Kamar Nomor 13

193 35 0
                                    

"Ayahh!" bentaknya

"Apa Nak?"
Dari luar terdengar suara ayahnya yang menjawab panggilannya.
Pupil mata nya membesar, ia menelan air ludahnya sendiri.

Perlahan-lahan ia berjalan menuju tirai untuk membukanya dan melihat siapa sebenarnya yang ada di balik sana.

**Tok tok** suara ketukan mengalihkan pandangannya dari tirai shower, saat menoleh kembali ke tirai itu tak ada siapapun di sana.
"Zerin keluar cepat Papa mau mandi"

Ia pun bergegas keluar dan segera menuju campus, orang pertama yang ia temui adalah Trisa.

"Tris, aku mau ngomong bentar"
"Oke"

Mereka ke aula sekolah yang sedang sepi.

"Temenin aku ke dukun kemarin" ujar Zerin
"Kenapa? Kalau kamu gak cerita aku gak mau temenin"
"Akuu rasanya seperti dihantui"
"Hahah" jawab Trisa meledek Zerin.

"Riko?" sambung Trisa
"Hstt ... pelan-pelan kalau ngomong!"
"Nikmatin aja, btw kemarin aku udah ke tempat dukun nya dan dia bilang kamu emang harus tahan ini sampai  setahun haha"

"Setahun? Sehari aja mau mati rasanya gila kali ... Kamu ngapain ke tempat dukun itu?"
"Ada deh, kamu cari dukun itu sekarang juga dia gak akan ada di tempatnya, oh iya gak perlu setahun kok tiap 3 hari sekali juga bisa asal kamu ikut sama aku"
"Ikut? Ke mana?"
"Tempat tuan"

Trisa dan Zerin pernah pergi ke dimensi dunia lain bersama sama setelah pergi ke sana Zerin bisa membunuh selang waktu 3 hari sekali dan setelah membunuh 4 nyawa dia akan mendapatkan Boy dalam waktu yang lebih cepat dan tentunya ia bisa mencegah pernikahan Boy dan Mira.

Ia sebenarnya menargetkan Mira menjadi target kedua tapi dalam peraturan yang disebutkan oleh dukun, korban tidak boleh berhubungan dengan target yang di inginkan jadi ia mencari target orang ke dua.

Ia berencana membunuh Ana orang yang paling ia benci di kelas karena kemarin sempat terlibat perkelahian dengannya.
Ana ini adalah ketua geng dari Natrium yang beranggotakan 3 cewek.
Ana, Tri, dan Umi nama ketiga gadis itu.

Kelas mereka kala itu sedang jam olahraga bebas di lapangan, ada seorang guru pembimbing di sana.

"Aduhh ... Pak, perut saya sakit" ujar Zerin
"Eh kamu kenapa Rin?" ujar Boy khawatir
"Ga papa aku mau balik ke kelas aja"
Boy mengantar Zerin ke kelas atas izin pembimbing mereka, lalu Boy kembali ke lapangan.

Zerin tau Ana menyukai seorang laki-laki di kelas bernama Andi, ia menyadap ponsel Andi lalu mengirimkan pesan untuk bertemu nanti malam di hotel Buana Darat di kamar nomor 13.

Ana tersenyum centil begitu melihat ponselnya saat kelas olahraga selesai, dia menatap Andi terus menerus sambil main mata tapi Andi tentu tak tau apa-apa.

Tibalah malam hari, Ana berangkat menuju hotel Buana dan sesampai di sana kamarnya kosong tapi ada sepasang sepatu pria di sana.

"Andii," ujar Ana saat memasuki kamar

Dia mulai melangkah masuk dan menutup rapat pintu, dia mendengar suara keran shower di kamar mandi.
"Andi kamu mandi ya?" ujarnya dari luar
"Aku boleh masuk?" tambahnya lagi

Ia pun membuka pintu dan di sana kosong tak ada siapapun.
Lalu matanya melihat secarik kertas menempel di kaca toilet yang bertuliskan, "masuk dan mandilah ke dalam bath up, sebelum itu minumlah air yang ada di atas meja samping tempat tidur"

Ana keluar untuk meminum air putih biasa yang diletakan di meja lalu ia kembali ke kamar mandi, melepas dress yang ia kenakan dan masuk ke dalam bath up kamar mandi hotel itu.
Di sana ia berendam di bak penuh busa dan tiba-tiba ia sedikit mengantuk.

***Ceklek***

Suara pintu terdengar, mata Ana sontak tercelang lalu ia berkata "A ... Andi?"

Seseorang menggunakan hoddie hitam, bermasker hitam, bersarung tangan hitam dan menggunakan celana hitam serta sendal gunung yang berwarna hitam, ia mulai mendekati Ana.
Tentunya Ana berfikir bahwa itu Andi tapi siapa lagi sang pelaku kalau bukan Zerin.

Ia selangkah demi selangkah mendekati Ana yang wajahnya memerah, Zerin sudah berdiri tepat di depan bath up yang di dalamnya ada Ana.
"Andi, aku malu kamu..."

Pandangan Ana sudah agak kabur saat itu, Zerin mulai membuka maskernya tapi wajahnya masih tersembunyi dalam topi hoddie yang ia kenakan lalu ia perlahan membuka penutup kepala itu.

"Ze ... Zerin?"

Zerin pun langusung dengan cepat memegang kepala Ana dengan kedua tangannya mencelupkannya ke dalam bath up, Ana yang lemah karena obat yg dicampur dalam minum tadi tak bisa melawan.
Ia mencelupkan dan mengangkat kembali berulang ulang kepala Ana sampai ia kehabisan nafas dan akhirnya mati.

Setelah itu ia memegang tangan Ana, mengeluarkan pisau carter kecil yang dikoceknya dan menyayat tangan Ana hingga lima kali sayatan dan yang keenam dia menancapkan carter itu tepat ke pembuluh darah Ana sehingga darah tersembur dari tangan Ana, seisi air di bak menjadi merah karena darah.

Ia mengambil gelas bekas obat yang sudah kosong dan mengambil air di bath up dengan gelas itu, tentunya ia meminumnya.

Ia menoleh ke kaca sebelah kirinya setelah selesai meminum itu.

Di sana ia melihat bayangan wanita seperti Ana, dia pun sontak terkejut
"Hah..."
Dia bergegas keluar dan melewati kasur dia kembali melihat sesosok pria yang seperti Riko sedang berbaring di kamar hotel itu dengan takut ia langsung pergi dari hotel itu dengan menutup wajahnya menggunakan masker.

Dia memang ahli dalam menyembunyikan sehingga pembunuhan yang ia lakukan terencana.
Dia pun pulang ke rumah malam itu, bisa dibilang dia orang yang cukup santai dan tidak sembrono dalam membunuh korbannya.
Ia menyembunyikan Hoodie, masker, dan barang bukti lain di kamarnya di lemari pakaiannya malam itu lalu ia tidur di kamarnya.

"Hallo pemirsa, breaking news hari ini telah terjadi pembunuhan di hotel Buana Darat, korban berinisial A dan pembunuhnya masih di cari dengan ciri ciri berikut..."
Ibu Zerin menonton acara TV kala itu

"Ada ada saja zaman sekarang," komentarnya

Ia yang tengah melipat pakaian bermaksud menaruh baju anaknya di lemari Zerin, dia pun masuk ke kamar Zerin.

"Kasihan anak ku tidur pulas pasti capek karena tugas" ujarnya begitu membuka pintu dan melihat anaknya yang tertidur"
Ia pun muali berjalan menuju lemari dengan tumpukan pakaian yang ada di tangannya.

Dia melihat Hoodie hitam, masker, dan sarung tangan berlumur darah di dalam lemari Zerin persis yang diberitakan tadi.

***Tep***
Zerin menepuk punggung ibunya saat ibunya melihat seperangkat bukti alat pembunuhan yang ia simpan, ibunya mulai menoleh ke arah Zerin dengan perasaan berdebar-debar.

"Ada apa Bu?" ujarnya santai saat berhadapan dengan ibunya.

***Plakk***
Tamparan sangat keras dari ibunya melayang ke pipinya.

Mistis(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang