Lelaki tampan itu meletakan ponsel pipihnya diatas meja tepat disamping tempat tidurnya. Senyum lebar terlukis indah diwajah lelaki yg kini sedang merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur yg cukup luas. Hatinya sangat bahagia, ia tak bisa membayangkan bagaimana keadaannya jika besok gadisnya itu menerimanya.
Kepedean memang, tapi ia dan gadis yang bernama Jennie itu sudah kenal cukup lama. Sejak mereka pertama mendaftar ke universitas dengan jurusan yang sama dan jadwal kampus yang hampir selalu bersama. Mungkin itu bisa dijadikan alasan untuk Jennie tidak menolaknya, karna mereka sudah sangat dekat.
***
Cuaca yang sangat cerah menemani Jaebeom pagi ini. sudah sejak malam setelah ia menghubungi Jennie, perasaannya jadi semakin tak karuan. Bahkan yang biasanya ia selalu berangkat siang, hari ini Jaebeom berangkat ke universitas sedari pagi. Penampilan yang setiap ke universitas alakadarnya, hari ini pakaiannya cukup rapih.
Tubuh tinggi semampai dengan bahu lebarnya kini sudah sampai di taman yang biasa dijadikan tempat untuknya Berduaan dengan Jennie. Mendadak tubuhnya gemetaran sekarang, tapi getaran itu tak mempengaruhi bibirnya untuk tidak berhenti tersenyum. Matanya sampai tak terlihat karna senyumnya yang terlalu lebar, bibirnya selalu mengukir senyuman setiap kali mengingat momen kebersamaannya bersama Jennie. Tak ada momen yang tak menyenangkan bersama Jennie, ada saja hal yang membuat Jaebeom semakin menyukai Jennie. Apakah Tuhan merestui kami? Mungkin iya, mereka dipertemukan di universitas yg sama, dengan jurusan yang sama bahkan jadwal yang sama. Bukankah itu sebuah takdir? Bahkan Jaebeom dan Jennie yang jurusannya sama dengan teman-temannya yang lain, jarang sekali untuk bisa satu jadwal. Jaebeom dan Jennie kuliah pagi, sedangkan teman-temannya kuliah siang atau sebaliknya. Lihat bahkan Tuhan pun tak merestui jika teman temannya mengganggu kebersamaan Jaebeom dan Jennie. Pikiran Jaebeom berlebihan memang, tapi perasaannya sangat yakin dan kuat jika Jennie adalah gadis yang dipilih Tuhan untuk mendampinginya.
Jaebeom terkejut ketika tangan seseorang kini berada di bahu lebarnya. Wajah sumringah Jaebeom seketika berubah menjadi panik, apakah ini saatnya Jaebeom mengungkapkan perasaannya yang telah lama ia pendam selama bertahun tahun? Jaebeom menghela nafas panjang dan mengeluarkannya lewat hidung beberapa kali, mungkin itu bisa sedikit menetralisir rasa gugupnya.
"Kau tau, saat kita pertama bertemu? Sejak itu, saat-saat bersamamu adalah hal yang paling indah bagiku."
"sudah sangat lama aku ingin mengungkapkan perasaanku ini kepadamu. Tapi sayangnya aku tak cukup berani untuk mengungkapkannya." lanjut Jaebeom yang kini berbalik badan dan berlutut dengan menunduk tepat dihadapan seseorang yang ia yakini adalah Jennie
"Saranghaeyo Jennie-ya."
.
.
."Bwahhahhahhahahahahahahahhahahahahahahahahh"
Tawa jahat terdengar jelas ditelinga Jaebeom yang membuat dirinya refleks mendongakan kepala dan menyadari bahwa ia telah salah mengira jika yang menepuk bahunya bukanlah Jennie tapi Bambam.
Sialnya, Bambam tak datang sendiri ada Yugyeom dan Youngjae yang datang bersamanya.
Suara tawa ketiga orang junior yang tak ada akhlak ini bergema seantero universitas. Jaebeom bergegas untuk menyamakan posisinya dengan mereka bertiga. Wajahnya mulai memerah sekarang. Malu tentu saja, Jaebeom tak menyangka jika yang datang bukanlah Jennie. Ia mengutuk dirinya sendiri mengapa ia tak berbalik saja barusan dan melihat siapa yang menepuk bahunya. Sekarang ia harus menanggung malu atas kesalahannya sendiri. Apalagi ia harus dihadapkan dengan trio junior yang masih tertawa terbahak-bahak dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [Im Jaebeom]
Hayran Kurgu"Andai aku bisa memilih, biarkan cinta antara kita tetap terjaga dan baik-baik saja untuk selamanya. Tapi kenyataan selalu memberi pilihan, antara memilih dirimu dan dirinya." -Lim Jaebeom 🌴-