20: Job.

3.4K 306 53
                                    

"Bangsat."

Bibir tipis itu mengumpat. Yoongi mengusak surainya kasar. Kantung matanya terlihat sangat jelas, menghitam karena pria itu hanya tidur 3 jam dalam satu hari. Mencari keberadaan Taehyung dan Jungkook yang hilang entah kemana.

Histori Bandara pun tidak ada nama mereka. Yoongi sangat yakin jika Taehyung membayar ke pihak penerbangan agar menghapus nama mereka dari pencaharian pesawat.

Yoongi pusing setengah mati memikirkan kemana mereka pergi. Mencari-cari sampai pagi tidak ada jejaknya. Taesuk juga terus menanyakan hal yang sama setiap hari dan ia sungguh muak.

"Dimana kalian..." bisiknya lelah. Tubuhnya disandarkan di kursi empuknya. Memejamkan mata sembari menghela napas pelan, melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 pagi.

"Lebih baik aku tidur." Ia beranjak, menghampiri ranjangnya yang sudah menggodanya untuk dinaiki segera. Maka, ia mengesampingkan hal yang membuatnya pusing dan memilih untuk terlelap dalam pejaman mata. Berharap esok akan ada keajaiban yang menyertainya.

•••

"Kalau aku kembali ke pekerjaanku yang dulu, bagaimana?"

Pertanyaan itu menarik perhatian Taehyung yang semula sibuk dengan berkas untuk melamar kerjanya hari ini. Ia menoleh, mengerutkan keningnya. "Model maksudmu?"

"Bukan itu." Jungkook menjawab hati-hati.

Seakan tahu apa yang Jungkook maksud, ia langsung menggeleng tegas. Taehyung menaruh berkasnya di atas meja dengan gebrakan yang cukup keras, mampu membuat Jungkook berjengit.

"Kau gila." Taehyung berujar dengan nada marah.

"Sudah bagus kau tidak lagi masuk ke dalam lubang hitam itu dan sekarang kau mau mengulanginya lagi? Dimana otakmu, Jungkook." Taehyung memejamkan mata, mengepalkan tangan di sisi meja.

Jungkook yang tahu jika perkataannya membuat Taehyung naik pitam memilih untuk diam sesaat. Mendengar bagaimana napas pria itu yang berat bersahut-sahutan, bahkan dengan suara napasnya saja ia yakin Taehyung sungguh ingin meledak detik itu juga.

Ia sudah memikirkan hal ini beberapa hari ke belakang semenjak mereka di Jepang. Tabungan mereka mungkin masih cukup, namun, lama-lama juga akan kandas dengan seiring waktu. Mencari pekerjaan dengan statusnya yang masih warga Korea dan ijazah di bawah standar membuatnya hilang akal. Jungkook tidak mau mereka akan kesusahan secara ekonomi, ia tidak mau apa yang mereka rencanakan dengan baik akan hilang karena tidak ada pasokan biaya.

"Aku tidak setuju. Sama sekali." Taehyung berujar kembali. "aku yakin, kita akan mendapat pekerjaan secepatnya. Jangan dengan mengambil cara yang gegabah lagi, Jungkook."

Taehyung mulai merapikan berkasnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. "Aku sungguh marah jika kau berkata seperti itu lagi."

"Tapi kita tidak punya pilihan lain lagi, Taehyung."

Jungkook menatapnya dalam, "Kau mau kita mati kelaparan?"

Si Kim tertawa pahit. "Kau kira aku rela membiarkan tubuhmu dipakai oleh orang lain sedangkan kau adalah kekasihku?"

"Pria mana yang rela, Jungkook!" Lanjutnya sembari membentak. "Aku sudah banyak pikiran, ku mohon jangan tambah lagi."

"Aku juga mau mempunyai pekerjaan, tidak hanya kau saja!" Jungkook bangkit dari duduknya. "aku tidak tega melihatmu kelelahan setiap hari, pulang dengan keadaan lelah karena seharian berkeliling. Aku merasa tidak berguna."

"Sayang." Taehyung ikut berdiri. Memegang bahu Jungkook, "tapi tidak dengan pekerjaan itu."

"Banyak yang lain." Yang lebih muda memandang Jungkook yang sudah berbinar matanya karena menahan tangis. Si Jeon melengos, "Aku putus asa, Taehyung..."

"Aku mengerti." Taehyung membawanya dalam pelukan hangat. "Kita cari jalan keluarnya."

"Kita bisa memulainya dari hal kecil." Taehyung tersenyum kecil, bahunya menurun, lebih rileks dari sebelumnya.

"Kau pintar masak, kan?"

"Ya." Jawab Jungkook dengan suaranya yang teredam di leher pria itu.

"Mungkin kau bisa melamar di kedai kecil? Tidak peduli gajinya berapa, asalkan tidak dengan itu, oke?"

"Tapi jika mereka tidak menerimaku bagaimana..." rengek Jungkook. Taehyung mau tak mau terkekeh akan itu.

"Apakah menjadi tukang masak harus memakai ijazah?" Taehyung mencoba menghiburnya. "yang diperlukan hanyalah tanganmu, Jungkook."

Jungkook mengangguk paham, "Okay..."

"Kau mau makan apa nanti malam?" Jungkook menjauhkan tubuh mereka, merapikan kembali kemeja Taehyung yang sempet berantakan karena pelukan mereka tadi.

"Apa saja akan aku makan kalau Jungkookie yang buat." Taehyung tersenyum manis dan si Jeon membalas senyumnya. Perutnya tergelitik, merasa sangat dicintai oleh Taehyung sebegitu besarnya membuatnya bahagia bukan main.

"Tapi kita harus mulai berhemat, tidak apa jika hanya dua lauk saja?"

"Tidak masalah." Taehyung mengusak surainya lembut. "Jika bersamamu, makan nasi dan garam saja aku tidak apa."

Degup jantungnya memberontak. Perkataan pria itu benar-benar membuatnya hilang kewarasan. Padahal Taehyung terlahir dari keluarga yang kaya dan bergelimang harta, tapi dia memilihnya untuk menetap disini, memulai kehidupan yang baru. Sedangkan ia sudah terbiasa tidak makan seharian, berbeda dengan Taehyung yang setiap harinya dibuatkan makanan yang lezat.

Perubahan gaya hidup keduanya tidak membuat Taehyung berpaling darinya. Pria itu berjuang dengannya, tidak peduli jika akan kehabisan stok makanan atau sabun untuk mereka mandi. Taehyung hanya ingin bersamanya.

Tas kerja sudah disampirkan digenggaman Taehyung. Pria itu menghela napasnya pelan dan menunduk, mengecup keningnya lembut. "Sampai bertemu nanti malam."

Jungkook mengangguk, membalas kecupan di bibir. "Sampai nanti."







tbc.


maaf pendek banget ya :(

tapi gpp kan, dikit2 menjadi bukit kan wkwk :p

nanti chap depan beneran panjang! aku janji, ga php lagi😢

serendipity [taekook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang