—Ada beberapa luka yang berasal dari cinta, ada pula banyak kebodohan yang disebabkan oleh cinta—
Sejak dulu, Dimas jarang sekali dimanjakan oleh rupiah. Lembaran kertas berharga itu terlalu bernilai untuk di buang-buang, kata Ibunya. Ada setitik rasa iri dalam hati Dimas saat tahu jika kebanyakan orang di luar sana bahkan dengan mudahnya menghamburkan uang. Bukannya Dimas tidak bersyukur, hanya saja selalu ada secuil sakit dan perih dihatinya saat ia lagi-lagi harus ditekan ekonomi.
Salah satu dari orang beruntung di dunia adalah Teo– pemuda itu mudah saja jika menginginkan sesuatu. Baik yang benar-benar penting ataupun yang benar-benar tidak penting. Keluarganya dilimpahi harta yang menggunung, hampir berbanding terbalik dengan keadaan Dimas.
Siang ini, sepulang sekolah, Dimas mengiyakan ajakan Teo untuk berkunjung ke rumah pemuda itu. Bermain video game keluaran terbaru katanya. Siapa pula yang akan menolak.
"Ah, Teo, aku ingin sekali bertukar hidup denganmu!" Seru Dimas pelan sambil menatap langit-langit kamar sang sahabat.
Teo mendecih, "aku tak mau bertukar hidup dengan siapapun!" Balasnya kemudian.
Dimas mendengus kesal, "sialan kau!"
----
Petang hari Dimas baru pulang, berjalan gontai menuju rumah kontrakannya. Netranya dari jauh sudah dapat menatap Vio yang duduk di sofa halaman rumah seperti satu bulan yang lalu.
Gadis itu terlihat bercakap-cakap dengan Ibu, begitu akrab layaknya anak dan Ibu pada umumnya. Qila ada disana, menggendong Jey yang terlihat tidur nyaman.
"Akhirnya kau pulang juga, Nak Vio sudah menunggumu sejak tadi!" Gertak Ibunya sambil bangkit dari duduk, daster yang digunakannya sedikit kusut.
"Maaf, aku kan tidak tahu. Ponselku kehabisan daya," ujar Dimas sebagai pembelaan.
Ibunya menghela napas, lalu masuk ke dalam rumah setelah berkata akan mencuci baju.
"Maaf, aku tidak tahu kau datang. Kau juga tidak mengatakan akan datang." Ucap Dimas sebagai pembuka percakapan sambil mendudukan diri di sofa usang lainnya.
"Kak Dimas lama! Jadi Qila sudah habiskan cokelat dari Kak Vio," ujar gadis kecil itu dengan nada kesal, kentara sekali jika ia marah pada Kakaknya.
"Maaf ya Qila, Kakak kan tidak tahu jika Kak Vio akan berkunjung hari ini." Jawab Dimas sambil mengelus pucuk kepala sang adik yang tetap cemberut.
"Aku sengaja tak memberitahumu, ingin menjadi kejutan, tapi kau malah tak ada di rumah." Vio ikutan merajuk, terlihat begitu kesal.
"Maafkan aku. Ohya, sudah mebgobrol banyak dengan Ibu?"
Vio mengangguk antusias, "banyak, banyak sekali. Iyakan Qila?"
Qila mengangguk lucu, kemudian pergi masuk kedalam rumah sambil menggendong Jey karna katanya acara kartun kesukaannya akan segera tayang di televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMAS -selesai
Novela JuvenilAda banyak cara mencintai dan mendapat cinta. Dimas memilih mengemis sesuatu bodoh itu pada seorang gadis yang bahkan mungkin bukan takdirnya. Pengorbanan selalu ia lakukan demi apa-apa yang akan menyangkut kisah romasanya. Walau acap kali luka dan...