Kalo ada typo, maafin yaa ^)
Selamat membaca!
——————
Setenang air. Sebadai ombak. Hatinya bergemuruh layaknya petir dimalam hari. Hembusan angin menyapu kulit putihnya. Saat ini, ia berada diatas atap sekolah. Guna bertemu dengan cintanya yang tak kunjung berlayar.
"Hai. Maaf lama." Sapa Nara dengan gugup.
Cintanya itu menoleh dan menatap datar kearahnya. "Gue langsung aja." Nara diam, tidak berniat membalas. Ia akan mendengarkan setiap kata yang cintanya ucapkan.
"Gue– gue gak suka sama lo, sekali lagi gue gak suka sama lo. Gue mau mulai detik ini lo berhenti ganggu hidup gue, berhenti ngejar ngejar gue, berhenti ngerendahin harga diri lo didepan gue. Gue gak tertarik sama sekali sama lo, sama sekali. Justru gue ngerasa ilfeel karena lo terus terusan ngejar ngejar gue, apalagi bertingkah seolah olah gue ini juga suka sama lo."
"Gue mohon, Ra. Stop. Gue muak!" Masih dengan ucapannya, Nara tidak pernah menyela setiap katanya yang terdengar seperti makian.
"Gue gak tau apa yang lo suka dari gue. Tapi yang pasti gue pengin lo stop, stop ngejar ngejar gue. Kikis rasa suka lo buat gue." Selesai mengatakan itu, cowok bernama Daffin itu menghembuskan nafas pelan, mengatur emosinya yang kini memuncak.
Tanpa menunggu balasan dari Nara, Daffin langsung pergi begitu saja. Sampai akhirnya Nara menjawab dengan suara pelan. Hal itu membuat Daffin memutar badannya.
"Oke! Selama ini lo udah nolak gue lebih dari satu kali, tapi gue gak berhenti juga buat ngejar ngejar lo. Sekarang emang udah waktunya gue berhenti, gue bakal berhenti cinta sama lo, gue bakal berhenti berharap sama lo lagi. Dan gue–," Nara menggantung kalimatnya.
Belum selesai melanjutkan kalimatnya, Nara langsung berlari meninggalkan rooftop serta Daffin sendiri disana. Satu tetes air mata jatuh mengalir dipipi Nara. Ia berlari sambil menangis. Bahkan banyak pasang mata menatapnya pun Nara tidak peduli. Sampai di kelas, semua menatap kearah Nara yang datang dengan keadaan menangis.
"Nara!"
"Ra, lo kenapa?"
"Nara, astaga."
Banyak pernyataan dan pertanyaan khawatir dari ketiga sahabatnya. Merasa tidak ingin menjawab, Nara merebahkan kepalanya di meja, menutupi mukanya dengan tas. Ketiga sahabatnya bingung, dan banyak pertanyaan, sebenarnya apa yang terjadi dengannya.
Saat ingin kembali bertanya, Nara bangun hendak pergi lagi. Tapi tiba tiba tubuhnya oleng sehingga jatuh pingsan. Kebetulan Theo, sepupu Nara datang dan langsung membawanya ke uks.
Daffin yang baru sampai didepan kelas setelah merutuki perkataannya di rooftop, terkejut ketika Theo membawa Nara pergi dalam sebuah gendongannya. Apa yang terjadi? Pikirnya.
Tanpa pikir lagi. Setelah Nara siuman dan menceritakan semuanya, Theo langsung kabur mendatangi ke kelas cowok brengsek yang sudah membuat Naranya menangis. Dengan emosi memuncak, Theo menyeret Daffin keluar ke lapangan. Daffin yang bingung hanya diam saja saat Theo membawanya.
"Brengsek lo!!" Satu pukulan berhasil mengenai wajah Daffin. Sadar akan itu, Daffin yang tidak lagi diam mulai membalas.
Perkelahian mulai disana. Theo yang semakin tersulut emosi dan Daffin yang tidak terima dengan sikap semena mena Theo. Mereka saling beradu kekuatan sampai lupa bahwa sekarang mereka berkelahi diarea lapangan sekolah. Teman teman mereka mulai mencoba memisahkan keduanya, namun mereka terus berkelahi.
Joni dan Tegar, bahkan tidak bisa memisahkan mereka. Haikal saja sempat terkena pukulan Daffin saat ingin memisahkannya. Sedangkan Juan sendiri hanya diam melihat serta bertaruh dalam hatinya sendiri siapa yang akan menang kali ini.
"Masalah lo sama gue apa anjing?!" Teriak Daffin saat ia tersungkur dilantai.
"Lo udah buat Nara gue nangis, brengsek!" Pukulan keras yang tepat dimuka langsung membuat Daffin jatuh tersungsur lagi.
"Kalo lo emang gak suka sama Nara, bilang baik baik. Gak usah bikin anak orang nangis!" Bentak Theo.
"Cih, emang dasarnya cewek lo aja yang cengeng." Lalu, "Lo tau? Sikap lo yang begini menunjukkan banget kalo lo sakit hati karena Nara gak balas perasaan lo, iya kan?"
Theo menarik kerah baju Daffin. "Sakit hati gak seberapa dari pada lihat orang yang gue sayang disakitin dan dibikin nangis sama bajingan kaya lo." Lalu, "Lo inget ini. Nara berharga buat gue, lebih berharga dari harga diri lo. Siapapun lo, anak presiden sekalipun nyakitin Nara. Besok abis lo ditangan gue!"
Semua orang yang menonton disana tercengang dengan ucapan Theo yang penuh peringatan dan ancaman.
"Theo udah!" Bentak Nara yang baru saja tiba dilapangan.
Keduanya menoleh. Theo melepaskan tangannya dari kerah baju Daffin, lalu berjalan menghampiri Nara. "Kamu kenapa disini? Masih sakit kan? Kenapa gak istirahat di uks?"
Nara memukul dada bidang Theo. "Lo gila apa gimana? Ini sekolah bukan tempat buat kelahi."
"Aku–." Kalimat Theo terpotong.
"Gue tau lo mau belain gue, tapi gak gini caranya. Kalo kesiswaan tau gimana? Lo mau diskor??" Racu Nara dalam kesalnya.
Nara menarik Theo pergi dari lapangan. "Ikut gue ke uks." Theo tersenyum simpul melihat perhatian yang Nara berikan. Naranya sudah kembali.
Semua orang disana terdiam melihat bagaimana perhatiannya Nara pada Theo.
"Sialan habis mukulin temen gue sampe biru, malah asik mesra mesraan. Didepan umum lagi." Pekik Juan kesal.
"Lo lebih sialan. Udah tau temennya gelut, malah asik berdiri gak bantu misahin." Semprot Haikal pada Juan.
"Kan udah ada elu."
"Babi!" Umpat Haikal, lalu melangkah menghampiri Daffin yang sudah berdiri dibantu Joni dan Tegar.
"Lo bikin masalah apa sih sampe pawangnya Nara kaya reog?" Tanya Haikal.
"Gue cuma nolak dia." Daffin menjawab santai.
"Tolol. Gue bilang biarin aja sampe Nara capek ngejar ngejar lo, jangan pake cara terang terangan lo nolak dia. Tau kan bakal gini akhirnya?" Ucap Haikal marah.
"Udah Kal. Ngomelnya ntaran, obatin Daffin nya dulu." Lerai Joni.
"Ya lo bertiga aja. Gue males."
"Lo juga harus diobati Kal." Kata Joni.
"Ntar sembuh sendiri." Jawab Haikal tanpa membalikkan badannya dan pergi.