-Lalu kita haya akan berakhir sebagai sebatas pernah yang kini punah-----
Sudah Dimas cukupkan segala rasa sakit yang ia terima, sudah Dimas putuskan bahwa ia tak ingin sakit walau sekali lagi. Tak ada yang bisa dibenarkan dari sekedar sebuah perjuangan tanpa balasan. Ia lelah berlari seperti orang bodoh hanya untuk mengejar sesuatu yang tak mau lagi dimiliki.
Jika Vio memang tak lagi berkenan untuk berjalan bersamanya, maka satu-satunya hal yang bisa Dimas lakukan adalah melepaskannya dan membiarkan Vio memilih apa yang ia mau. Walaupun akan sangat susah sekali, walaupun akan sangat begitu menyakitkan. Namun bukankah dulu ia sendiri yang telah masuk pada permainan penuh dusta milik semesta berkedok asmara? Maka ia sendiri yang harus bisa keluar dan menyelesaikan semuanya selayak baik-baik saja.
Karna sebenarnya untuk apa marah? Tidak akan mengembalikan hati yang sudah terlanjur rusak dan berserakan.
Ia ingin marah, ia ingin berteriak, ia ingin melawan. Namun pada siapa? Pada apa ia harus melampiaskan perasaaanya disaat semua kesialan ini memanglah hal yang ia pilih sejak awal. Bermain-main dengan cinta bukanlah pilihan bagus jika kau tak ingin mendapatkan karma.
Hukum semesta selalu adil, siapa yang melukai akan dilukai pula di kemudian hari.
"Makan, jangan melamun terus." Bapak menepuk punggung Dimas hingga membuat sang empu terlonjak kecil sebelum mengaduk nasi dengan malas lalu menyuap sedikit demisedikit nasinya.
Vio, kau telah lukai hati Pemuda yang rela susah untuk dirimu. Hatinya telah rusak, pecah-pecah dengan taburan luka, berdarah-darah dengan tangisan tanpa air mata.
----
"Jangan berlagak kuat, aku tahu kau payah." Desis Teo dengan malas saat Dimas mengepulkan asap rokok ke sekian batang di rumahnya.
Dimas hanya terkekeh, rusak, ia telah rusak.
"Gila." Umpat Teo sambil memalingkan matanya, ia tak mau Dimas menjadi seperti ini hanya karna urusan cinta.
Teo hanya tak tahu saja sedalam apa luka yang diterima Dimas atas penghianatan yang ia dapatkan.
"Mari cari gadis lain." Gumam Dimas asal-asalan sembari menyesap batang nikotin itu.
"Gila? Aku sudah punya Ara," jawa Teo dengan yakin.
Dimas hanya tersenyum kecut, ia pernah begitu percaya bahwa Vio adalah takdirnya namun buktinya bukan kan? Berharap pada sesuatu dengan terlalu jauh bukanlah hal yang hebat. Semesta selalu tahu cara menjatuhkanmu.
Lagi-lagi Dimas hanya terkekeh kecil menanggapi ucapan Teo yang belum tahu apa itu patah hati yang begitu berat. Ia hanya berharap bahwa Teo tak akan mengalami segala bentuk rasa sakit yang ia rasakan.
----
"Murid baru? Siapa?"
"Siapa?"
"Mana? Yang mana?"
"Pindahan dari sekolah mana?"
Begitulah desas desus awal tahun ajaran baru, waktu dimana mereka menginjak satu kelas lebih tinggi. Waktu dimana kehidupan akan ditekan jauh lebih dalam dan jauh lebih sakit.
Ara yang mendnegar desas-desus itu mendengus. Ia benci orang baru, ia benci tersaingi, ia benci tergantikan.
Dimas menyenggol lengan Teo dengan tak sabaran saat murid baru itu masuk bersama dengan wali kelas mereka. Gadis yang terlihat begitu lugu dan polos, tatapan yang menenangkan dan juga kerudung yang menetap cocok dengan kepalanya.
Ara benci mengakui bahwa ia takut Teo meninggalkannya, Ara benci mengakui bahwa ia jauh lebih buruk dari gadis di depan kelas itu.
"Ayo nak, perkenalkan namamu." Ujar Wali kelas mereka dengan senyum merekah.
Dimas berbinar melihatnya, lain hal dengan Vio yang menatap hampir tak suka.
"Nama saya Ann, pindahan dari Jakarta, semoga bisa berteman baik dengan kalian semua." Gadis itu lalu tersenyum malu-malu.
Siulan-siulan kurang ajar mulai terdengar bersahutan dari bibir para siswa yang duduk di belakang. Ara berdebar, rasa takutnya kian membesar saat ia melirik Teo dan Dimas yang kini memandangi Ann tanpa jeda. Mereka berdua terang-terangan mengagumi Ann lewat tatapan yang terlampau lama.
Dimas tahu, dunianya akan berbeda setelah ini.
Ia memang pernah rusak, maka ia pun akan balik merusak.
----
"Ada sebuah perasaan tidak tahu diri milik manusia, yaitu; dendam. Perasaannya tak akan bisa diredam."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMAS -selesai
Teen FictionAda banyak cara mencintai dan mendapat cinta. Dimas memilih mengemis sesuatu bodoh itu pada seorang gadis yang bahkan mungkin bukan takdirnya. Pengorbanan selalu ia lakukan demi apa-apa yang akan menyangkut kisah romasanya. Walau acap kali luka dan...