Sejujurnya aku tak yakin.
Apakah aku masih bisa mendekatimu?
Aku ragu, tapi aku memilih untuk tinggal.Yosel mendongak, menatap penuh binar ketidakpercayaan pada novel karangannya yang terpajang di rak tertinggi 10 buku terlaris di toko buku ini.
"i.. Itu.. "
Aku memberikan senyuman banggaku. "ya. Itu novelmu. Novel yang membuatmu seperti zombie akibat berkali-kali menolak tidur karena takut inspirasi menghilang dari kepalamu. "
Pandangan Yosel sepenuhnya terpaku pada novel itu. Kami berdiri tepat di depan pintu toko buku seperti orang kampung yang tidak pernah melihat toko buku besar, menghalangi akses jalan bagi orang-orang yang berlalu lalang. Yosel tampak tidak menyadari sorot kesal beberapa pasang mata yang ingin lewat dan merasa terganggu dengan kami , tapi aku sadar. Dan aku tidak peduli. Siapa suruh memajang buku di dekat pintu masuk?
Mereka yang ingin protes harusnya melihat binar mata Yosel. Bagaimana mungkin mereka tega mengganggu binar itu?
Aku menoleh ke belakang, memerhatikan jalan sementara membiarkan Yosel meresapi prestasinya. Mall di akhir pekan memang selalu ramai. Meski begitu, ini menyenangkan. Rasanya sudah seabad lalu aku terakhir kali pergi ke mall. Kali ini akhirnya aku bisa pergi bersama Yosel.
Berbeda dengan perempuan kebanyakan, Yosel selalu memilih toko buku jika ia berkunjung ke mall. Ia tidak terlalu suka datang ke toko pakaian. Terlalu banyak pakaian membuatnya pusing. Sebaliknya, ia senang sekali menghilang di dalam toko buku, mencari-cari buku apa saja yang tidak dibungkus plastik, lalu duduk santai di lantai toko seperti di rumah sendiri. Jika waktu gajian aku dan Titan tiba, Yosel akan cengar-cengir sok manis, berharap kami menyisihkan uang kami untuk membelikannya buku-buku yang ia inginkan. Kami tidak punya pilihan lain selain merogoh dompet kami untuknya.
Hari ini, Yosel akhirnya mengetahui betapa ia bukan hanya menyukai novel, melainkan memang berbakat dalam menulisnya. Senyum seketika terbit dari bibirku kala melihat beberapa wanita yang keluar dari toko itu menenteng novel karangan Yosel yang masih rapi terbungkus plastik. aku mencolek lengan Yosel dan menunjuk dengan dagu orang-orang tersebut. Yosel menoleh dan mengikuti arahanku, lalu tersenyum.
Aku berdeham menggoda. "coba periksa rekeningmu, aku khawatir mereka kesakitan karena terus-menerus membengkak."
Dengan sekuat tenaganya, Yosel meninju lenganku. Wajahnya merona malu. Kami berdua tertawa.
Seorang gadis berseragam SMA berkacamata tebal mendekat dengan langkah yang ragu-ragu, meredakan tawa kami.
"Permisi. Apa anda Yoselin Kadena?" tanya gadis itu malu-malu, seperti sudah siap kabur jika ternyata ia salah orang.
Foto Yosel memang terpampang di halaman terakhir bukunya, bersama dengan sedikit jabaran mengenai dirinya. Tapi, Yosel di buku berambut panjang tergerai dan memakai make up. Anak ini hebat jika ia mengenali Yosel yang saat ini berambut pendek yang diikat dan mengenakan masker serta topi, tanpa riasan sama sekali.
"a-aku penggemar berat..,k-kau mirip dengan yang ada di foto.. " anak itu semakin gugup karena kami berdua tak kunjung berbicara. Tapi tekad anak itu cukup kuat karena terus gigih melanjutkan permintaannya. "a-apakah aku boleh meminta tanda tanganmu dan berfoto?"
Aku mendesah. Sebenarnya ini lucu dan membanggakan, melihat Yosel memiliki penggemar. Tapi di sisi lain aku khawatir. Yosel baru saja membaik, setelah sekian lamanya. Interaksi Yosel dengan orang asing agak meresahkanku.
Aku baru saja membuka mulut untuk menolak anak ini, ketika suara Yosel terdengar lirih di sebelahku. "Boleh. tapi hanya tanda tangan saja, ya? Aku sedang jelek sekali, tidak siap difoto."
KAMU SEDANG MEMBACA
Time for the Moon Night
FanfikceCahaya bintang-bintang bersinar amat terangnya. Tapi, ada apa denganmu? Ke arah mana pandanganmu mengarah? Mengapa kau terlihat seperti ingin pergi? . . Songfic of GFriend - Time for the Moon Night