"Terima kasih, Bibi." Jungkook berujar sembari tersenyum hangat. Menerima piring berisi beberapa lauk yang terlihat sangat enak untuk disantap. Ia memasuki kembali flat murahnya, dan menghela napasnya pelan.
Meletakkan piring berat itu di meja makan dan beralih ke kamarnya untuk segera bersiap. Sungguh, ia sebenarnya sudah lelah sekali, namun apa yang bisa ia perbuat kecuali bekerja seperti ini? Hidupnya hanya dilimpahi oleh uang-uang yang tidak seberapa jumlahnya. Jungkook bahkan sudah luntang-lantung untuk mencari banyak uang, menghidupi hidupnya yang jauh dari kata berada.
Dulu, ia sangat percaya bahwa pekerjaan ini benar-benar memberikan uang secara praktis. Memang, itu terbuktikan, namun ia tidak tahu jika hasilnya hanya bisa membeli bahan makanan untuk seminggu. Ia sudah mencatat dengan baik agar ia tidak mengalami kekurangan, tapi itu selalu terjadi setidaknya satu sampai dua kali dalam sebulan.
Tarifnya tidak menentu. Ia juga bukan pekerja yang handal untuk mengatasi itu semua. Banyak yang bilang; "Percuma wajah menarik jika servisnya tidak memuaskan." Kalimat itu sangat menohok, seolah menyindirnya habis-habisan. Jungkook hampir 7 tahun melakoni pekerjaan ini, tapi selalu dibabat habis oleh teman-temannya. Mereka berpengalaman, jauh di bawahnya.
Jungkook frustasi karena pernah selama seminggu tidak ada yang mau membayarnya. Ia bahkan sudah menentukan harga termurah karena ia butuh uang untuk makan, perutnya berteriak minta diisi tapi tetap saja tidak ada yang mau.
Ia lelah, tidak kuat untuk menumpu beban sendirian. Tidak punya teman sama sekali. Ia hanya butuh sandaran untuk menceritakan keluh kesahnya, hanya itu. Tapi, selama ini ia berjalan sendirian, menapaki rintangan satu demi satu hingga ia berakhir di sini sekarang.
Kembali kepadanya yang sudah rapih dengan setelan yang biasa ia pakai untuk menggoda para pelanggannya. Sebelum itu, ia memakan makanan yang sudah tetangganya berikan tadi, beruntung sekali karena hari ini ia belum sempat mengisi perutnya karena dompet sedang menipis.
Butuh sepuluh menit untuk menyelesaikan semuanya, Jungkook beranjak keluar tidak lupa untuk mengunci pintu flatnya.
Sejenak memandang langit yang sudah menggelap dikarenakan hari sudah menjadi malam, ia meremat tali tasnya erat dengan senyuman tipisnya, "Semangat, Jungkook."
•••
"Aku mohon, berikan aku satu saja, Jae. Aku sungguh butuh sekarang, beberapa hari kemarin aku tidak mendapat pelanggan sama sekali." Jungkook memelas, nadanya begitu lemas. Ia tidak sedang mendrama, namun ia benar-benar sudah putus asa.
Minjae mendesah kesal, "Usaha sendiri, Kook. Aku juga mati-matian agar mendapat dua pelanggan. Maaf sekali, aku tidak bisa membaginya padamu. Anakku sebentar lagi ulang tahun, aku harus memberinya hadiah untuknya." Minjae berkata dengan sedikit menyesal, mengusap tangan Jungkook penuh simpati. "Maaf." Katanya lagi.
Jungkook dengan berat hati mengangguk, lalu tersenyum kecil, "Sampaikan salamku pada Minie, ya? Aku minta maaf juga karena tidak bisa memberinya kado, aku sedang krisis keuangan."
Minjae tersenyum tipis, "Baik, nanti pasti akan aku sampaikan. Maafkan aku sekali lagi ya, Kook? Aku janji jika aku mendapat pelanggan lebih, aku akan membaginya padamu."
Si Jeon menggeleng dan tertawa kecil. "Tidak apa, bukan masalah. Selamat bermain!"
Tinjuan kecil dibahu mengakhiri percakapan mereka. Minjae berlalu sembari menggandeng salah satu pelanggannya. Dan Jungkook hanya terdiam di meja bar, meratapi nasibnya yang sangat buruk.
Ia menolehkan pandangannya pada bartender yang ia ketahui sudah lama bekerja di sini, bahkan sebelum ia terjun pada dunia fana ini. "Hei,"
Panggilannya menghasilkan atensi, Jungkook mengetuk sepatunya di lantai dengan gugup, "Apa kau butuh sedikit kesenangan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity [taekook]
Fanfiction[ON HOLD SAMPAI MOONSTRUCK SELESAI] Jungkook hanyalah seorang pekerja seks komersial yang ingin bertahan hidup di tengah dunia yang padat. Tapi, bagaimana jika takdirnya harus dipertemukan oleh pria yang tidak ia duga? bxb top!tae bott!kook