Part IX

2 3 0
                                    

Happy reading!
~

Paginya, aku sudah disambut oleh hari minggu yang melelahkan karena aku harus membereskan rumah ini. Tak ada yang punya waktu untuk membereskan rumah bila tuan rumah sedang jatuh seperti sekarang ini.

Aku menghela napas untuk yang kesekian kali. Mencoba bersabar dengan tugas rumah yang menguras tenagaku sejak pagi buta. Kuselesaikan acara mengepel dan pergi menuju dapur.

Elgio belum sempat belanja, batinku ketika tak mendapati sayuran yang bisa kuolah. Bumbu dapur, ada. Hanya saja sayurnya kosong. Hm, apa aku harus menggoreng telur? Tidak, jangan. Baik Elgio maupun Nirmala, keduanya sama-sama punya alergi di saat-saat tertentu. Mi? Apalagi itu! Bisa-bisa aku mati muda dibunuh induk kedua anak itu. Ck, memusingkan sekali!

Aku bergerak menuju meja makan dan membuka magic jar. Aku mengembus napas lega, setidaknya masih ada nasi yang bisa kusulap jadi nasi goreng alaku. Ok, mari kita berperang di dapur!

-

Aku menatap penasaran pada reaksi Elgio ketika mencicipi hasil masakanku. Sudah kudengar pendapat dari Nirmala yang katanya nasi gorengku enak. Sekarang giliran si jago masak nomor 2 yang akan mengomentari hasil masakanku.

Meski terlahir menjadi seorang laki-laki, Elgio bisa dikatakan mampu mengurus urusan dapur. Dia tau caranya meracik bumbu dan dia mau belajar. Setelah tidak ada aku di rumah ini, pasti dia jadi makin menempel pada mama.

"Hambar," ucap Elgio.

Tulang rahang bawahku seolah jatuh setelah mendengar komentarnya. Apa-apaan dia ini? Sudah jelas-jelas tadi Nirmala bilang masakanku enak! Hish, mentang-mentang pandai masak dia jadi bisa sombong.

Aku mendengkus pelan dan memilih berlalu memasuki kamar setelah mengambil sepiring bagianku. Aku duduk di atas kasur dan menatap laptop yang sejak pagi kunyalakan. Kucopot pengisi daya ketika batre sudah full.

Aku mengambil sesendok nasi goreng dan menyuapkannya pada mulutku. Kukunyah dengan hati yang sibuk mengumpati Elgio. Cih, lihat saja, meski hambar begini, nanti juga habis. Aku berani bertaruh.

-

Ada temanku yang pernah bertanya padaku, "Mbak, aku suka seseorang tapi takut kalo aku ini bukan jodohnya?"

Aku tersenyum sekilas mendengar pertanyaan itu. Lalu pandanganku tertuju pada langit senja yang sedang indah-indahnya. Sembari menikmati semilir angin, aku menjawab pertanyaannya dengan santai.

"Wajar saja, Tuhan lebih tau mana yang terbaik untukmu. Jadi, jangan merasa kaget bila nanti kamu tak bersama dengan orang yang namanya kamu sebut dalam doa. Mungkin kamu akan berakhir dengan orang yang selalu menyebut namamu dengan kencang ditiap doanya. Atau dengan sosok yang dengan gagah beraninya langsung memintamu pada keluarga.

"Kamu tidak harus berakhir dengan dia yang kamu jaga rasanya. Dengan dia yang kamu yakini sebagai penutup kisah. Dengan dia yang kamu anggap pusat dari segala rasa. Anggap saja, lewat semesta, Tuhan sedang bermain-main sedikit denganmu. Mempertemukanmu bukan untuk saling memperjuangkan hubungan. Bukan juga mempertahankan. Tapi hanya sebatas pembelajaran."

Temanku terdiam sesaat kemudian berkata, "Mbak benar, segala yang terjadi di dunia ini adalah pelajaran. Semua tergantung dari sudut pandang mana pelajaran itu dilihat."

Aku yang mendengarnya hanya mengiyakan dalam hati. Pembicaraan itu ditutup dengan senja yang indah.

Mengingatnya, membuatku tersadar, bahwasanya nanti pemuda yang saat ini mengirimiku pesan pasti juga akan pergi. Aku tersenyum dan kembali membalas pesan Panggih, yah, selagi masih bisa.

Aku menopang dagu dengan sedikit lesu. Aku tak bisa merawat mama. Wanita itu tak memperbolehkanku meninggalkan rumah dan adik-adikku. Aku harus menjaga keduanya.

Sejujurnya, aku tak terlalu pandai dalam menjaga. Terbukti dari beberapa kali aku kecolongan perasaan. Aku gagal menjaga usahaku dalam melupakan seseorang.

Panggih PGSD : Berarti sampe mama sembuh, kamu di rumah terus?

Aku membasahi bibir yanh terasa kering. Kemudian menghembus napas. Aku sudah berjanji pada Rahayu, bahwa aku pasti akan pulang ke kos setelah mama sembuh. Benar-benar sembuh dan sehat seperti sedia kala.

Hatiku sedikit tersentuh ketika membaca ulang pesannya di jam satu pagi dini hari. Hm, tak ada yang seperti ini sebelumnya. Bersikap seperti mengkhawatirkanku.

"Jen." Elgio muncul dari balik pintu ruang keluarga sekaligus ruang tamu. Aku berdehem pelan.

"Nenek Yah di mana?" tanya Elgio.

Aku menggeleng dan kembali fokus pada laptop yang akhirnya dapat tersambung dengan wifi milik adik nenekku. Aku sedikit lega karena masih bisa kuliah di kampung halamanku. Kalo tidak ada wifi ini, sudah pasti sekarang aku sedang merengek karena belum bisa mengirimkan tugas.

"Tadi nitip kunci, bilangnya mau cari rumput," jawabku.

Elgio melangkah masuk dan duduk di pinggir kasur busa yang terletak di depan rak kayu. Ia tak membawa ponselnya, pemandangan itu membuatku mendengkus pelan.

"Apa? Mau nyari anime apalagi?" tanyaku sebal.

Elgio hanya menunjukkan cengirannya kemudian mendekat padaku. Duduk di sampingku dan mengutak-atik laptop. Ketika dia jadi wibu, aku tentunya jadi kpopers. Nirmala? Hm, anak perempuan itu agaknya belum punya kesukaan seperti dua kakaknya. Semoga saja dia tak sepertiku juga Elgio.

"Nggak usah nontonin yang enggak-enggak," ujarku sengit. Aku melipat tangan di depan dada.

Elgio memutar bola matanya terlihat malas mendengar perkataanku. "Brisik," balasnya singkat.

Menit-menit berlalu tanpa adanya obrolan sampai Elgio akhirnya berkata, "Senin aku US."

Aku menatap Elgio yang tak menatapku. Pandangan anak laki-laki berumur 15 tahun itu sedang fokus pada layar laptop yang menampilkan banyak judul anime.

"Pakai aja laptopku." Aku berujar santai. Elgio juga punya hak atas laptop ini, meski mama membelikannya untukku. Tapi bagiku, baik Elgio maupun Nirmala. Bahkan juga mama dan papa, mereka bisa menggunakannya.

"Kuliahmu?"

"Aku isi presensi udah dianggap hadir kok. Nggak usah sok nggak enak gitu," jawabku santai.

Elgio menoleh dan menatapku. Aku ikut menatapnya. Entah gen papa ataupun gen mama yang lebih besar tertanam pada dirinya. Yang pasti, baik aku maupun Elgio. Semua anak mama dan papa punya gen masing-masing dan saling mendominasi.

Elgio mengalihkan tatapan kemudian menghela napas. Aku mengabaikannya dan memilih bermain ponsel.

"Kakak!"

Kulihat Nirmala masuk, anak perempuan itu pastinya sudah mandi. Aku mengalihkan pandang pada bajuku. Hm, masih pakai baju yang kemarin malam kupakai tidur.

"Disuruh pulang, terus mandi," tutur Nirmala.

Aku menganggukan kepala kemudian mengangsurkan ponselku pada Nirmala. Anak itu butuh hiburan selagi aku tak ada di antara dia dan kakak laki-lakinya. Bisa-bisa, ketika kutinggal nanti, keduanya akan berperang sengit dan membuat Nirmala menangis.

"Nih, nonton di YouTube ya. Jangan ribut sama Masmu." Setelah berkata seperti itu, aku berlalu keluar dan pulang ke rumah.

~to be continued~
Uploaded on 20 Agustus 2020

Kamu & Tugas Dari Semesta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang