31| Krim Rasa Sakit

39 6 6
                                    




-Jika cinta adalah tentang sabar, maka apakah melepaskan adalah jalan satu-satunya?-





Hari ini sudah masuk bulan ke sepuluh pada tahun ini, katanya tanggal satu adalah tempat dimana bisa sambut sesuatu baru. Dimas entah setuju atau tidak, lusa adalah ulang tahun Vio dan Dimas merasa cukup berkewajiban untuk melakukan sesuatu.

"Kau tahu apa yang sedang Vio inginkan atau sedang Vio butuhkan?" Tanya Dimas lurus-lurus pada Kea dan Ica, sengaja menginterogasi mereka di gerbang sekolah.

Kea terlihat kerutkan dagu, agak tak yakin dengan sesuatu yang akan ia jawab, "Vio katnya ingin sebuah pesta, tak perlu barang apapun,"

"Sederhana namun penuh cinta seperti di film India." Ica melengkapi dengan polos. Kea melirik Ica dengan tatapan yang-benar-saja-?

Dimas mengangguk samar-samar, namun pikirannya sudah menata sesuatu. Mungkin adalah hal paling manis yang akan ia berikan pad Vio selamamereka menjalin kasih.

"Baiklah, mau membantu rencanaku?"

Kea dan Ica saling bertatapan satu sama lain untuk menanyakan persetujuan satu sama lain. Walau di menit pertama mereka tak pelak mengangguk juga. Dimas tersenyum, berterimakasih lalu berkata akan memberitahu detail rencannnya lewat sambungan telepon nanti.


----


Pelan-pelan Dimas ceritakan tentang rencananya yang belum matang dan pasti pada Teo dan Ara yang kini duudk malas dihadapannya. Buna, bukannya mereka tak beriat membantu, hanya saja mereka berdua yakin Dimas akan lebih sakit saat tahu kebenarannya. Dan Teo maupun Ara sama sekali tak mau Dimas terjerumus untuk kedua kalinya.

Teo buang napas lalu bersidekap dada dengan alis terangkat, "jadi, kita hanya perlu untuk membantumu mendekor rumah Vio lalu Kea dan Ica yang akan berperan pura-pura mengajak Vio pergi?"

Dimas menjetikan jari dengan puas. "Tepat sekali!"

Ara menggedikan bahu ke arah Teo sebelum ikut menanggapi, "mudah saja. Tapi aku akan berbicara pahitnya dulu, apa rencana ini akan benar berhasil? Bagaimana jika Vio menolak untuk diajak pergi? lalu apakah kau sudah dapat izin dari orang tua gadis itu?"

Dimas tertegun, sudut pandang Ara selalu membuatnya sadar bahwa di dunia ini tak ada hal yang mudah. Ia haru berusaha sedikit lebih keras dan sedikit lebih banyak untuk kemudian bisa membuat rencana ini lancar. Netranya kemudian mengerjap dan labiumnya tersenyum patah-patah.

"Masalah itu aku yang akan urus nanti, kalian hany aperlu membantuku saja. Oh iya, toko kue di seberang Kedai tempat kita bekerja terima pesanan untuk lusa tidak ya?" Tanya Dimas sembari lirik Ara.

"Mereka terima pesanan setiap hari, dengan pembuatan kue tercepat. Ada diskon setiap hari jum'at." Jawab Ara dengan mendetail penuh.

"Kenapa kau tahu begitu banyak?" Tanya Teo dengan mata mengerling takjub.

"Aku pernah bekerja disana."


----


DIMAS -selesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang