeser dari posisi awalnya.

"Hai juga Na, terimakasih." Haura ini memiliki nama lengkap Haura safwana, namun biasa dipanggil Ana. Haura adalah gadis yang sewaktu pertemuan pertama mereka datang terlambat.

Nara menatap aneh pada Alana, tidak biasanya gadis itu diam saja seperti saat ini. "La, kamu kenapa?" Tanyanya khawatir.

Bukannya menjawab, Alana malah menyerahkan ponselnya pada Nara. Hal ini semakin membuatnya bingung. Namun setelah melihat kalender yang memiliki tanda pada layar ponsel temannya itu, Nara mengerti.

Nara menyerahkan kembali ponsel Alana kepada sang empunya. "Seharusnya tadi kamu izin aja La sama aku," kata Nara perhatian.

"Gapapa ko Ra, kalau gue gaikut nanti keponya sendirian." Kata Alana yang membuat teman-temannya yang tertawa.

"Baru kali ini gue nemu spesies langka kaya lo La," kata Haura ikut menimpali.

"Ini Malik, Keenan, sama Atha udah nunggu di depan. Kita naik mobil Keenan," kata Aksa  tiba-tiba, memberitahu mereka.

"Oke, hayu meluncur."

***

Perjalanan mereka memakan waktu yang cukup lama. Untung saja pagi ini jalanan cukup senggang, membuat mereka hanya menghabiskan waktu kurang dari empat jam. Saat dalam perjalanan, Nara membagikan kertas fotokopian yang isinya menyengenai lokasi KKN mereka. Tidak hanya itu, ia juga menuliskan beberapa nama tokoh masyarakat penting, seperti Kepala Desa, Ketua RW, dan masih banyak lagi.

Setibanya mereka disana, Malik—selaku ketua kelompok langsung mengajak teman-temannya yang lain untuk menuju ke rumah kepala desa setempat. Rumah dengan desain sederhana, namun memiliki teras yang luas. Ada beberapa kursi santai yang disusun secara melingkar, diserta meja berukuran sedang yang diletakkan ditengahnya. Sedangkan di sekililing halaman rumahnya ditumbuhi pohon-pohon rindang, pantas saja walaupun hari sudah siang, udara disini tetap sejuk.

"Selamat siang Pak," kata Malik menyapa Pak Halim, Kepala Desa Ngebung.

"Siang mas, mari semuanya duduk."

Setelah semuanya duduk dan memperkenalkan diri satu persatu, Pak Halim mulai menceritakan seluruh permasalahan yang terjadi di Desanya itu, dimulai dari pendidikan, ekonomi dan terakhir sosial. Dari ketiga aspek utama tersebut, tiga-tiganya memiliki permasalahan yang cukup banyak dan berat.

"Mohon maaf Pak sebelumnya, sepertinya kita tidak mampu jika harus menangani semuanya." Kata Malik berterus terang.

"Enggak apa-apa mas, tangani saja yang mas dan temen-temen rasa mampu dan sesuai sama bidang kalian." Kata Pak Halim sambil menepuk pundak Malik beberapa kali. "Warga pas tau ada yang mau KKN disini aja udah seneng mas. Tahun lalu semept ada yang mau KKN juga, tapi setelah saya ceritakan mereka malah mundur." Tambah Pak Halim.

Nara menatap sedih Pak Halim, memang kalau dari cerita yang telah ia dengar Desa ini adalah salah satu Desa yang tertinggal. Baik dari segi pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Namun seharusnya hal itu tidak menjadi alasan mundurnya anak-anak KKN.

"Kami semua akan berusaha semampu yang kita bisa untuk memperbaiki Desa ini Pak, kami harap Bapak dan warga yang lain bisa ikut andil dalam hal ini." Kata Malik berusaha agar tidak membuat Pak Halim kecewa dan tentunya disetujui oleh semua teman-teman kelompoknya.

"Tentu mas."

Setelah selesai berbincang dengan Pak Halim, anak-anak KKN diantarkan menuju lokasi posko yang akan menjadi tempat tinggal mereka nantinya. Selama perjalanan, mereka selalu mencoba untuk menyapa dan berkomunikasi walau tidak banyak, dengan beberapa warga yang ada. Sebenarnya lokasi posko tersebut tidak terlalu jauh, namun akses untuk menuju kesana cukup sulit. Hal ini diakibatkan karena adanya kerusakan jalan.

Nara menatap fokus jalanan yang sedang ia lewati, sambil sesekali mengamati sekelilingnya. Sejak tadi, tangannya digenggam kuat oleh Alana dan Haura. Tentu saja ini semua karena Alana yang mengerti bagaimana cerobohnya Nara. Bahkan temannya itu sampai memberitahu Haura yang notabanenya adalah teman baru mereka.

"Aduh mba kaya mau nyebrang aja deh," itu bukan suara Pak Halim, melainkan Keenan yang mencoba untuk menggoda ketiganya.

"Bilang aja lo sirik," kata Alana sinis.

Keenan terkekeh, ia paham betul kenapa Alana begitu sinis. "Ko tau sih, gue emang pengen gandeng tangannya Nara. Tukeran dong sini, lo gandengannya sama Malik aja nih."

Alana langsung melepaskan genggaman tangannya pada Nara, membuat Nara ikut kebingungan.

"Awsh, sakit woi." Keenan mendelik tak suka kearah Alana saat gadis itu mencubitnya lengannya dengan kencang. "Pedes banget cubitan lo kaya cabe rawit." Lanjutnya sambil mengusap lengannya yang memerah.

"Makanya gak usah banyak komentar kaya netizen." Kata Alana meledek, membuat semuanya langsung tertawa, kecuali Keenan.

Laki-laki itu memilih untuk diam, dari pada harus merasakan cubitan Alana untuk yang kedua kalinya. Serius, cubitannya Alana ini perih banget di kulit, padahal gak pake kuku sama sekali. Keenan jadi penasaran, apa jangan-jangan ditangannya Alana memang ada cabainya?

Setelah sampai di posko, Nara beserta teman-temannya langsung mengamati seisinya. Mencoba mencatat apa saja hal-hal yang tidak ada namun mereka butuhkan. Kondisi posko ini sama halnya seperti rumah biasa, hanya saja memiliki kamar yang cukup banyak dan ruang tengah yang luas. Lagi-lagi halamannya ditumbuhi oleh pohon-pohon rindang, membuat udara disana benar-benar sejuk walaupun matahari sedang berada dipuncaknya.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a.n : kalau ada kata atau kalimat asing lainnya yang gak kalian tahu apa artinya, boleh comment langsung aja ya, karena aku sering banget kelupaan. supaya nanti aku masukkin juga ke dalam glosarium yang akan ada di setiap akhir cerita. happy reading🤗 jangan lupa vote dan comment kalo kalian suka sama cerita ini🤩🌹

Salam sayang, Rihyani

Jurnal KKN NaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang