7

312 64 5
                                    


Hari Rabu kali ini kelas Lami mempunyai jadwal pelajaran olahraga. Dan khusus hari ini juga, kelas 11 IPS 2 dan 2 digabung menjadi satu dalam mapel tersebut. Entah apakah ini kabar baik atau buruk.

"Males banget sumpah gue sama mapel ini," gerutu Eri sambil memainkan rambut Hisna yang sedang tertidur dipahanya, entah kerasukan setan apa gadis itu mau saja dijadikan bantal.

"Gue juga males, Ri. Bolos aja yuk!" Tanpa basa-basi Lami mendaratkan pukulan ke lengan Wonny sambil melotot, berpura-pura marah.

"Gak usah ngajak yang engga-engga, hari ini penilaian teknik dribble. Lo gak mau dapet nilai?"

"Halah orang cuman mantul-mantulin bola doang. Kecil itu mah, iya gak?"

"Gue males sih tapi masih sayang nilai, gak kayak lo!" Sembur Eri dengan wajah meledek, Lami dan Hisna hanya tertawa mendengar keributan antara Wonny dan Eri. Mungkin itu sudah hal biasa yang mereka dengar.

"Ih punggung gue gatel, yuk cari tempat lain buat rebahan!" Hisna mendudukkan diri disamping Eri, wajah cantiknya tampak kesal saat melihat kawanan semut yang berada ditanah bekas tempat tidur dadakannya.

"Kita disini mau olahraga ya, His. Bukan mau rebahan, sesekali kebiasaan molor lo jangan dibawa-bawa." Setelah memberi petuah kepada Hisna, Lami segera bangkit menuju tengah lapangan.

Semua anak kelas 11 IPS 2 sudah berkumpul ditengah lapangan, cuaca yang cerah membuat sebagian anak terpejam karena silau. Sedangkan dibawah pohon mangga seberang lapangan, Qory terkekeh pelan melihat ekspresi kegerahan keempat temannya. Dirinya merasa bersyukur saat mengetahui kelas 11 IPS 1 melakukan penilaian terlebih dahulu, setidaknya saat itu matahari masih belum bersinar terik.

"Ya ampun itu guru ngasih penjelasan apa ceramah sih? Lama bener buset. Punggung gue udah basah elah." Bisik Eri penuh penekanan disamping telinga Wonny. Jangan heran dengan tingkat kecerewetan gadis tersebut hari ini, Eri akan menjelma menjadi cewek bawel saat sedang mengikuti mapel olahraga. Karena dirinya sangat membenci mapel tersebut, entah apa alasannya.

"Tadi gue ngajak bolos kaga mau, capek ngomong sama elo." Balas Wonny sambil mengikuti cara berbicara Eri sebelumnya, walaupun gadis jangkung tersebut harus rela menundukkan kepalanya agar bisa sejajar dengan telinga Eri.

"Oke kalau sudah jelas, silahkan absen terakhir maju penilaian. Lakukan dribble selama 1 menit dengan tangan kanan dan kiri, secara bergantian!"

Suara berat Pak Ardi membuat Wonny terkesiap kaget, matanya yang sudah membulat nampak terbuka lebar.

"Absen terakhir siapa? Ayo cepet, jangan ngulur-ngulur waktu."

Eri mendengus, kedua tangannya mendorong punggung Wonny dengan sekuat tenaga. Namun yang didorong masih saja diam terpaku dengan wajah cengonya.

"Eh maju dodol, cepetan!"

"Anjir kenapa absen terakhir dulu sih? Biasanya juga si Abas yang pertama maju,"

"Eh Won, maju sana!" celetuk Riana yang sedari tadi menyaksikan keributan antara Wonny dan Eri. Dengan tampang pasrah, Wonny melangkah kedepan untuk mempraktekkan cara mendribble bola basket dengan cara yang baik dan benar. Padahal sedari tadi dia tidak memperhatikan apa yang Pak Ardi praktekkan di depan.

"Oke, absen terakhir gak ada. Selanjutnya yaitu Wanda, silahkan maju." Mendengar suara gurunya membuat Wonny gelagapan, gadis jangkung itu langsung berlari menghampiri Pak Ardi yang tampak kesal. Mencoba membujuk pria itu untuk memberinya kesempatan.

"Temen lo tuh!" ucap Hisna ke Lami, menunjuk dengan dagunya kearah Wonny yang sedang memantul-mantulkan bola basket.

"Temen lo juga!" Hisna terdiam, membuat Lami juga ikut terdiam. Gadis pendek itu merasa bosan, matanya melirik kesana kemari seperti mencari sesuatu yang menarik.

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang