Distrutto

1K 82 2
                                        

Malam tiba, dengan cuaca yang terlihat mendung namun tak menggoyahkan sebagian orang yang berniat pergi dan bermain di luar rumah. kendaraan berlalu lalang, mengabaikan satu demi satu orang yang sibuk dengan dunianya. Seperti Ken contohnya.

Hari ini hari yang begitu membahagiakan bagi seorang Ken. Seharian tanpa jeda ia bersama dengan seseorang yang ia cintai dalam diam. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya ia tersenyum bahagia. Melupakan sedikit rasa sakit dan rasa menyerah yang selalu ia rasakan setiap detik di sana.

Naya yang hiperaktif selalu bisa mengalihkan dunianya. Dunia yang begitu kejam merenggut masa mudanya. Dunia yang begitu kelam. Dan mungkin dunianya yang tak akan lama lagi.

Kini ia sudah menyerah, pasrah pada takdir yang berkata apapun itu. Ia tak akan memberontak. Ia tak akan berulah. Ia akan menjadi Ken yang penurut, yang akan menyerahkan sepenuhnya pada takdir sekalipun ia tak ingin mati.

Setelah berjalan cukup jauh dari lokasi mereka berpisah, kini Ken berjalan seorang diri. Meski senang nyatanya ia hanyalah pemeran karakter dengan penyakit parah. Seseorang yang digambarkan memiliki riwayat hidup singkat, dan lemah.

"Apa aku akan cepat mati?" Ken bertanya pada diri sendiri, pada Tuhan yang seolah tak adil memberinya penyakit ini. Ia juga ingin hidup lama, ingin merasakan apa yang dirasa mereka di luar sana. Tanpa terasa, butir berbentuk kristal menetes seiring langkah kakinya yang semakin berat. Ken memilih jalan yang sepi, agar tak terlihat ia sedang menangis.

Kenapa?

Kenapa harus dirinya?

Kenapa engkau memberikan rasa sakit ini pada aku yang ingin hidup lama?

Aku tak ingin mati.

Aku ingin hidup lama.

Batinnya menjerit, seolah tak terima atas garis takdir yang digambarkan Tuhannya. Ia lelah, lelah dan ingin menyerah saja pada Tuhan. Percuma ia memberontak yang pada akhirnya terjadi juga.

Langkahnya semakin berat, rasa sakit hatinya tak cukup menyiksa dibanding rasa sakit dikepala dan jantungnya. Baru kali ini jantungnya sesakit ini.

"Apalagi ini Tuhan?" Isakannya semakin terdengar pilu. Memaksakan melangkah sembari memegang dadanya yang terasa amat begitu sakit.

Apakah ia harus menyerah sekarang?

Rasa sakitnya semakin menjadi, Ken mengitari sekitar dengan kelopak matanya. mencoba mengintai sekitar apakah ada harapan seseorang menolongnya?

Tapi nihil, Ia telah mengambil jalan yang salah tadi. seharusnya ia tidak mengambil jalan yang sepi ini.

uhukk...

uhukk..

Tanpa bisa ditahan lagi, Ken batuk hebat hingga tenaga nya terkuras habis. Beberapa menit kemudian pandangannya kabur.

Mungkin ini akhir hidupnya.

sendirian.

kedinginan.

dan gelap.

Ken masih berusaha meraih botol obat yang tersimpan di jaket hoodienya. Namun kegelapan itu begitu cepat merenggutnya paksa.

Menghilangkan semua rasa sakitnya, dan membiarkannya tenang selamanya.

"Maafkan aku, Kevin."

****

"Hallo, Brama Ini gua, Naya."

"......"

Distrutto (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang