10: Pergulatan Hati

5.6K 702 24
                                    


...

..

.


Masih di hari Minggu yang cerah, penunjuk waktu sudah memamerkan pukul dua siang. Tay dan Bossa masih terus mengawasi rumah pink ungu yang ditinggali Win. Bossa belum mau pulang. Katanya ingin menunggui pacar Win.

"Paman, lihat itu ada laki-laki lain!" teriak Bossa kepada Tay yang mulai separuh tertidur. Jujur saja ia mengantuk.

Yang Bossa maksud tadi adalah Gun dan Jumpol. Sejoli itu keluar dari mobil lalu duduk di teras rumah. Gun dengan manjanya merebahkan kepala di pundak Jumpol. Entah apa yang mereka berdua perhatikan, yang jelas saat ini mereka berdua menghadap ke laptop yang berada di pangkuan Jumpol.

"Aku tahu pria baju pink yang bersandar itu. Dia juga teman Win. Tapi, aku tidak mengenal pria yang memakai baju hitam itu, Boss. Mungkin itu pacar si baju Pink."

Bossa mengangguk-angguk begitu mendengar penjelasan Tay. Ia kembali memperhatikan dua pria yang duduk di teras. Tay sendiri mengusap matanya. Ia berusaha mengumpulkan nyawa dan merenggangkan tubuhnya yang mulai terasa kaku karena sudah duduk di mobil dari pagi hari.

"Paman, aku lapar," ucap Bossa sambil menggoyang-goyang tangan Tay yang kini kembali menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

Tay mendengus, memeluk tangannya sendiri supaya tak diguncang oleh Bossa. "Tunggulah sebentar! Aku juga lapar. Salahmu sendiri kenapa ingin terus di sini?" tanya Tay sambil berusaha kembali tidur.

Bossa mengusili hidung Tay. "Kau ini bagaimana, Paman? Bukankah kau bilang ingin membantuku?"

Tay menepis pelan tangan ponakannya. "Aku memang ingin membantumu, tapi bukan berarti kita seperti orang jahat yang terus mengawasi rumah Win seperti ini, Boss. Seharusnya aku bisa mencuci mata di kafe atau taman kota." Tay benar-benar mendengus. Dia kehilangan kesempatan untuk mencari mangsa kencan satu malamnya karena menemani ponakannya yang terobsesi pada Win.

"Kalau tidak seperti ini bagaimana kita bisa tahu tentang Win, Paman?"

"Ah ... terserah kau sajalah. Paman ngantuk!" ucap Tay sambil melipat kedua tangannya di dada.

Bossa mencebikkan bibirnya ke arah Tay yang memunggunginya sekarang. Tak kehilangan akal, kini Bossa meronta sambil berteriak, "LAPAR!"

Tay yang tadinya berniat tidur malah jadi terganggu dengan kegiatan Bossa. Dia memutar tubuhnya untuk tersandar pada setir mobil. Setelah itu, dia menghantukkan kepalanya sedikit ke arah setir mobil. Dia hanya berusaha mengingat apa dosanya, sehingga harus mendapat ponakan seperti Bossa. Dia kini menghadap Bossa dengan senyuman manis yang dipaksakan. Sungguh, dia tengah menahan emosinya. "Boss apa yang kau lakukan? Tolong diam, ya, paman ngantuk," ucap Tay sedikit memelas.

"Aku lapar, Paman! Ada toko roti di sana tadi. Biar aku yang mengawasi rumah Win," ucap Bossa yang kini sudah duduk manis. Matanya mengerjap berusaha tampak lucu agar Tay tunduk padanya.

Apakah berhasil?

Tentu saja!

Tay tak pernah bisa menolak Bossa yang menggemaskan. Dia menggaruk-garuk kepalanya sambil mengembuskan napas panjang. "Bersyukurlah karena kau ponakanku. Jika tidak sudah kumakan kau," ucap Tay lalu menirukan suara monster sambil mencubit hidung Bossa.

Bossa hanya tertawa melihat kelakukan pamannya. Dia menepuk-nepuk tangan Tay yang masih mencubit hidungnya.

"Tunggulah di sini. Jangan kemana-mana, dan jangan sentuh apa pun!"

"Siap, kapten!" ucap Bossa dengan lucunya.

Tay melangkahkan kakinya dengan sedikit malas menuju toko roti di simpang jalan depan rumah Win. Ternyata ingatan Bossa benar, di sana ada toko roti. Tay sendiri bahkan tak ingat akan fakta itu. Sesampainya di toko roti, Tay langsung memasuki baris antre. Toko roti itu cukup ramai. Mungkin karena rasanya enak.

[✓] BrightWin ― My BaebyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang