...
..
.
Suasana dapur masih diisi kehangatan antara Bossa dan Mild yang saling melepas kerinduan. Mereka berpelukan dan saling menghujani ciuman di pipi masing-masing. Win hanya bisa memperhatikan interaksi ibu dan anak itu. Ia berusaha menyimpan rapat-rapat rasa sedihnya. Yang penting Bossa bahagia.
"Kapan kau pergi lagi?" Itu Tay. Dia muncul dengan wajah malas ketika melihat Mild yang kini tengah bercanda dengan Bossa.
Mild mendongakkan kepalanya. Wajah cantinya ketika berinteraksi dengan Bossa hilang entah ke mana. Berganti dengan wajah kesal dan mendengus. "Kau ini tidak sopan sekali! Bukan begitu caranya menyambut iparmu!" ucap Mild sambil menggendong Bossa.
Tay hanya memutar bola matanya. Dia tampak jengah ketika melihat Mild. "Kau masih berani mengucapkan kata itu? Aku yang mendengarnya saja malu," ucap Tay sinis.
Tay dan Mild bertemu tatap. Mereka seolah melempar kebencian yang tak terbunyikan. Setelah itu Tay melangkah. Dia melirik sebentar ke arah Win, lalu pergi entah ke mana.
"Mama, di mana Dadi?" tanya Bossa pada Mild.
Mild menggidikkan bahunya. Dia menoleh ke kanan lalu ke kiri, seolah berpura-pura mencari Bright untuk bercanda dengan Bossa. "Entahlah tadi dia ada di sini," ucap Mild sambil mengusap-usap kepala Bossa.
Bossa menggeliat minta turun. Mild menurutinya. Setelah Bossa menyentuh lantai, dia berlari ke arah Win lalu mendongakkan kepalanya. "Met, apa kau lihat Dadiku?" tanya Bossa sambil menarik-narik lengan Win.
Win menggeleng. Dia cukup heran dengan Bossa yang bertanya padanya. "Aku tidak tahu , Boss," ucap Win singkat.
Bossa mengangguk. Dia melipat tangannya di dada, setelah itu dia tersenyum. "Aku cari Dadi dulu," ucap Bossa entah pada siapa, lalu berlari ke arah ruang kerja Bright.
Di ruang kerja, Bright memijat pelan kepalanya. Dia Berusaha menenangkan diri. Emosinya memang sempat naik ketika bersama Win tadi. Tumpukan berkas kasus dan juga jurnal-jurnal hukum sudah ia baca untuk menghapus emosinya. Namun semua tampak gagal. Mulai dari Mild yang tiba-tiba muncul, Tay yang sangat malas bertemu Mild, hingga Win yang terus bertanya walau sudah dilarang. Semua hal itu membuat urat leher dan kepalanya terasa berkedut.
"Dadi!" panggil Bossa yang kini berdiri di ambang pintu ruang kerja Bright.
Bright mengalihkan pandangannya ke pintu yang sudah terbuka sedikit. Bossa tampak lucu, dia menyembulkan kepalanya dari celah pintu. Senyum lelah langsung terpajang di wajah Bright. Melihat Bossa yang tampak lucu selalu menjadi vitamin penambah energi baginya. "Boss," ucap Bright dengan perhatian penuh ke ambang pintu.
"Apa aku boleh masuk?" tanya Bossa dengan nada imutnya.
Bright mengangguk pelan sebagai tanda mengizinkan Bossa masuk. Tangannya melambai memanggil Bossa untuk mendekat.
Tanpa ragu Bossa pun berlari, membiarkan pintu ruang kerja Bright terbuka lebar. Setelah itu, Bossa langsung mengambil posisi untuk duduk di pangkuan Bright. Dia mencium pipi Bright lalu bertanya, "Dadi, kenapa kau tidak menemani Mama? Apa kau tidak merindukannya?"
Bright menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Bossa. Sebenarnya dia sedang malas membahas Mild. "Aku merindukannya, Boss, tapi aku sedang lelah. Aku ingin istirahat sebentar," kilah Bright pada Bossa.
Bossa mengangguk seolah mengerti. Setelah itu dia kembali mencium pipi Bright. "Apa lelahmu sudah berkurang?"
Bright menggeleng. Bossa tertawa kecil lalu menciumi pipi Bright berulang kali. Sisa air liurnya menyebar di seluruh wajah Bright yang ia cium. Tanpa Sadar Bright pun tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BrightWin ― My Baeby
FanfictionUnpublished untuk editing. Kalau ada yang kangen cerita ini bilang saja lewat komen atau wall profil atau DM atau mention twit atau mana saja, nanti aku usahan up berkala ^^ ________________ Mencintai anaknya―sebagai bonus, cintai juga ayahnya. ====...