Part XVI

2 3 0
                                    

Happy reading!
~

Ting!

Panggih PGSD: Sayang

Aku membaca pesan yang masuk dan terdiam. Aku harus bagaimana? Aku harus merasa apa?

Kalo boleh jujur, aku suka. Tapi aku juga takut. Takut dengan diriku sendiri.

Yaya :?
Panggih PGSD: Gpp
Yaya : ?

Ting!
Ting!
Ting!

Panggih PGSD: I'm yours
Panggih PGSD: Eh
Panggih PGSD: Mwehehe
Yaya : Aish

Aku hanya tersenyum tipis dan kembali berkutat dengan tugas.

"Kak, liat upin-ipin," pinta Nirmala. Anak itu datang dari arah dapur dan membawa semangkuk singkong goreng.

Aku menggeser dudukku dan membiarkannya menonton video upin-ipin yang sudah terunduh. Kuambil ponsel dan mengambil gambar semangkuk singkong goreng yang mama buat. Aku terkikik pelan, saat mengirimkan potret tadi pada Panggih. Dosa nggak ya? Ini kan lagi bulan puasa.

Aish, salah siapa dia mengirimiku pesan. Semenjak awal puasa, kami seolah sepakat tidak saling mengirim pesan. Tapi nyatanya, baru beberapa hari puasa, kami sudah kembali berkirim pesan.

Kata dia kalo tidak pakai hati, maka puasanya tidak batal. Lah, dia pikir aku bisa membalas pesannya tanpa memakai perasaan?

"Sekolah yang bener, jangan main hp terus."

Mendengar itu aku buru-buru menyembunyikan ponselku. Tinggal di rumah kakek--ayahnya mama--memang begini. Ini kali pertama aku kembali satu rumah dengan pria paruh baya itu. Nenek dan kakekku sudah berpisah semenjak mama kecil.

Dulu mama tinggal dengan kakek dan istri baru kakek. Sedangkan nenek hidup dengan kedua adik mama. Setelah mama menikah, kadang kala kakek tinggal bersama kami. Namun, nenek tak pernah suka jika kakek berada serumah dengannya.

Sekarang, ketika mama kembali sakit. Mama memilih tinggal di rumah kakek. Aku ikut kemari karena di rumahpun aku terlanjur lelah. Mendengar para saudara terdekat berkata, bahwa mereka lelah dengan mama. Mereka lelah mengurus mama.

Bukan sekali dua kali aku menangis, semenjak pulang ke rumah sampai sekarang, tak ada sekalipun kulewati hariku tanpa air mata. Pikiranku kacau, hatiku kacau, begitupun juga hidupku.

Aku ditekan di sana, di sinipun sama. Aku sakit, tapi tak ada yang mengetahuinya. Entah mereka yang terlalu sibuk dan tak sempat memperhatikan. Atau aku yang terlalu baik dalam berperan.

Ting!

Ayana PF : Ya, tugas Bu Nuri udah belum? Minta salinannya dong.

Aku meraih beberapa lembar kertas folio yang berserakan di atas meja. Menata semuanya menjadi satu, kemudian memotret lembar demi lembar jawaban tugas yang ditanyakan Ayana.

Selama kuliah online berlangsung, Ayana memang kerap kali meminta jawaban tugasku. Anak-anak sekelasku hanya datang padaku ketika mereka sedang butuh. Ketika mereka sedang kesulitan. Jawaban tugas juga uang. Silahkan ambil asal jangan sekalipun mengambil hal lain yang kupunya.

Ting!

Panggih PGSD : Santai banget kamu ngirimnya, yang :)

Aku meringis dan memilih untuk menyudahi chat. Aku ingin merasakan rebahan. Tanganku pegal setelah menulis sembari listening video berdurasi 4 jam.

-

Ting!

Aku mengulum lembut bibir bawahku. Melihat sebuah kiriman masuk di classroom-ku. Kenapa seminggu ini banyak sekali tugas yang deadline-nya berdempet-dempetan sih? Apa ini efek dari hari merahku di bulan puasa? Mentang-mentang libur puasa, aku jadi dijejali banyak tugas, begitu?

Kamu & Tugas Dari Semesta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang