Distrutto

1.4K 82 0
                                        

"Kau bercanda? tadi pagi bahkan dia baik-baik saja." Seseorang berteriak dengan amarah yang memuncak saat panggilan telepon menyambung pada ponsel yang hampir saja hilang akibat perkelahian tak imbang.

"Sebaiknya anda segera kemari." Suara yang menyebutnya dokter beberapa detik yang lalu membuyarkan segala kekhawatiran ia ditangkap lagi.

Tadi, Kevin yang di tali dan di gantung di gedung tua tak berpenghuni dapat lolos karena tak banyak yang menjaganya.

Menarik napas berat, Kevin yang menepi di bahu jalan segera memutuskan sambungan telepon dan melaju kencang menuju tujuannya.

hidupnya yang begitu berarti, dan tujuannya hidup di dunia kejam ini.

Beberapa jam setelah nya ia sampai di depan pintu kamar VVIP di mana seseorang terbaring dengan berbagai alat yang bahkan tak Kevin ketahui fungsinya.

Menatap sendu, tangan dengan tonjolan urat-urat itu masih tak memiliki keberanian melangkah kan kaki mendekati adiknya.

Koridor rumah sakit yang saat ini sepi, wajar saja sekarang sudah pukul 2 dini hari begitu ia sampai di sini.

"Huft."

ceklek!

suara pintu dibuka mendominasi ruangan senyap itu beberapa detik, disambung derap langkah kaki yang ragu-ragu mendekat. mata yang berkaca-kaca ketika melihat seonggok tubuh terbaring tak berdaya meski masih memiliki nyawa.

"Dunianya masih baik-baik saja selama adiknya dapat ia lihat dengan mata kepalanya sendiri."

Egois! memang.

Sekelebat mimpinya saat ia di sandera berbayang. apakah itu yang Ken inginkan saat ini?

Yang pasti ia masih di dera kebingungan. tadi pagi bahkan Ken masih merajuk padanya, meminta untuk ditemani dan dibelikan makanan pedas kesukaannya. Namun sekarang? bahkan untuk bernapas saja dibantu oleh alat-alat canggih masa kini.

Sebutir tetes menyerupai kristal menyeruak keluar membentuk sungai melewati rahangnya yang tegas.

"Apa kau menginginkan itu, Ken?" gumamnya lirih pada tubuh yang memejamkan mata dengan tenang disana.

"Sayang sekali aku tidak akan mengabulkan nya."

*****

Sudah pukul setengah dua dini hari sungguh wajar bagi makhluk hidup untuk tertidur lelap dalam mimpinya. entah baik atau buruk manusia memiliki porsi kesadarannya masing-masing, kecuali kelelawar atau makhluk malam lainnya yang memilih terbangun dan mencari makanan di malam hari.

Namun berbeda dengan gadis berusia 18 tahun itu, merenung diluar kamarnya mengabaikan dinginnya malam yang menusuk sampai sumsum tulang belakangnya. rasa dinginnya terkalahkan dengan rasa penyesalan yang seolah menenggelamkan dirinya dalam lautan kesedihan begitu dalam.

sampai dasar lautan.

"Kenapa kamu tidak jujur?" gumamnya menatap kosong ibu kota yang begitu lenggang saat ini. "Kenapa kau memberikan kenangan manis beberapa jam yang lalu?" sambungnya bertanya-tanya.

Baru beberapa jam yang lalu ia merasakan kepastian dari manik mata Ken bahwa cintanya terbalas, baru beberapa jam yang lalu senyum manis yang menjadi candu terpatri saat menatap wajahnya, dan baru beberapa jam yang lalu tubuh yang ia rindukan memeluknya erat meski rasa canggung menelusup kurang ajar.

Dan beberapa jam yang lalu kenyataan menghantamnya.

kenyataan bahwa tumpuan hidupnya memiliki sedikit waktu.

Mengingatnya tanpa sadar air matanya menyeruak keluar begitu saja, mengekspresikan betapa hatinya hancur mendengar kenyataan itu. meski wajahnya menampilkan raut datar, hatinya hancur.

Distrutto (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang