16. Hujan dan Kenangan

772 640 332
                                    

"Hujan aku tidak pernah membencimu, hanya saja setiap engkau datang sangat menyesakkan untukku, memaksa pikiranku untuk mengingat setiap kenangan menyakitkan itu."

Hujan ...

Setiap tetesnya yang jatuh membasahi bumi, tak pernah mengenal tempat dan waktu, disudut manapun di segala penjara bumi dia akan datang jika memang waktunya sudah tiba.

Kedatangannya tak pernah diduga. Turun diantara awan hitam yang pekat. Dingin, sejuk, dan menenangkan, itulah yang menggambarkan kedatangannya

Sebagian yang lain menyukai kedatangannya, tapi tak sedikit pula yang membenci kedatangannya seperti seorang gadis yang kini tengah duduk sambil memeluk lututnya sambil menangis.

Malam ini, hujan deras mengguyur kota Jakarta, tak lupa suara petir juga ikut mengiringi kedatangannya, sehingga menambah suasana mencekam malam ini

JDARRR!!!!

Suara petir terdengar cukup keras, bersamaan dengan itu listrik pun menjadi padam, kegelapan kembali menyapa, semakin menambah suasana menyeramkan dimalam ini.

"Bundaaaaaaaaaaa!!!!" Teriak Aisyah memanggil Ibunya. Badan gadis itu limbung, dan terjatuh kelantai rumah mereka, ponsel putih miliknya yang sedari tadi dipegangnya jatuh begitu saja.

Saat ini ketakutan mendera gadis itu. Kenangan menyakitkan itu kini bercampur menjadi satu dipikirannya. Bagaikan sebuah film yang diputar berulang-ulang, seperti itulah yang kini tengah dia rasakan.

Tangan Aisyah kemudian meraba lantai mencoba menemukan ponselnya. Setelah berhasil menemukan ponsel putih miliknya, langsung saja ia mencari kontak suaminya dan menekan tombol call dengan panik dan terburu-buru.

Tapi, bukan jawaban yang seperti ia harapkan datang, justru suara operator lah yang menyapanya, mengatakan nomor yang dituju tidak dapat dihubungi. Kenapa disaat seperti ini Alex malah tidak bisa dihubungi.

Gusar, takut, semuanya kini bercampur aduk. Rasa takutnya akan hujan dan juga suara petir kini sudah menguasai dirinya. Gadis itu terus memundurkan tubuhnya sampai akhirnya dia sampai ditembok. Kemudian dia kembali menyeret tubuhnya, sampai akhirnya terjatuh disofa ruang tamu rumahnya.

Aisyah kemudian memeluk kedua lututnya, sambil menutup telinganya dan berharap agar hujan ini akan segera berakhir.

Hiks .... Hiks ... Hiks ....

Gadis itu mulai terisak, pertahanannya akhirnya runtuh, ketika ketakutan itu sudah tidak dapat ditahannya lagi. Siapapun, tolonglah dirinya, Aisyah benci seperti ini, dia benci menjadi sosok yang lemah.

Hal yang paling ditakutkannya, dan yang dia coba hindari selama ini adalah hujan, gadis itu sudah tak sanggup lagi, sekelabat bayangan itu kembali berputar dikepalanya. Darah segar yang sudah berceceran dimana-mana, tindakan pemaksaan, air mata yang menjerit meminta pertolongan, semuanya kembali berputar dikepalanya.

"Ayah ... Bunda ... Alex" Aisyah terus memanggil nama-nama tersebut. Petir dan hujan kian bercampur menjadi satu. Aisyah takut. Saat ini gadis itu hanya seorang diri dirumah, sedangkan Alex sama sekali belum pulang dari kantor. Gadis itu kembali menangis sejadi-jadinya sampai ia mendengar suara pintu rumah yang terbuka.

***

Alex yang baru saja menyelesaikan sholat Maghrib di musholla yang disediakan dikantornya, kini langsung bergegas pulang

FATED (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang