Chapter 8 - Plan by Win Metawin

1.5K 190 21
                                    

Win POV

Setelah aku berbincang dengan Chimon tadi malam, aku ingin mengajak Papi ke Thailand dengan segala cara. Aku sudah merencanakan cara halus bujuk rayu ala Win Metawin sampai cara merajuk manja memalukan ala Win Metawin. Pokoknya Papi harus ke Thailand!

Papi dengan setelan jasnya sudah siap untuk pergi ke kantor lagi. Sepertinya tiada hari tanpa bekerja. Huft besok adalah hari Sabtu. Hari libur. Lagipula bulan ini Kalau bisa, besok kita harus bisa pergi ke Thailand. Lusa adalah konser sekaligus hari pernikahan Ibu Chimon, yang mana Papi juga diundang. Jika bukan sekarang, kapan lagi coba?

Huft. Ayo Win! Kau pasti bisa! Papi pasti mau menuruti permintaanmu. Ingat itu Win! Asal bukan narkoba dan pesta seks, Papi akan mengabulkan semuanya! Ayo ayo Win! Kau bisa!

Aku menarik nafasku dengan panjang dan berkata,

"Papi!/Win!"sapa kami berdua secara bersamaan. Aku pun langsung tertawa dan Papi akhirnya ikut tertawa juga.

"Uhm papi aja duluan,"ucapku lalu duduk di sampingnya. Akan lebih baik kalau papi duluan. Seenggaknya aku gak bakalan kena marah lama-lama, Papi pasti liat-liat waktu juga kalau mau marah. Kalau udah mau telat pasti langsung dicepetin marahnya. Huft..

"Kamu serius mau pergi ke Thailand?"tanya Papi tiba-tiba. E-eh ini serius?

"Y-ya tentu saja mau,"jawabku sambil menyembunyikan rasa senang di dalam hatiku.

"Papi sudah pesankan dua tiket untuk ke Thailand dan tiket konser band kesukaanmu itu. Kau dapat kursi VVIP,"kata Papi lalu memberikan aku satu dua tiket, tiket konser dan tiket pesawat. Eh? Tapi katanya dua tiket? Apakah Papi ke Thailand?

"Papi jadi ke Thailand?! Besok?!"

"Uhm ya.. begitulah.."katanya sembari menggaruk-garuk kepalanya. Biasanya kalau Papi kayak gitu alasannya cuma ada dua. Pertama dia malu, kedua dia gugup. Apa ini berarti?

"Papi mau ketemu Paman Gun?"tanyaku perlahan. Aku tidak mau sampai Papi berubah pikiran. Papi berencana ke Thailand merupakan langkah yang bagus. Selama 15 tahun lebih Papi belum pernah ke Thailand. Aku yakin Papi menganggap kota kelahirannya itu sebagai mimpi buruknya. Kedua orang tuanya meninggal disana, dan di hari yang sama pula kekasih yang ia cintai justru menikah. Apa yang lebih buruk dari itu?

Jedanya lama sekali. Pikiran Papi seperti sedang mengawang ke udara. Ia bahkan menghela nafasnya dengan berat sebelum menjawab, "Ya mungkin,"

Aku tersenyum menanggapinya lalu mengelus punggung Papi. Punggungnya sangat kuat dan kokoh, punggung yang sering aku naiki saat aku kecil, punggung yang sudah menanggung berbagai masalah sejak dulu. "Terima kasih ya Papi sudah mau mencoba,"ucapku lalu tersenyum lagi.

"Hahh.. Papi butuh bantuanmu,"

"Eh? Apa itu? Pasti aku laksanakan dengan segenap hatiku!"jawab aku dengan gaya hormat mempersembahkan hati ala Eren di Attack on Titan.

"Belum dikatakan saja kamu sudah sesiap itu. Papi hanya meminta kamu untuk di samping papi selalu. Papi rasa, tangan Papi akan mengalami tremor,"ucapnya lalu melihat ke tangannya. "Dan juga tolong kamu jaga dirimu baik-baik ok? Anaknya Arm yang akan menemani kamu di konser,"lanjutnya.

Oh iya ya konser. Bahkan aku sekarang sudah tidak mempedulikan itu. Tapi yasudahlah.

"Iya Papi tenang aja ya?"jawab aku. Namun ada lagi yang terlintas di kepalaku. "Papi mau bertemu Paman Gun di acara pernikahan itu?"

"Kamu lihat undangannya?" aku mengangguk.

Ia menghela nafas lagi. Sudah berapa kali Papi menghela nafas di pagi hari?

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang