Kalo ada typo, maafin yaa ^)
Selamat membaca!
——————
Tok tok tok
"Nara sayang." Suara Ayah menggema dibalik pintu kamar Nara.
"Masuk aja Yah, gak Nara kunci." Teriak Nara dari dalam kamar.
Ayah masuk ke dalam kamar putrinya. Ia menghampiri putrinya yang sedang berkutat asik dengan benda diatas meja belajarnya. Lantas ia duduk diatas kasur menghadap putrinya. Posisi Nara sekarang berada didepan meja belajar, yang otomatis membelakangin Ayah.
Nara memutar kursinya menghadap Ayah. "Kenapa Yah?"
"Kamu lagi belajar?" Tanya balik Ayah.
Nara menggeleng. "Cuma lagi baca buku aja, Yah."
Ayah mengangguk angguk. "Ikut Ayah yuk?"
"Kemana?"
"Belanja bulanan, sekalian beli laptop baru buat kamu." Kata Ayah.
"Tapi, laptop Nara yang lama masih bagus."
"Gak baik loh sayang nolak rejeki."
Nara terkekeh. "Iya udah, Nara siap siap dulu." Ayah mengangguk lagi, lalu keluar kamar Nara.
Nara mendorong troli belanja mengikuti langkah panjang Ayah dari belakang yang kini sibuk memilih sayur sayuran. Mereka sampai beberapa menit yang lalu diantar oleh supir. Ia tersenyum setiap kali Ayahnya bingung mau beli yang mana, dan ujung ujungnya meminta pendapat kepadanya.
Bagi Nara, Ayah itu sosok yang seperti Ibu. Kadang bisa jadi Ayah yang tegas, galak, dan suka ngomel. Ayah juga bisa seperti Ibu, yang lemah lembut dan begitu penyayang. Sejak Ibu pergi. Ayah tidak pernah mau kalau disuruh nikah lagi sama pilihan Oma. Menurut Ayah, Ibu adalah cinta pertama sekaligus cinta terakhir. Sampai kapanpun tidak akan bisa diganti oleh siapapun.
Tapi suatu saat nanti kalau memang Ayah berkenan untuk menikah lagi, Nara terima terima saja. Asalkan calon istri Ayah nanti bisa menyayangi seperti besarnya rasa sayang Ibu ke Ayah dan juga ia.
"Nara, mau beli buah?" Ayah tanya lagi.
"Mau."
Ayah mengangguk. "Kamu pilih pilih dulu ya. Ayah mau cari sesuatu disana."
Nara tersenyum lalu mengangguk.
Ketika hendak menimbang buah, Nara tidak sengaja menabrak orang. Dengan otomatis semua plastik buah yang ada ditangan Nara jatuh.
"Aduh maaf, maaf." Seru seseorang itu. Seseorang itu ikut membantu Nara mengumpulkan buah yang pada jatuh. Saat itu juga Ayah datang, ikut membantu juga.
Orang itu menunduk, meminta maaf. "Maaf, saya gak sengaja tadi."
"Oh gak, seharusnya saya yang minta maaf. Maaf tadi gak lihat jadi nabrak kamu." Ucap Nara ikut menunduk.
"Gak papa, saya juga salah, ya sudah mari saya permisi dulu." Nara mengangguk sama dengan Ayah.
Mobil yang ditumpangi Nara melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan ibu kota kini perlahan terlihat sepi, para pengendara yang lewat pun dapat ia hitung.
Hari ini lelah dan bahagia tercampur menjadi satu. Bahagia karena bisa menghabiskan waktu dengan Ayah. Lelah karena harus mengelilingi mall sebesar itu. Namun semua itu lenyap seketika saat melihat senyum bahagia Ayah. Nara ingin, ingin selalu melihat Ayah bahagia, tertawa lepas seperti tadi, hingga lupa bahwa suatu hari kebahagiaan itu akan lenyap.
Ayah mengusap surai rambut Nara. "Tidur sayang, kamu pasti capek kan?"
Nara menggeleng. "Gak Ayah, Nara justru bahagia karena bisa ngabisin waktu seharian sama Ayah." Lalu, "Sehat selalu dan bahagia selalu ya, Yah." Lanjut Nara.
Ayah tersenyum lalu mengecup kening Nara sebentar. "Pasti sayang."
Nara kembali menatap jendela mobil. Mobil mereka berhenti karena ada lampu merah, seperti kebetulan mobil Nara berdampingan dengan motor Daffin. Refleks Nara terkejut karena disamping mobilnya ada motor Daffin bersama satu cewek dibelakang jok motornya. Mereka terlihat seperti habis pulang ngedate. Tanpa sadar Nara memperhatikan Daffin meskipun terhalang kaca mobil. Sakit dalam hatinya kembali bergemuruh. Menolak dengan kata makian itu memang nyata, lebih nyatanya lagi ternyata Daffin sudah memiliki pacar.
"Ternyata lo nolak gue karena lo udah nemuin cinta pertama lo. Ck, sakit banget hati gue." Gumam Nara dalam hati.
Hati Nara semakin teriris rasa sakitnya saat cewek dibelakang jok motor Daffin memeluk erat pinggang Daffin. Nara memejamkan mata guna menghilangkan desiran sakit hati didalam hatinya.
Lantas setelah itu lampu hijau menyala, semua pengendara mulai kembali menjalankan kendaraannya. Sama seperti mobil Nara dengan motor Daffin yang sama sama sudah melaju dengan kecepatan sedang.
Tiba di rumah rupanya Nara ketiduran. Ayah Nara mengangkat tubuh putrinya, lalu ia bawa masuk ke rumah.
Ayah Nara meletakkan tubuh putrinya dengan perlahan ke atas kasur. "Selamat tidur putriku." Ucapnya kemudian mengecup pelan kening Nara.
Ia mematikan lampu kamar putrinya lalu keluar dari kamar. Sejenak ia berhenti diambang pintu kamar putrinya. "Ayah janji nak, Ayah akan selalu membahagiakan kamu disisa hidup kamu." Katanya kemudian pergi.
Setiap malam Ayah Nara selalu menangisi bagaimana nanti kehidupannya jika putri satu satunya meninggalkannya? Ia juga selalu merasa bersalah karena dulu telah menyuruh istrinya untuk mengendarai mobil sendiri tanpa diantar supir.
"Apa yang harus aku lakukan Hana... Aku sudah kehilanganmu, sekarang aku juga harus kehilangan putriku, putri kita." Kata Ayah Nara sambil menatap foto istrinya.
"Mengapa semua orang yang aku cintai pergi begitu cepat... Hana tolong bantu kuatkan aku." Ayah Nara terus mengadu, berharap ada suatu keajaiban datang.