07: Privilege.

3.8K 447 96
                                    

Jungkook meneguk ludahnya saat tidak sengaja bertatapan dengan Taehyung yang berada tidak jauh di tempatnya. Pria Kim itu tampak tidak peduli dengan kehadirannya dan menyibukkan diri dengan ponsel di genggamannya. Rasanya, ia ingin sekali berlari ke sana dan duduk di pangkuan Taehyung, mencium pria itu habis-habisan sampai oksigen menipis. Tapi, halnya itu tidak akan mungkin terjadi karena kecanggungan yang menyelimuti keadaan sekarang. 

Yoongi menyuruhnya untuk ikut ke perusahaannya, tanpa tahu bahwa Taehyung tiba-tiba datang ke sini juga, entah untuk apa. Sedangkan Yoongi sedang ada rapat dan mau tidak mau keduanya harus berdiam di sini sampai Yoongi kembali. Jungkook duduk di sofa single sedangkan Taehyung berada di sofa panjang yang tersedia, mengacuhkan dirinya yang sedang memikirkan berbagai cara untuk memulai pembicaraan. 

Bagaimana juga, minggu yang lalu ia sudah menolak pria Kim dan berkata bahwa mereka akan berperan seperti orang yang tidak mengenal satu sama lain. Jungkook sangat menyesali keputusannya saat itu karena sungguh, ia sangat merindukan Taehyung. Namun, itu semua tidak akan lagi sama. Taehyung menurutinya dan Jungkook harus siap menghadapinya. 

Waktu terasa lama sekali. Ini sudah memasuki jam siang tapi Yoongi belum muncul juga. Ia melirik Taehyung yang sepertinya kebosanan dan mulai beranjak dari tempatnya, ingin keluar. Namun, sebelum itu, Jungkook mencegahnya. Berdiri di depan Taehyung yang mengangkat alisnya tidak suka dengan raut dingin dan datar. Jungkook rasanya ingin menangis dengan hatinya yang tercubit keras. 

"Jika kau tidak ada perlu, minggir. Aku ingin keluar." Nada bicaranya saja sudah tidak sama seperti yang dulu, lembut dan menenangkan. Yang ada, sekarang penuh dengan kesinisan. 

"Taehyung, kita butuh bicara." Katanya pelan. Jungkook menatapnya dengan bola mata yang bergetar. 

"Bukankah semuanya sudah selesai?" Taehyung mendesah jengkel saat tidak ada jawaban dari Jungkook. Padahal, dalam hatinya ia berkata lain. Taehyung sangat ingin memeluk Jungkook saat ini, tubuh ringkih yang pernah didekapnya dan mengelus rambut halus itu. Kemudian memberikan kecupan kecil di seluruh wajahnya. Namun, ini bukanlah waktu yang tepat dan sama. Jungkook yang memulai perpecahan ini dan ia tidak mau untuk memulai persatuan kembali. 

"T-taehyung…" Jungkook berusaha meraih tangan pria itu tapi ditepisnya cepat yang membuatnya malu dan sedih menjadi satu. 

"Cepat. Aku tidak punya banyak waktu." 

Dengan itu, Jungkook menyusun setiap kata yang akan ia ucapkan. Bibirnya terasa kelu dengan jantung yang berdegup kencang. Ia mengepalkan tangannya di samping sisi tubuhnya dan mendongak, menatap Taehyung tepat di mata. 

"Aku merindukanmu." 

Setelahnya, hening. Taehyung terdiam dan Jungkook menunduk, enggan melihat reaksi dari pria itu. Sampai helaan napas kasar terdengar dari bilah Taehyung, Jungkook meremat ujung pakaiannya erat. Pikirannya sudah berkelana macam-macam. 

"Aku juga." 

Respon itu membuat Jungkook membola, matanya berbinar senang. Ia melangkah lebih dekat, menggapai rahang Taehyung, ditangkupnya halus. Keduanya bersitatap, Jungkook tersenyum manis dan Taehyung tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Dengan itu, ia mengikis jarak mereka. Jungkook menyatukan kedua ranum mereka, melumatnya halus. Taehyung belum membalasnya, namun pria itu merengkuhnya dalam pelukan.

Jungkook melepas tautan itu dan menatap Taehyung lekat. "Aku… mencintaimu." 

Taehyung tersenyum tipis, "Aku juga." 

"... sebelum ada hati yang harus aku jaga." Lanjutnya. 

Si Jeon mengerutkan keningnya tidak mengerti, "Apa maksudmu, Taehyung?" 

serendipity [taekook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang