...
..
.
Bright mendekatkan jarak antara wajah mereka.
Melihat itu, Win semakin susah mengatur napasnya. Dia memegang ujung bajunya sendiri sambil terus menatap wajah Bright.
Lagi, Bright terus mendekatkan wajahnya.
Win dengan otomatis menutup matanya. Semakin lama semakin terasa napas Bright yang menerpa kulit wajah Win. Karena tak sanggup mengatur napasnya sendiri dengan otomatis Win menaikkan tangannya menahan dada Bright.
"Jangan, Tuan!" pekik Win tiba-tiba, tangannya masih menempel di kemeja bagian dada milik Bright.
Bright menghentikan aktivitasnya. "Tapi kurasa kau membutuhkannya," ucap Bright dingin.
Win mengangguk. Matanya masih terpejam kuat, tangannya masih mencengkeram kemeja Bright di bagian dada. "Aku tahu. Aku memang sangat menginginkannya. Tapi kau sudah beristri, Tuan," ucap Win sambil sedikit membuka matanya
"Apa maksudmu?" tanya Bright ketus lalu menaikkan satu alisnya.
"Aku tidak mau berciuman di depan rumahmu. Istrimu bisa melihatnya," ucap Win sambil menunduk. Tangannya lagi-lagi masih mencengkeram kemeja Bright.
Bright memutar bola matanya. Dia melepaskan tangan Win yang masih mencengkeram kemejanya. "Siapa yang bilang aku akan menciummu?" tanya Bright dingin. "Aku hanya ingin meniup matamu!" lanjut Bright masih dengan nada ketus.
Win dengan segera memukul kepalanya sendiri. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha membuang pikiran liar sepihaknya. Bodoh sekali, gumam Win pada dirinya sendiri.
"Pakai seatbeltmu!" ucap Bright sebelum memacu mobil ke rumah Win.
Beruntung kali ini tidak ada tragedi tarik menarik dengan seatbelt. Sepertinya seatbelt itu pun takut membuat masalah dengan Bright.
Sepanjang perjalanan hanya suara radio yang mengisi suasana hening antara Win dan Bright. Sesekali Win mencuri pandang ke arah Bright yang sangat tampan ketika konsentrasi menyetir. Win cukup kagum dengan Bright yang hapal dengan rute ke rumahnya. Padahal baru sekali Bright mengantar Win pulang.
Ponsel Bright berbunyi. Nomor kontak yang disimpan dengan nama 'Home' terpajang di layar ponselnya. Dengan segera Bright mengangkatnya ketika melihat nomor rumahnya tertera di layar. ponselnya diletakkan di dashboard dan diset mode loudspeaker.
"Dadi, di mana?" tanya suara Bossa dari seberang sana.
"Ada apa, Boss?" tanya Bright dengan suara tenang.
"Mama mencarimu. Katanya ada yang ingin Mama bicarakan," ucap Bossa lagi.
Bright mengembuskan napas kasar. Jemarinya menggenggam kuat kemudinya. Win sempat melirik sebentar karena melihat jaksa tampan itu begitu gusar.
"Sebentar lagi aku pulang. Aku sedang di jalan mengantar Win pulang."
Begitu mendengar jawaban Bright, senyum indah terpajang lebar di wajah Bossa yang kini sedang duduk di kursi kerja Bright. Entah apa yang dipikirkan anak kecil itu. Hanya Tuhan dan author yang tahu.
"Kau mengantar Met? Apa Met mendengar kita?" tanya Bossa lagi.
Bright menoleh ke arah Win sebentar. Mata Win sempat membundar karena merasa tertangkap basah tengah memandangi bosnya itu.
"Ya, dia ada di sampingku. Apa kau ingin bicara padanya?" tanya Bright sekedar berbasa-basi.
"Mau mau!" jawab Bossa dengan nada cerianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BrightWin ― My Baeby
FanficUnpublished untuk editing. Kalau ada yang kangen cerita ini bilang saja lewat komen atau wall profil atau DM atau mention twit atau mana saja, nanti aku usahan up berkala ^^ ________________ Mencintai anaknya―sebagai bonus, cintai juga ayahnya. ====...