Kalimat Mengejutkan

9.2K 1.3K 64
                                    

Jarum jam dinding terdengar jelas dalam kesunyian. Temaram lampu menemani Wafi yang terbangun saat waktu lewat dari tengah malam. Lebih dari dua bulan ia sudah beberapa kali mengalami sulit tidur. Apa lagi jika suara-suara ketakutan itu mulai kembali merasuki isi kepalanya tanpa sebab, dipastikan Wafi tidak akan bisa terlelap.

Jeritan pilu seorang perempuan muda dan tangis kepedihan seorang ibu yang tanpa bisa dicegah mengusik alam mimpinya. Wafi mengusap kasar wajahnya. Lantas meraih segelas air minum di atas nakas untuk diminum sampai tandas.

"Astagfirullahaladzim." beberapa kali Wafi melafalkan kalimat istighfar guna menghilangkan keresahan. Tapi tetap saja rasa tak nyaman itu masih mengusiknya.

Suara instrumental dari gawai canggih yang bergetar membuatnya tersentak. Keningnya mengerut mengetahui nama seseorang yang menghubunginya. Begitu saluran tersambung, sebuah sapaan salam membuka percakapan keduanya. Tapi kemudian kembali hening hingga Wafi merasa tak sabar akan tujuan si penelepon.

"Sebenarnya ada apa? Tumben jam segini telepon. Kamu nggak maksud bangunin aku sahur, kan?" kekeh Wafi membuka obrolan ringan.

"Nggak gitu juga, Mas. Aku ..." terdengar helaan napas pelan. "Aku bingung."

Senyum kecil Wafi tanpa bisa dicegah terbit. Mungkin jika sepupunya yang bernama Farhan berbicara di depannya, Wafi sudah menggoda laki-laki itu karena tahu jika yang membuat ia galau di tengah malam begini apa lagi kalau bukan urusan asmara.

"Kalau kangen hubungin aja dia. Kenapa malah telepon aku?" sindir Wafi.

"Dia siapa?"

"Cewek yang kamu suka itulah. Kan, udah nembak," sahut Wafi meledek.

Farhan berdecak. "Siapa yang jadian? Aku nggak jadi nembak. Dia ..."

"Heh? Bukannya waktu itu kamu udah yakin banget mau ungkapin perasaan kamu? Dua tahun lama, loh. Jangan sampai kamu nyesel kalau dia direbut laki-laki lain," balas Wafi menasehati.

"Justru itu masalahnya. Aku nggak jodoh, Mas. Saat aku yakin mau mengungkapkan, sesuatu yang serius terjadi. Dia emang bukan jodohku. Meksi kepahitan mendalam dia rasakan saat ini. Tapi aku juga nggak mau kalau harus menerima dia dalam situasi yang buruk. Aku nggak bisa. Dan memilih menjauh adalah yang terbaik."

"Farhan, dengar ..."

"Aku mencoba ikhlas, Mas. Tapi rasanya dalam dadaku terasa menyakitkan. Kalau diteruskan juga aku nggak mau menyakiti keluargaku," sela Farhan frustrasi.

"Kamu ditolak?"

"Enggak."

"Dia udah punya pacar?"

"Ini lebih buruk dari itu, Mas. Dan aku nggak sanggup membayangkannya," sahut Farhan getir.

Wafi termenung sesaat mengingat sebagian besar masalah asmara Farhan sudah diketahui karena adik sepupunya ini sering berkonsultasi tentang cinta terpendamnya. Wafi meringis, kenapa bisa-bisanya dia meladeni permasalahan jenis percintaan sepihak. Sedangkan dirinya sendiri saat ini menjalani proses tersebut dengan perempuan yang jauh digapai dengan bentangan jarak.

"Pesanku cuma satu. Selagi hati kamu masih sepenuhnya milik dia, pertahankan. Selagi dia ada dalam jangkauan kamu, perjuangkan."

"Tapi nggak semudah itu, Mas. Ini berat. Bahkan sekarang lebih menguras emosi karena menyangkut nama baik keluarga," desis Farhan serak. Wafi yakin jika sepupunya itu tengah menahan tangis.

"Semua keputusan ada di tangan kamu. Jangan sampai kamu menyesal. Karena sesuatu yang telah pergi, akan sulit diraih kembali," kata Wafi bersamaan ukiran senyum miris di ujung bibirnya.

Duka Lara (series) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang