...
..
.
"Segera kemasi barang-barangmu. Mulai besok, kau tinggal di rumahku!"
"Kau begitu polos, Win. Jika kau pintar, kau akan tahu bagaimana perasaan Bright padamu."
Dua kalimat itu terus mengiang di telinga Win. Ucapan Bright lalu ucapan New. Memang otak kecil Win itu agak susah jika diajak berpikir cepat. Tapi, ini sudah semalaman, dan dia masih tak mengerti dengan ucapan New. Jika dia tidak salah paham, New bilang kalau Bright menyukainya, begitu, kan?
Ah, entah kenapa Win merasa itu tak mungkin.
Win merasa dirinya benar-benar bodoh karena tidak bisa mengerti apa yang dimaksud New. Sampai-sampai pagi ini Win bangun dengan hati yang gundah. Dia ragu apakah dia harus benar-benar pindah ke rumah Bright atau tidak. Win terus memikirkan apa jadinya jika dia tingal di sana.
Seharian dia akan melihat Bright. Jelas itu menyenangkan. Dia bisa dengan mudah selalu mengindahi Bright. Tapi ... dengan begitu dia akan semakin susah untuk konsentrasi bekerja karena pria pujaan hatinya akan terus berada dalam pandangannya. Dengan kondisi begini saja kepalanya sudah dipenuhi kemelut antara mengikuti nasihat Gun atau mengikuti pikiran setan New.
Memang tinggal di rumah Bright tampak akan menyenangkan, tapi juga menghadirkan banyak pertimbangan. Belum lagi soal Mild.
Senang, sih, bisa terus bersama Bright. Tapi Win yakin kalau dia mengikuti hasratnya, maka ia salah. Bright sudah beristri soalnya.
Sejenak kepalanya dipenuhi dengan imajinasi akan Bright yang baru saja bangun tidur. Pasti seksi dan menggiurkan, pikirnya dalam hati. Jika ini film kartun, mungkin Win sudah mimisan karena membayangkan Bright. Ia bahkan tersenyum bodoh seperti orang mesum.
Tiba-tiba senyuman di wajah Win menghilang. Dia mengingat satu fakta, kali ini bukan soal Mild, tapi Bossa. Ya, senyumannya hilang. Mendadak berubah menjadi wajah ketakutan karena merasa ngeri ketika mengingat bahwa dia juga akan seharian bersama Bossa.
Win menghentakkan kakinya. Ia sedikit kesal karena bayangan indahnya tiba-tiba saja dirobek oleh bayangan Bossa yang melemparkan senyuman jahil. Pria kecil itu akan lebih mudah menjahilinya bukan?
Tapi ... tak apalah. Win berusaha menyugesti dirinya agar dia bisa menikmati waktu bersama Bossa yang ia sayangi itu. Mudah-mudahan Bossa bisa lebih manis setelah ini. Memang Bossa jahil, tapi Win sudah terlanjur sayang dengan Bossa. Dan Win yakin, kehadiran Mild bisa membuat Bossa bahagia. Urusan hatinya sendiri, bisa pelan-pelan ia susut.
Akhirnya Win memutuskan mulai mengemas barang-barang. Semua barang yang kira-kira dia butuhkan dikemas dalam satu tas jinjing berukuran sedang. Dia memilih untuk tetap pulang ke rumah kontrakannya sesekali, karena dia tahu kalau dia pasti akan merindukan dua temannya yang menyebalkan sekaligus dia sayangi—sama seperti Bossa.
Setelah selesai berkemas, Win langsung menaiki bus umum yang membawanya ke rumah Bright. Beruntung dia langsung mendapat kursi di bagian belakang. Dia bisa dengan leluasa menyimpan tas jinjingnya di bagian lorong dan tidak begitu mengganggu penumpang lain.
Sesampainya di rumah Bright, dia langsung disambut oleh Mild yang tampak cantik seperti biasa.
"Hei, banyak sekali barang bawaanmu?" tanya Mild sambil memperhatikan Win dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tas jinjingnya begitu mencolok dengan motif bunga-bunga berwarna campuran merah, kuning, dan hijau. Asal beli karena sedang diskon waktu itu. Oh, dan di tubuhnya juga menempel tas punggung yang hampir meledak karena isinya begitu penuh.
Win hanya memberi senyum terpaksa. Dia kembali tertampar dengan fakta bahwa Mild sekarang sudah ada di rumah Bright. Ya ... istri Bright, ibu Bossa, sudah ada di sini. Mereka sudah menjadi keluarga lengkap. Itu berarti tiap hari dia akan tersiksa karena terus melihat Mild bersama Bright dan Bossa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BrightWin ― My Baeby
FanfictionUnpublished untuk editing. Kalau ada yang kangen cerita ini bilang saja lewat komen atau wall profil atau DM atau mention twit atau mana saja, nanti aku usahan up berkala ^^ ________________ Mencintai anaknya―sebagai bonus, cintai juga ayahnya. ====...