Yosel

154 26 6
                                    

Untuk orang yang lebih berharga dari pada seluruh hidupku; Jovian Justus.

Mungkin saat kau membaca ini, aku sudah pergi. Mungkin juga surat ini berakhir teronggok di tempat sampah tanpa sempat kau baca, saking bencinya kau pada diriku. Tapi, entah bagaimana nasibnya surat ini, aku tetap harus menuliskannya. Kau layak mendapat sebuah penjelasan, Jovian. Dan inilah penjelasan yang kau cari.

Sebelum Titan pergi, semuanya sempurna bagiku. Semua orang berkata aku dan Titan adalah pasangan yang bahagia, dan memang itulah kenyataannya. Aku mencintainya, dia mencintaiku. Aku memilikinya dan dia memilikiku. Di dunia ini, aku hanya memiliki Titan dan kau, dan bagiku itu semua sudah sempurna. Aku tak butuh orangtua untuk mengantarku di altar, aku tak butuh rumah mewah untuk tinggal, aku hanya perlu kalian berdua terus di sisiku.

Saat Titan pergi, rasanya seperti seluruh nafas ditarik dari tubuhku. Padahal tiga hari kemudian seharusnya kami menikah. Tiga hari kemudian, seharusnya semuanya lebih dari sempurna. Tapi Titan pergi begitu saja. Tanpa peringatan, tanpa pesan, tanpa tanda apapun. Titan yang selalu tersenyum dan bijaksana, benar-benar pergi tanpa jejak.

Apa salahku? Seumur hidup, aku jarang meminta pada Tuhan. Aku menerima semua pemberian-Nya begitu saja tanpa bertanya, tanpa mengeluh. Aku tak pernah berdo'a bertemu orangtuaku, atau hal-hal rumit seperti itu. Aku sudah bahagia dengan kau dan Titan. Jadi kenapa Titan diambil dariku tanpa peringatan?

Tak satupun tanda-tanda kejanggalan sikap kulihat pada Titan, padahal aku bersamanya setiap waktu. Apa kau menyadari sesuatu yang aneh pada Titan, Jovian? Karena aku tidak. Dan aku membenci diriku karena itu.

Setelah dia pergi, semua yang kuimpikan hancur. Pandanganku pada masa depan seperti kabur. Aku kehilangan semangatku, aku tak tahu apa yang harus kulakukan, aku merasa sangat tidak berguna, aku tidak ingin melakukan apapun.

Aku berakhir merepotkanmu. Aku tahu kau juga berduka dan kehilangan, tapi kau bangkit. Kau mau mengurusku yang menyusahkan ini. Kau bahkan rela keluar dari rumah sakit kota impianmu demi mengurus orang tidak berguna sepertiku. Sal dan Hermie pun begitu. Aku tahu seharusnya aku juga bangkit melihat kalian, tapi ,betapa buruknya aku, yang kulakukan justru mengabaikan kalian semua dan tenggelam dalam kesedihanku sendiri.

Saat kau masuk ke kamarku dengan bersemangat, memberitahuku bahwa novel pertamaku sukses, aku sadar bahwa Titan bukan hanya pergi, melainkan membawa semua cita-citaku. Rasanya begitu hampa, padahal seharusnya aku senang. Maafkan aku, Jovian, saat itu, novel laris bukan lagi menjadi tujuanku.

Aku sudah rusak. Semua orang menyadari hal itu kecuali dirimu. Aku mendengar Sal yang berpendapat bahwa sebaiknya aku dibawa ke rumah sakit jiwa. Kau marah pada Sal, dan Hermie memarahimu karena itu, yang membuatmu akhirnya setuju. Aku takut sekali. Aku sudah rusak, tidak ada gunanya lagi di perbaiki. Kupikir,jauh lebih baik menjadi rongsokan disini, bersamamu, dari pada membusuk di tempat asing yang tak kukenal. Kupaksakan diri berbicara di hadapanmu agar kau iba. Aku minta maaf, Jovian. Kau hanya menginginkan yang terbaik untukku, dan aku justru mengarahkanmu pada yang terburuk.

Aku selalu dihantui pikiran akan kemusnahan diri. Pikiran itu hadir disaat kau dan yang lain sedang mengalihkan perhatian dariku. Parahnya, lambat laun bukan hanya pikiran, melainkan juga bisikan. Saat hening, aku mendengar suara Titan di kepalaku. Suaranya yang mengajakku ikut serta bersamanya. Suaranya yang menyuruhku mati.

Aku tahu itu semua salah, tapi rasa rinduku padanya yang bodoh membutakan akal sehatku. Saat kau datang dengan gunting, dengan niat baik merapikan rambutku, semua suara itu sahut-sahutan bertutur. "Mati", "Ikut aku, Yosel" dan lain-lain. Kau datang tepat waktu, karena telat sedetik saja, kau akan melihat pergelangan tanganku robek. Kau akan tersakiti karenanya. Aku minta maaf karena telah menakutimu.

Time for the Moon NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang