Chapter ini bukan konsumsi under 18 tahun ya, jadi adek-adek menepi dulu. Dikasih yang imut-imut dulu buat pemanasan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🥀🥀🥀
Hari ini, Jeongyeon terpaksa kembali mengambil cuti bekerja karna paksaan Jimin. Lelaki itu, entah kenapa hari ini begitu berbeda. Jimin terlihat lebih manja dan kekanankan dari biasanya, ini sama sekali tidak cocok dengan wajahnya yang terlihat angkuh dan dingin. Jimin sama sekali tidak membiarkan Jeongyeon lepas dari pelukannya barang sedetik pun, Jeongyeon sejujurnya senang di perlakukan seperti ini oleh Jimin. Tapi, ini sedikit risih untuknya.
Tapi, Jimin mengatakan ini untuk mengobati rasa rindunya setelah lelaki itu baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya di Amsterdam. Karna sekarang lelaki itu sedang mandi, itupun atas paksaan Jeongyeon. Gadis itu bisa pergi ke dapur, untuk membuatkan lelaki itu makan sarapan. Pipinya tiba-tiba bersemu mengingat saat Jimin mengatakan kalau lelaki itu merindukannya.
Jeongyeon merasakan sepasang lengan kekar melingkari perutnya, ia tersenyum mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh milik Jimin. Jimin meletakan dagunya pada bahu milik Jeongyeon, memperhatikan apa yang tengah gadisnya lakukan.
"Kau tidak perlu memasak sayang, itu pekerjaan pelayan."ucap Jimin, sesekali ia mengecup rahang milik Jeongyeon.
"Tidak apa-apa, ini mudah kok."
Jimin membalikan tubuh Jeongyeon agar gadis itu menghadapnya, Jimin mulai menelusuri wajah Jeongyeon dengan seksama. Hal itu membuat hawa panas menjalar di seluruh tubuh milik Jeongyeon, mata Jimin berhenti tepat pada mata coklat milik Jeongyeon. Ia begitu menginginkan Jeongyeon-nya, mungkin saatnya ia mengaku. Ia, jatuh cinta pada manik coklat itu bahkan sejak pertama bertemu. Jimin ingin menertawakan dirinya sendiri, karna begitu mudahnya jatuh cinta pada gadis dihadapannya.
Jimin menggeram pelan, sepertinya dia sudah tak bisa menahan gairahnya lagi. Belum lagi, ia sempat terganggu oleh pesan yang tak sengaja ia lihat di ponsel milik Jeongyeon yang membuat amarahnya tersulut. Ia bahkan membanting ponsel Jeongyeon hingga ponsel itu hancur berkeping-keping. Gairah dan amarahnya bercampur menjadi satu, dia menarik pinggang Jeongyeon agar gadis itu lebih rapat dengan tubuhnya. Jeongyeon merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya, Jimin menyeringai saat Jeongyeon begitu ketakutan dengan posisi mereka sekarang.
"Kau milikku Joanna, selamanya akan menajdi milikku. Dan sekarang, aku akan menjadikanmu milikku." Tangannya terangkat untuk mengelus lembut pipi Jeongyeon.