Ceraikan Aku

7K 1.4K 233
                                    

Hayati terhura banget di part kemarin banyak banget yang nongol, loh! Sungguh bikin semungut repost karena para siders pada keluar eksistensinya regara junjungan kalian sesembak kairo mincul. Hayuk, ramaikan juga yes part ini 🔥

Enjoy reading

📖
📖

"Mata Bunda kenapa?" tanya Daffa menyentuh matanya sendiri.

"Eh, ini tadi ada debu. Kelilipan kayaknya," sangkalnya mengucek mata.

Bocah yang sejak tadi memerhatikan ibunya hanya tersenyum. Meski usianya belum genap lima tahun Daffa seperti memiliki kelebihan membaca raut wajah seseorang. Dulu sering kali ia memergoki Lara yang sesenggukan di wastafel bathroom. Tapi kali ini Daffa seakan sulit untuk dibohongi mengenai kesedihannya.

"Bunda jangan nangis. Jangan inget lagi omelan Oma waktu itu." Daffa mengusap mata merah Lara yang kini menyipit karena tertawa.

"Siapa juga yang nangis. Bunda malah udah lupa sama kejadian itu. Udah, ah. Kita bobok aja, yuk!" elak Lara agar putranya tidak membaca lagi raut wajahnya.

Daffa melepas gandengan tangan ibunya saat akan menaiki anak tangga. "Daffa mau tunggu Ayah, Bun."

Lara berlutut, merapikan poni tebal menggemaskan sang bocah.

"Daffa belum ngantuk. Mau bobok sama Ayah aja," rengek Daffa lagi.

Helaan napas rendah Lara terasa berat. Bagaimana caranya melepas ketergantungan Daffa pada sosok ayah statusnya. "Daffa, dengar ..."

"Ayah udah pulang! Yeay!" seru balita tampan dengan langkah cepat menubruk tubuh tegap yang kini berlutut meraih tubuh kecilnya.

"Kenapa belum tidur? Ini sudah malam, loh. Lihat, sudah mau jam sembi--"

"Lan," lanjut balita lucu yang bernama Daffa.

"Ayah baru pulang. Masih capek. Daffa sini sama Bunda. Kita bobok, yuk!" Lara mendekati kedua laki-laki berbeda usia. Mencoba meraih putranya meski sudah ditolak berkali-kali.

"Daffa udah tunggu Ayah dari tadi. Mau bobok sama Ayah aja," rengeknya manja menggelayuti leher sang ayah.

"Nggak apa-apa, kan, aku temani Daffa tidur dulu?"

"Mas Wafi masih capek."

"Siapa bilang? Aku juga kangen, kok, sama Daffa."

Lara jadi serba salah. Rasanya sulit sekali untuk memisahkan dua laki-laki ini. Daffa yang polos memang sangat dekat dengan laki-laki yang menjadi suaminya. Mas Wafi telah sukses menjadi sosok ayah sempurna untuk putra kesayangannya.

"Lara ..."

Lara terdiam dalam lamunan.

"Lara, bisa tolong ambilkan aku kaos ganti. Setelah Daffa tidur aku baru akan mandi."

Lara terkesiap saat sebelah pipinya disangga oleh telapak tangan besar. Ibu jari kokoh itu membelai halus permukaan lembut yang kini telah merona. "I-ya, Mas. Sebentar aku siapkan." lalu beranjak meninggalkan keduanya

Wafi terkekeh pelan melihat reaksi malu-malu istrinya. Melihat ekspresi yang seperti itu membuatnya gemas dan betah berlama-lama memandang wajahnya yang manis.

"Bunda dari tadi melamun terus." celotehan Daffa menyadarkan Wafi dari kekagumannya.

"Melamun?"

Bocah dalam gendongannya mengangguk. "Tadi juga mata Bunda kelilipan. Kayak abis nangis gitu."

Duka Lara (series) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang