15: Gelas Pecah

5.4K 704 98
                                    

chapter filler. short but matters.

...

..

.





Bright menarik napas panjang.

Beberapa menit yang lalu, setelah tenang, Mild memutuskan kembali ke rumah orang tuanya karena besok akan memulai perjalanan ke Boston.

Bright terus memikirkan Mild yang terlihat masih sangat sedih dengan kematian suaminya, Mek—yang juga kakak Bright. Mau tak mau topik itu terbahas tadi. Panic attack Mild bahkan sempat kambuh. Beruntung obat penenang selalu ada di dompetnya.

Bayangan Mild yang ceria kini lenyap. Dia sudah tak bersinar seperti dulu. Berganti dengan Mild yang berusaha tetap ceria namun ada kekosongan.

Di satu sisi Bright merasa tidak ingin melepaskan Bossa. Di sisi lain dia ingin Bossa merasakan kasih sayang kakek dan neneknya.

Bright sangat menyadari kalau Mild dan orang tuanya juga punya hak atas Bossa. Namun rasa bersalah Bright terhadap Mek sangat besar, sehingga dia merasa perlu merawat Bossa sepenuhnya dan seutuhnya—walaupun dengan bantuan pengasuh.

Selain itu juga Bright sudah benar-benar menyayangi Bossa seperti anaknya. Dia bahkan sudah terbiasa dengan sifat Bossa yang cukup luar biasa untuk anak seumurnya.

Bright benar-benar lega dan beruntung karena Bossa cocok dengan Win. Bright merasa sudah menemukan orang yang tepat untuk dipercayai membantunya mengasuh Bossa.

Karena merasa ruang kerjanya begitu sumpek, Bright melangkahkan kakinya menuju dapur—berniat mencari ketenangan. Menurutnya, segelas kopi sangat cocok untuk menenangkan pikirannya.

Dia duduk di satu kursi dapur. Pikirannya melayang jauh. Matanya tertuju pada coffee maker.

Separuh tak menyadari keadaan sekitar Bright terus mengulang kenangan ketika dia, Mek, Tay, dan Mild jalan-jalan ke daerah pegunungan.

Saat itu dia dan Tay membantu rencana Mek untuk melamar Mild. Perlahan-lahan kenangan manis itu membuat Bright tersenyum getir ketika mengingat kenyataan saat ini. Betapa takdir seorang manusia tidak ada yang tahu dan dapat berubah hanya dalam hitungan detik.

"Bright ..." tegur Tay sambil menepuk pundak Bright.

Bright mengembuskan napas sambil memegang dada. Tubuhnya sempat berjengit tadi.

"Kau membuatku kaget. Ada apa?" tanya Bright sambil melihat Tay.

"Justru aku yang harus bertanya ada apa. Aku memanggilmu beberapa kali namun tampaknya kau tak mendengarku."

Bright mengedarkan pandangannya untuk menghindari Tay. Pandangannya kini terhenti pada sosok Win yang sedang menggendong Bossa yang tertidur.

Win menundukkan kepalanya, tak mau melihat Bright yang dihiasi tatapan hampa.

Tay yang menyadari interaksi antara Bright dan Win segera mengambil alih keadaan. "Bicaralah padanya. Biar aku yang antar Bossa ke kamar," ucap Tay sambil menepuk pundak Bright. "Kurasa sudah waktunya ia tahu semua."

Tay lalu mengambil Bossa dari gendongan Win. Dia memberikan senyuman sambil menggidikkan kepalanya ke arah Bright. "Kuserahkan dia padamu, Win." Tay mengedipkan satu matanya lalu menuju kamar Bossa, meninggalkan Bright dan Win berdua di dapur.

Win hanya berdiri di ambang dapur, diam dan tak berani memandang Bright.

Bright pun hanya diam sambil terus memandang Win yang tampak salah tingkah sambil memainkan ujung bajunya.

[✓] BrightWin ― My BaebyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang