Hari itu, Irene benar-benar pergi dari kehidupan Taehyung setelah menanda tangani surat perceraiannya.
Tanpa dipertahankan sama sekali.
Terbayangkah bagaimana rasanya?
Apakah jika mengatakan bahwa ia hamil, Taehyung akan menahan tangannya dan memohon untuk bertahan disisinya saja?
Apakah Taehyung masih membedaekan egonya?
Sudahlah, pertanyaan tersebut hanya memenuhi kepala saja. Irene menjadi berkali lipat menjadi lebih pandai menangani situasi. Ia sudah berlatih, bahkam ia juga berhasil tidak lagi menangis kemarin.
Irene bukanlah wanita lemah lagi sekarang. Semoga saja janonnya juga tumbuh menjadi anak yang kuat.
Berlokasi dipinggiran kota, kontrakan yang berada di gang sempit yang terlihat lusuh namun bersih, disitulah irene tinggal. Pemukiman cukup padat disana, tetapi Irene bisa secepat itu beradaptasi dengan lingkungan barunya.
"Nak, kau pindahan baru ya?" Tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja melihat Irene.
"Iya ahjumma, aku baru kemarin pindah" jawab Irene sopan
"Waah, kita punya tetangga baru lagi. Perkenalkan aku Yoshi, panggil saja ibu Yoshi, semua yang tinggal disini memanggilku ibu Yoshi" terangnya ramah, jujur ini membuat Irene teringat ibunya, ia jadi rindu ibunya.
"Iya bu, namaku Irene"
"Baiklah nak, aku akan pergi dulu. Jika kau butuh bantuan jangan segan untuk menghubungiku" diangguki oleh Irene sopan sebelum wanita paruh baya itu pergi.
***
"Bahkan aku tidak tahu lagi sebenarnya kepalamu itu diisi apa Taehyung-ah" Nam-Shin memang terkuras emosinya akibat ulah Taehyung yang menyebabkan Irene pergi.
".....Kau ini bodoh sekali, kau ini brengsek, kau ini keparat, bahkan aku juga ingin pergi seperti Irene sekarang" Nam-Shin benar-benar emosi.
"Pergilah, aku juga tidak menahanmu" jawab Taehyung dengan santainya.
"Kau membiarkan aku pergi?"
"Iya"
"Kau gila? "
"Iya"
"Apa kau bisa menyelesaikan masalahmu sendiri? "
"Iya"
Taehyung daridulu memang seperti itu, untung saja Nam-Shin itu penyabar, untung saja Nam-Shin setia berada disisi Taehyung.
Nam-Shin menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan emosinya. Setelah reda, ia mulai lagi berkata dengan tenang.
"Baiklah, coba katakan satu saja alasan kau membiarkannya pergi. Aku mengenalmu Tae, aku sangat mengenalmu, tidak mungkin kau memutuskan sesuatu tanpa ada sebab. Kau bukan tipe orang yang suka iseng-iseng berhadiah"
"Karena ini" jawabnya singkat sembari menyodorkan beberapa kertas yang baru saja Taehyung keluarkan dari mapnya.
"Surat apa? "
"Baca saja"
Butuh dua puluh menit bagi Nam-Shin untuk membaca isi kertas tersebut. Memang sedikit lama, karena Nam-Shin mengulang-ulang satu kalimat yang ia kira ia salah membaca. Ia tertegun, dengan wajah kagetnya ia memandang Taehyung yang dengan tenangnya mengerjakam sesuatu dilaptopnya.
"Tae, -"
"Iya hyung, aku sakit. Suatu saat nanti, aku tidak akan mengenal kalian semua, termasuk melupakan diriku sendiri." jelas Taehyung tanpa memaandang Nam-Shin sekalipun.
"Kau bercanda? "
"Kau tahu sendiri aku tidak suka bercanda"
"Kenapa kau baru bilang sekarang"
"Karena kau pasti akan gegabah, kau menganggapku ringkih, aku benci itu"
"Itu karena aku hyung mu! "