Bimbang

9.2K 430 11
                                    

Aku lantunkan kau dalam doaku, aku yakin kaulah peneman dalam hari tuaku.

   Wani masuk ke apartemennya dan mengingat raut wajah Aiman, setahunya Aiman bukan seseorang yang penceburuan tapi tadi ia melihat sisi berbeda dari Aiman.

"Wani hentikanlah memikirkan dia ... lebih baik sekarang kamu mandi dan beristirahat".

   Wani langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, sedangkan Aiman memilih ingin memasak dan berbelanja di swalayan yang menjual bahan rempah Indonesia. Aiman mencoba memberanikan diri, menelpon ibunya untuk menanyakan makanan yang paling di suka istrinya.

"Assalamu'alaikum bu..."

"Walaikumsallam nak, bagaimana kabarmu dan Wani disana..."

"Baik Bu... sebenarnya aku ingin menanyakan makanan yang paling di suka Wani, aku hanya tau bahwa ia menyukai sate..."

" Wani sangat suka dengan pindang ikan.. kalau kamu benar-benar serius dan berjanji tak akan sakiti hati Wani... Sungguh ibu tak kuat jika melihat Wani harus hancur lagi".

"Bu... aku janji, aku tak akan menyakiti Wani lagi... hanya dia satu-satunya bagiku, karena itu aku minta doa ibu ... agar aku bersatu lagi dengan Wani..."

"Ibu akan doakan kamu... ".

  Aimanpun mengkhiri percakapannya di telpon dengan ibunya, ia tak bisa bergerak lambat apalagi ada pria sok kegantengan itu yang sedang mengincar Wani.

"Sayang... kenapa kamu sungguh memukau? hingga pria itu ingin mendekatimu.." ucap Aiman sambil menusuk ikan yang di bersihkan ya dengan pisau.

   Aiman selesai memasak pindang ikan tersebut, ia mengambil piring yang di tinggalkan Wani dan memasukan piring tersebut dengan pindang ikan yang di masaknya.

  Di tempat lain Wani sedang galau memilikirkan Aiman, entah kenapa hatinya selalu lemah denganya. Mengetahui Aiman mengikuti seharian, ia merasa tersentuh dan jantungnya  berdegup tak karuan. Perutnya berbunyi, Wani kelaparan karena banyak pikiran ia lupa memasak dan membeli persediaan makanan, apalagi setelah ia kemarin menghabiskan semua isi kulkas saat memasak a.

  Wani memegang perutnya dan mengambil jaketnya untuk keluar apartemen mencari makanan, namun saat membuka pintu ia melihat Aiman membawa pindang ikan. Makanan kesukaannya, Wani mencoba cuek namun perutnya tak secuek dirinya.

"Ayo kita makan" ucap Aiman.

"Tak usah aku tak lapar, aku ada urusan di luar". Ucap Wani dengan ketus.

"Kruk...kruk" bunyi perutnya yang cukup keras, hingga membuat Wani malu dan pipinya memerah.

"Ayo" Aiman menarik tangannya memasuki apartemen Wani, Wani melepaskan tangannya dari Aiman dan membawanya ke meja makan.

"Ayo makan".

   Wani meletakkan piring dan gelas, Aiman tersenyum melihat Wani. Wani mengambilkan nasi dan duduk di meja makan, Aiman terus memerhatikan istrinya ini.

"Jangan lihat aku begitu, tidak nyaman" ucap Wani dengan ketus dan mengambil ikan pindang buatan Aiman ke piringnya.

   Karena ia lapar, ia melupakan Aiman yang ada di depannya dan makan dengan lahap. Sedangkan Aiman terus memerhatikan istrinya yang sedang sangat semangat makan, Wani kenyang dan mengambil air putih. Ia baru sadar jika Aiman ada di depannya, ia merasa gengsi dan meminta Aiman kembali ke apartemennya.

"Terimakasih atas makanannya, pulanglah..." Ucap Wani yang membawa piring kotor di meja ke westafel.

"Aku belum ingin pergi, sebab orang yang aku sayangi disini dan tak ada alasan aku untuk pergi" ucap Aiman menatap Wani dengan tatapan menggoda.

"Keluar lah, atau aku melemparkanmu dengan air kotor ini...".

"Apa dosa jika aku melihat istriku..? aku merindukanmu..." Teriak Aiman yang terus berjalan ke pintu, karena Wani ingin menyiramnya dengan air kotor.

"Jadi ingin disiram dengan air kotor ini" ucap Wani yang berancang-ancang akan melemparkan air tersebut ke Aiman.

  Aiman berlari ke luar dan Wani langsung menutup pintu apartemennya, Wani tertawa tampa suara dan menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya. Sedangkan Aiman menyandarkan kepalanya ke pintu, sambil berkata.

"Aku masih sangat merindukanmu, aku membutuhkanmu untuk mengisi jiwaku yang kosong ini...".

*******

  Pov Aiman

  Hari sudah larut malam atau pukul setengah dua malam, aku tak bisa tidur. Karena membayangkan wajah Wani yang begitu semangat makan, saat memakan masakanku. Bahkan sekarang aku sangat merindukannya dan tidak dapat tidur.

  Aku berjalan keluar apartemennya dan mencoba membuka pintu apartemen Wani.

"Apa passwordnya ulang tahun nenek?"aku memasukkan password tersebut dan berbunyi terbuka, aku menelan ludah dan memasuki apartemen tersebut.

  Lampu di apartemen ini mati dan hanya ada satu kamar ada cahaya dari lampu tidur, aku berjalan ke kamar tersebut dan melihat Wani sedang tertidur pulas. Awalnya aku hanya ingin melihat wajahnya, karena merindukannya. Namun aku juga merindukan memeluknya, jadi aku naik ke tempat tidur dengan pelan-pelan dan masuk ke selimut.

"Aku merindukan aroma tubuhmu sayang?" Aku memeluk Wani dan membelai rambutnya, tampa sadar ia tertidur.

******

Pov Wani

  Entah kenapa aku merasa bantal gulingku lebih besar dan aromanya seperti aku kenal, namun mataku sangat berat dan malas membukanya karena sangat mengantuk. Bahkan aku mempererat pelukanku, namun aku rasa ini bukan bantal guling. Aku membuka mataku dan ternyata ini Aiman yang sedang tertidur pulas, aku mencoba mendorongnya dari tempat tidur.

  Aiman terbangun dan memegang satu tanganku ke atas, sekarang aku sedang di posisi di bawah dan ia di atasku. Mata kami bertatapan, bahkan aku mulai terbawa suasana karena menatap mata yang selama ini aku rindukan. Aiman terus mendekatkan wajahnya ke ke wajahku, kami hampir berciuman. Aku memejamkan mataku dan untungnya ada suara azan subuh yang menyadarkanku.

  Aku langsung mendorong Aiman, hingga ia terjatuh ke tempat tidur. Aku langsung berdiri dan melihat pakaianku yang masih utuh, aku melemparinya dengan bantal.

"Dasar pria mesum, bagaiman kamu bisa masuk ke kamarku?" Aku yang hendak melemparkan vas bunga.

"Aku suamimu, jadi aku berhak masuk" ucap Aiman dan mendekat berjalan ke arah Wani.

"Kita sudah berpisah" kataku hendak melemparkan vas bunga tersebut ke arahnya.

"Apa perpisahan kita ada di negara? bahkan aku tak pernah mengatakan kata pisah".

  Kita sudah tidak menjalan peran suami istri selama lima tahun dan itu sah bahwa kita sudah berpisah.

"Aku masih menjalankan peranku sebagai suami, aku masih mengirimkanmu uang setiap bulannya". Aiman terus berjalan mendekat ke arahku dan aku terus berjalan mundur ke dinding.

"Aku tak memakainya" ucapku dengan penuh semangat.

   Sekarang Aiman berada di hadapanku dan ia membisikan sesuatu ke telingaku.

"Ayo kita sholat subuh"

  Sekarang Aiman sedang mengimami sholat subuh dan setelah selesai sholat, aku mengalaminya karena kebiasaan dan ia mengecup keningku. Mataku ke kembali menatapnya, ia mendekatkan wajahnya ke bibirku. Entah kenapa saat ini tubuhku tak dapat sejalan dengan otakku.

  Bahkan saat ini aku membiarkan Aiman mencium bibirku, aku memejamkan mataku dan Aiman menggendongku ke tempat tidur, ia meletakkanku ke tempat tidur dengan begitu pelan. Mata kami tak berhenti saling bertatapan, aku membiarkan ia mencium pipi wajahku, leherku dan kami melakukan ke wajiban kami sebagai suami istri.

Sungguh aku sangat deg-degan membuat cerita part ini, tolong banyak berikan dukungan cerita ini 😘😘😘😘😘

Adikku Jodohku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang