"Aku jemput?"
"Tidak perlu, kita bertemu di kafe saja."
"Kenapa? Takut kujemput pakai motor lagi? Malu?"
"Bukan seperti itu..." Jisoo meringis. Membuat Seokmin terkekeh kecil. Meski sekarang mereka hanya berkomunikasi melalui sambungan telepon, mendengar suara ringisan kecil seperti ini saja sudah terbayang bagaimana wajah Jisoo saat berucap. Pasti memberikan mimik lucu. Menukik bibirnya ke bawah. Memberikan ekspresi sedih seperti seorang bocah umur 5 tahun yang tidak sengaja menjatuhkan lollipopnya. "Aku senang pergi naik motor. Tapi sekarang kamu tidak bisa menjemputku karena aku sudah dalam perjalanan."
"Ah... Baiklah. Kita bertemu di kafe mana? Apakah Jeonghan dan Seungcheol belum berangkat? Sudah menyiapkan alasan kenapa kita berangkat terpisah?" tanya Seokmin, selagi meraup kunci motor kebanggaannya di saku celana. Menjauhkan ponsel dari telinga untuk sementara waktu selagi memasang helm. Setelahnya, Seokmin meminta Jisoo agar mengulang jawaban yang tak sempat ia dengar. Menyelipkan ponsel di antara pipi dan helm.
"Kita bertemu kali ini hanya berdua. Tidak bersama Jeonghan dan Seungcheol."
Tentu jawaban Jisoo membuat Seokmin mengerutkan kening. Bahkan sempat menghentikan gerak tangannya untuk sejenak. Ini adalah kali pertama Jisoo memintanya bertemu hanya berdua. "Wah... Tumben sekali. Ada apa?"
"Kenapa?" Jisoo malah balik bertanya. "Memangnya aku tidak boleh ingin bertemu dengan pacarku hanya berdua?"
"Ei..." Seokmin tertawa. Jawaban sederhana Jisoo berhasil membuat pikiran Seokmin melayang tak karuan, entah kenapa. Seperti ada makhluk asing yang menggelitiki perutnya. Sensasi yang sungguh jarang Seokmin rasakan.
Jisoo ikut tertawa. Suara tawa yang tidak pernah gagal membuat Seokmin tertular bahagia. Bagaimana tidak? Suara tawa Jisoo begitu lembut. Jauh lebih renyah dibandingkan kerupuk. Kalau boleh jujur, suara tawa Jisoo sempat membayangi malam Seokmin. "Aku hanya bercanda... Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Tentang peran kita. Tidak masalah, kan? Apa aku mengganggu jadwal kuliahmu?"
"Sama sekali tidak. Kelasku dibatalkan hari ini. Baiklah, aku berangkat sekarang. Sampai jumpa di Kafe Wish."
Memutuskan sambungan telepon, mengamankan ponsel genggam ke saku celana, menutup kaca helm, Seokmin segera menancap gas. Dengan kecepatan sedang, Seokmin membelah jalanan yang tidak begitu padat. Angin pun berembus lembut membuat udara terasa begitu sejuk. Cuaca yang bagus untuk dilalui dengan cara yang istimewa. Pergi berkencan, contohnya. Sayangnya Seokmin masih berstatus jomlo hingga detik ini. Kalau tidak, sudah bisa dipastikan ia akan menghubungi sang kekasih lalu mengajaknya berjalan santai di taman bunga. Kencan sederhana namun sangat romantis.
Seokmin menggeleng pelan. Tertawa sendiri. Menertawai nasib diri yang terlalu lama jomlo sampai angan-angan pergi berkencan pun nampak mustahil untuk dilakukan dalam waktu dekat. Bahkan ia tidak tahu sedang menyukai siapa. Ingat dengan obrolannya dengan Jisoo tadi. Gadis bermarga Hong itu mengatakan bahwa ia telah berada dalam perjalanan. Jadi ada kemungkinan Jisoo sudah hampir sampai di lokasi pertemuan. Seokmin langsung menambah kecepatan motornya. Khawatir Jisoo terlalu lama menunggu.
Suara gesekan antara ban motor dan jalanan penuh pasir dan batu kerikil terdengar nyaring begitu Seokmin mengerem motornya mendadak. Ia benar-benar mengebut tadi. Memanfaatkan situasi jalanan yang sepi. Dan, sama halnya dengan suasana jalan raya, Kafe Wish pun dalam keadaan yang tidak terlalu ramai. Hanya diisi oleh beberapa anak muda. Sibuk bercengkrama sambil mengerjakan tugas. Mungkin karena sekarang ini sudah habis jam makan siang. Semua pekerja telah kembali ke kantor masing-masing. Seokmin langsung mengecek ponsel genggamnya untuk mencari tahu di mana Jisoo duduk. Tepat usai mobile data dinyalakan, pesan baru telah Seokmin dapatkan. Di lantai 2, meja dengan tema Pororo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Only (✓)
Fanfic[Seoksoo GS Fanfiction] Gagal memperkenalkan sosok pacar kebanggaan, tidak serta merta membuat Jisoo kehabisan akal untuk membungkam mulut kedua sahabatnya. Apa pun akan ia lakukan. Yang penting tidak merasa malu karena ketahuan telah dikhianati, ju...