16. Dikejar Rafael

22 4 1
                                    

Klik

Arshel kembali memperhatikan pantulannya dicermin. Jepit rambut itu sudah terpasang sempurna dirambutnya. Jepit rambut dari Shelan kemarin sore.

Sebenarnya Arshel tak ingin menggunakan jepit rambut itu, namun ia bisa apa jika Shelan memaksanya. Arshel mengambil parfum lalu menyemprotkannya diatas kepalanya. Aroma vanila, kesukaannya.

Setelah penampilannya rapih dan siap untuk berangkat sekolah, Arshel mengambil tasnya lalu berjalan keluar kamar.

Arshel menuruni tangga untuk menuju kedapur. Sebelum sampai di dapur saja ia sudah mencium aroma soto yang dimasak Mbak Tina untuk sarapan.

"Pagi Mbak Tina," sapa Arshel.

"Eh, non Arshel. Pagi juga," balas Tina yang masih sibuk memasak.

Arshel berjalan kearah dispenser untuk mengambil air. Setelah gelasnya sudah terisi penuh ia langsung menegaknya. Sembari minum, Arshel memutar tubuhnya membelakangi dispenser dan menghadap meja makan.

Arshel membulatkan matanya dan sontak ia tersedak air yang sedang ia minum.

"Ngapain lo disini?!" teriak Arshel dengan ekspresi terkejut sambil menunjuk seseorang yang tengah duduk dikursi makan.

Orang itu cengengesan, lalu berkata, "Minta makan."

Arshel menggeram kesal, ia meletakkan gelasnya lalu berjalan kearah orang itu. "Pulang lo, pulang!" sentak Arshel sambil mendorong punggung orang itu yang masih santai bermain ponsel.

Orang itu memberontak. "Gue belum makan. Dirumah gak ada makanan, lo tega liat orang ganteng kelaperan?"

Arshel menghentikan aksinya mendorongi punggung Shelan. Ia berjalan mendekati rak piring lalu mengambil pisau. "Pulang atau mati?" tanya Arshel lirih sambil mengacungkan pisau daging itu kearah Shelan.

Shelan menelan ludah nya dengan kasar. "Santuy Shel, jangan pake kekerasan."

Prakk... Klontang...

Shelan membulatkan matanya dengan sempurna. Ia memegangi tangan kirinya dengan ekspresi terkejut. Ia menatap tangannya dan Arshel secara bergantian.

Pisau itu sudah terlempar dan terjatuh dilantai sehingga membuat keramiknya pecah. Untung saja tangan Shelan bisa menghindar, jika tidak, Shelan tak bisa membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi padanya.

"Jahat lo Shel. Tangan gue jadi linu," ucap Shelan sambil memegangi tangan kirinya yang tengah gemetar.

"Dibilangin pulang!"

"Udah atuh non Arshel. Ini sarapannya udah jadi. Ayo den Shelan sarapan juga," ucap Mbak Tina untuk mencairkan situasi yang mencekam ini.

"Arshel gak sarapan, mau langsung berangkat aja," ucap Arshel, lalu ia berjalan keluar dari dapur. Sebenarnya ia lapar sejak tadi malam, namun Shelan membuat nafsu makannya terkuras.

"Kalo gitu Shelan gak sarapan juga ya Mbak. Mau nyusul Arshel." Shelan berdiri dari duduknya lalu mencangklong tasnya dan berjalan keluar dari dapur untuk menyusul Arshel.

Sedangkan saat ini Arshel tengah memasang sepatunya dengan perasaan jengkel yang masih memenuhi hatinya.

"Bareng gue," ucap Shelan yang baru saja datang.

"Gue bisa berangkat sendiri," bantah Arshel.

Shelan berdiri didepan Arshel yang masih membungkuk memasang sepatu. "Gak mau tau. Pokoknya harus bareng gue!"

Arshel menegakkan badannya menghadap Shelan dengan sempurna.

"Sebenernya lo itu kenapa sih? Kenapa lo selalu maksa-maksa gue? Sekarang lo maksa gue buat berangkat bareng sama lo. Setelah ini lo maksa apalagi Lan?" tanya Arshel dengan menggebu-gebu.

ArshelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang