28

199 42 12
                                    

Derasnya hujan yang membasahi Jakarta malam ini benar-benar membuat Jimi bersyukur. Entah mengapa, pemuda berambut lebat tersebut sangat menyukai hujan; apalagi jika turun saat malam hari. Karena hal tersebut membuatnya mudah untuk tertidur, dan menurut Jimi; suara rintikan hujan yang bertabrakan dengan genting kamar adalah sebuah lagu pengantar tidur yang membuatnya benar-benar nyaman.

Saat ini dirinya masih terduduk tegap di kursi belajarnya, sedang mengerjakan soal simulasi untuk olimpiade fisika yang akan dia ikuti minggu depan. Namun jarinya tiba-tiba berhenti bergerak diatas kertas disaat menyadari ada seseorang yang sedang meneleponnya. Dengan gerakan cepat Jimi mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, selamat pagi sahabat..." ucap seseorang di ujung sana, membuat Jimi sedikit mendengus. "Selamat malam, Sonya."

Jimi tersenyum tipis saat mendengar gelak tawa dari gadis yang meneleponnya. Pemuda itu menyamankan duduknya dan terdiam menunggu Sonya berbicara lagi.

"Cie yang habis jadian...." Dahi Jimi tertaut,  merasa tidak paham dengan perkataan Sonya.
"Siapa yang jadian?" tanyanya pelan dan dihadiahi sebuah decakan sinis dari sahabatnya.

"Ya elo lah sama Lami, gak sia-sia banget usaha gue buat bantu lo sama dia jadian. Gue seneng banget, jangan sampe sakitin dia ya! Gue tau kalo Lami itu anaknya baik, walaupun gue gak terlalu akrab sih. Tapi gue bisa liat dari matanya yang keliatan polos banget, gak kayak gue; penuh dosa. Kalo sampe gue denger lo nyakitin dia, awas aja!"

Mendengar ocehan panjang dari Sonya membuat Jimi terdiam lama, dia tidak tau jika Sonya akan mengetahui berita ini. Apakah berita tentang dia dan Lami telah tersebar? Jimi jadi gugup. Tetapi mengingat tentang Lami membuat Jimi teringat satu istilah yang pernah Lami tanyakan kepadanya kemarin.

Pena Ajena

Tangannya segera meraih laptop yang terletak tidak jauh dari tempatnya duduk, segera menyalakan benda elektronik tersebut sambil mendengarkan ocehan Sonya yang belum berhenti terdengar. Saat sudah menyala, Jimi segera membuka situs yang sebelumnya telah ia ketikkan nama istilah Pena Ajena. Dahinya mengernyit saat membaca beberapa kata yang tertera dilayar laptopnya, bibirnya mengeja pelan kata-kata yang berbahasa inggris. Jujur saja, Jimi tidak terlalu pandai berbahas inggris.

Disana tertulis, jika Pena Ajena itu...

Literally shame of others. It’s when another person does something so shameful that you say to feel shame even for yourself, you feel ashamed of her. It’s a hyperbolic form of saying that someone or some situation is ignominious or cringe.

Jimi segera menyalin kata tersebut dan beralih ke translate, lalu menempelnya. Kerutan di dahinya makin dalam saat membaca arti dari kata tersebut.

Secara harfiah ikut malu saat orang lain membuat sebuah ulah. Saat orang lain melakukan sesuatu yang sangat memalukan sehingga Anda mengatakan merasa malu bahkan untuk diri sendiri, Anda merasa malu padanya. Ini adalah bentuk hiperbolik untuk mengatakan bahwa seseorang atau beberapa situasi memalukan atau ngeri.

Kini Jimi paham apa yang dibicarakan gadis cantik tersebut.

"JIMI HELOWWWW LO GAK MATI KAN?!"

Astaga, Jimi merasa jika telinganya seperti tersengat sesuatu. Suara Sonya yang terlampau nyaring membuatnya pengang seketika, pemuda itu lupa jika sambungan telepon antara dia dan Sonya belum berakhir.

"Sori, gue lagi belajar. Jadi gak fokus." sahut Jimi sambil mengusap-usap telinganya yang malang.

"Huh! Yaudah deh, gue matiin dulu. Inget-inget perkataan gue tadi!"

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang