Hari bergulir sangat cepat. Bulan berganti terus sampai tiba waktunya hari paling mendebarkan. Lara akan melahirkan. Ketuban yang pecah tanpa adanya kontraksi membuat Wafi ketakutan setengah mati. Bersyukur saat kejadian Lara masih sempat menghubungi ponselnya walau sebenarnya mereka berada dalam bangunan yang sama tapi terpisah kamar.
Wafi yang berniat untuk tidur seketika membuka mata menerima panggilan seluler yang menampilkan nama istrinya. Segera bergegas keluar kamar menuju kamar sebelahnya saat rintihan Lara terdengar menyakitkan. Menemukan Lara yang terduduk di lantai dengan wajah pucat pasi membuat Wafi bergerak cepat membopong tubuh buncit Lara ke dalam mobil menuju rumah sakit.
Kini mereka telah berada dalam ruang operasi untuk melakukan caesar. Karena pembukaannya terhenti di tahap ke 5. Sampai akhirnya dokter memutuskan untuk induksi. Tapi, hampir dua jam tak ada tanda-tanda peningkatan. Mau tak mau dokter mengusulkan agar melakukan kelahiran bayi dengan jalan operasi karena banyak resiko yang diambil jika tetap menunggu proses normal.
Bagi Wafi tak masalah, karena yang terpenting Lara dan bayinya selamat. Tak sedetik pun genggaman tangan hangat Wafi lepas dari jemari Lara, guna menyalurkan ketenangan. Proses operasi yang menegangkan berjalan lancar. Seorang bayi laki-laki dengan keadaan sehat dan bentuk sempurna terlahir ke dunia tepat saat adzan subuh berkumandang. Rasa haru menyeruak relung hati keduanya.
Hati Lara menghangat. Mendengar suara merdu Wafi dalam mengumandangkan adzan pada telinga bayi yang masih merah. Sepasang mata hitam Lara menatap penuh keharuan. Ia melihat sangat jelas jika bola mata biru samudra itu tampak berbinar menatap anugerah terindah yang baru saja terlahir ke dunia. Sampai seorang perawat mengambil alih tugasnya untuk membawa sang bayi, tatapan Wafi seakan tak rela.
"Apa dia sempurna?" tanya Lara lirih begitu Wafi mendekatinya.
"Sangat," jawab Wafi tersenyum haru.
"Sudah menyiapkan nama?"
"Eh?"
Lara tersenyum lirih. "Aku belum punya nama yang cocok. Kalau nggak keberatan, aku mau minta tolong Mas untuk--"
"Daffa Khair Alfarezel Kugelmann," jawab Wafi cepat tanpa keraguan.
Pandangan mereka bertemu. Degup jantung Wafi berdebar kencang atas sebuah nama yang telah diberikan pada sang bayi. Takut karena begitu lancang memberikan nama dirinya dan nama dari keluarga Almarhumah Ibunya.
"Nama yang bagus. Makasih." kemudian mata Lara terpejam rapat akibat rasa lelah dan kantuk yang meyerangnya menghadapi proses melahirkan.
"Lara!" panggil Wafi cemas.
"Nggak apa-apa. Istri kamu hanya kelelahan. Sampai sejauh ini kondisinya tetap stabil," terang Amira, dokter sekaligus istri dari teman Wafi. Perempuan berseragam medis itu mulai sibuk mengurus Lara untuk dipindah ruangan.
Wafi juga beranjak menuju mushola rumah sakit untuk menunaikan sholat subuh. Tentunya, ia ingin bersujud, berbisik pada bumi dan berharap terdengar menembus langit. Memanjatkan rasa syukur yang luar biasa atas keselamatan perempuan yang melahirkan bayi laki-laki yang telah menyandang namanya. Harapannya, kelak kehadiran malaikat kecil itu akan menjadi pelipur hati untuk Lara--ibu yang telah melahirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duka Lara (series) ✔
Romansa#bukanceritareligi "Jodoh itu cerminan diri. Bukan dengan mata manusia biasa pantulan diri kita terlihat. Tapi cermin Allah yang menilainya. Allah yang memantaskan dengan siapa kita berjodoh. Dan kamu ... adalah pilihan Allah yang dipantaskan menjad...