CHAPTER 10"Gue gak sanggup lagi!"
Langkah kaki Lisa terhenti, tubuhnya berbalik untuk melihat Jennie yg telah terduduk ditanah. Sudah puluhan kali gadis itu mengeluh, berdebat dengan Lisa, lalu kembali mengeluh.
Keduanya tak tau harus berbuat apa. Semua peralatan bertahan hidup yg lisa siapkan, hilang entah kemana.
Mungkin tercecer saat ia terperosok, atau mungkin juga tenggelam saat dia dan jennie tergulung arus sungai.
"kita udah lewatin jalan ini berkali².. kenapa kita kesini lagi?"
Kalau harus jujur, Lisa pun sama lelahnya. Belum lagi bahunya yg seringkali tak sengaja terhentak saat jalanan menurun ataupun saat terjatuh, membuat Lisa setengah mati menahan sakit.
Mereka berencana mencari jalan kembali menuju puncak tapi hasilnya nihil. Aneh, puncaknya pun tak nampak dari tempat mereka berada saat ini. Keduanya justru berputar ditempat yg sama selama hampir seharian.
"gue mau pulang" Lagi² Jennie menangis.
Rasanya, sudah tak pantas jika Lisa berdebat dengan gadis itu disituasi seperti sekarang. Lisa pun ikut miris melihat Jennie menangis. Lisa paham bagaimana terpukulnya Jennie, tapi dia bisa apa?
Lisa ikut duduk tak jauh dari Jennie, dia menyandarkan punggungnya pada sebuah pohon besar.
Langit meredup. Pertanda malam akan segera tiba.
"Jen.." panggil Lisa.
Dia merentangkan tangan kanannya. Untuk sesaat jennie hanya diam berusaha meredakan isak tangisnya sendiri.
"sini"
Jennie menatap dalam manik mata Lisa. Tak ada lagi tatapan tajam dari gadis jangkung itu. Tidak ada juga nada² ketus yg menyebalkan dari cara bicaranya.
Tatapan Lisa begitu teduh sekarang. Nada bicaranya pun lembut. Seakan luluh, Jennie mendekat dan langsung memeluk tubuh Lisa. Melanjutkan tangisnya dalam dekapan gadis jangkung itu.
Pakaian mereka lusuh, bahkan robek dibeberapa bagian. Tubuh mereka pun kotor dan lembab. Keringat mengalir tanpa henti. Bekas tanah menempel sampai ke wajah² mereka.
"loe gak sendirian Jen.. ada gue.. kita berdua disini"
Mereka sadar, sifat egois dan keras kepala mereka harus ditanggalkan jika mereka ingin selamat.
Meskipun secara logika, rasanya tak mungkin keduanya bisa selamat dari hutan ini.
Tadi saja Jennie sempat muntah² dengan bercak darah setelah memakan dedaunan dan meminum air kubangan. Jika sampai berhari² dihutan ini.. entah bagaimana nasib mereka.
Lagi, tangis Jennie mengalir. Dia mengeratkan pelukannya pada Lisa. Tubuhnya gemetar bukan main.
"apa kita berdua bisa selamat?"
Jika masalahnya hanya sekedar makan dan minun, mungkin mereka masih bisa mencari alternatif lain untuk dikonsumsi. Begitu pikir Lisa.
Tapi jika masalahnya adalah binatang buas, Lisa tak yakin.
Dia masih memikirkan jawaban apa yg kiranya pas dan tidak semakin menjatuhkan mental Jennie yg sudah kadung jatuh. Biar bagaimanapun, mereka harus tetap bertahan sampai menemukan jalan keluar.
"loe percaya keajaiban?"
Dengan ragu, Jennie menganggukkan kepalanya.
"kalo loe memang percaya, kita bakal selamat"
Setidaknya menumbuhkan harapan dan kepercayaan dibenak Jennie mampu membuat keduanya lebih tangguh ketimbang menyerah pada nasib.
Tapi Lisa pun tak mungkin membohongi Jennie dengan kemungkinan terburuk yg akan mereka hadapi.
"Tapi kalau harus mati.." ucap lisa, gantung.
"kita mati berdua"
Mendengar jawaban Jennie yg entah sadar atau tidak, membuat senyum Lisa terbentuk.
"loe gak boleh ninggalin gue" lanjut Jennie.
Sungguh Jennie pun bingung, ia tak lagi takut pada malam, gelap, hewan liar, hantu atau hal² menakutkan lainnya.
Satu hal yg ditakutkan Jennie sekarang hanyalah, kehilangan Lisa.
"loe juga gak boleh ninggalin gue"
Tulus, Lisa mengecup pucuk kepala Jennie. Keduanya menangis, seakan ini adalah saat² terakhir mereka hidup.
Malam semakin pekat, tangis keduanya telah terhenti. Sekarang, suara binatang malam mendominasi dari segala penjuru. Sejauh mata memandang, yg nampak hanyalah kegelapan.
Namun siapa sangka, tiba² segerombolan kunang² menghampiri dan menari² diudara. Menjadi penerang sekaligus penghibur bagi keduanya.
Indah, seperti ribuan bintang kerlap-kerlip di langit malam.
"jadi, sekarang kita teman?" tanya Jennie
Gadis itu tak menyangka kalau pelukan Lisa ternyata senyaman ini. Hangat, dimalam yg begitu dingin.
"Pasutri"
Jennie malah terkekeh mendengar Lisa yg biasanya kaku, membuat guyonan.
"gak lucu"
"memang"
"loe tu nyebelin ya"
"dan loe nyusahin"
Duk! jennie memukul dada Lisa. Lalu kembali mengeratkan pelukannya.
"loe harus ceritain semua tentang loe ke gue"
"buat apa?"
"bahan obrolan"
"gue gak biasa cerita"
"masa cerita tentang diri loe sendiri gak bisa"
"ya mau gimana lagi, memang gak bisa"
"selain nyebelin, ternyata loe juga gak asik ya"
"iya"
"kok iya doang?"
"harusnya apa?"
"Biasanya protes"
"gak ah, nanti loe mukul lagi, sakit, bahu gue ikut gerak"
Mata Jennie spontan melotot. Detik itu juga Jennie teringat dengan bahu kiri Lisa yg patah.
Jennie hendak beranjak dari tubuh Lisa, tapi dengan satu gerakan Lisa meletakkan kembali kepala Jennie ke dada kanannya.
"argh!" keluh Lisa merasa pergerakan dibahu kirinya saat kepala Jennie membentur.
"bahu loe sakit! Kenapa loe nyuruh gue nyeder ke badan loe"
"percaya gak percaya, rasa sakit gue ilang kalo loe meluk gue"
"tapi tadi loe ngeluh"
"ya karena loe mau pergi, kalo loe diem aja meluk gue, gue gak sakit"
Akhirnya Jennie memeluk Lisa kembali. Kali ini dia lebih tenang. Sangking tenangnya memeluk Lisa, dalam hitungan menit Jennie merasa ngantuk dan langsung tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENLISA : LOVE MOUNTAIN
Tajemnica / ThrillerBerawal dari ciuman terpaksa, keduanya menjadi musuh yg saling membenci. Namun siapa sangka, Lisa dan Jennie kembali dipertemukan dalam suatu rencana pendakian di Love Mountain. Sebuah gunung dengan sejuta misteri. Pantangan bagi setiap pendaki digu...