1

2.2K 126 23
                                    


Perhatian:

Untuk sekedar pemberitahuan aja, cerita ini murni hasil ide saya. Dan juga ff ini jelas beda konsepnya dengan cerita sebelumnya, aka Diary EL hehehhe.

Mungkin permasalahannya lebih berat dan kompleks, serta ff ini berisi konten gxg. Tapi bukan berarti semua pure isi ff ini konten gxg doang. Jika  emang gak suka mending menjauh cerita ini ya!!! Mumpung masih diawal chapter!!!

Oke mungkin itu aja, tolong support saya dengan selalu ninggalin vote dan komen. Saya juga akan menerima segala kritik dan saran dari kalian! See ya, happy reading!

                         





























"Hari ini aku mau berangkat bareng Eri, Pa."

Tangan pria berjas menggantung didepan mulut, mata coklatnya menatap seorang gadis yang sedang mengunyah roti selainya dengan pelan. Ia tidak mengeluarkan kata sedikitpun, malah melanjutkan kegiatan makannya sembari melirik anaknya yang kini menatapnya sendu meminta persetujuan.

"Kenapa gak sama Mang Cecep?" Tanya sang ayah meminta penjelasan. Mang Cecep adalah supir pribadi dirumah yang sudah lama bekerja dirumah mewah keluarga Tanaka yang megah ini.

"Aku udah janji sama Eri."

"Mau naik apa?"

Manik kecoklatan milik sang anak menatap takut ayahnya. Sekilas dirinya menggigit bibir bawah menahan rasa gugup yang kini mendera tubuhnya.

"M-motor...."

"Gak boleh!"

"Tapi Pa, aku udah jan-"

"Sekali Papa bilang gak, ya enggak Lami!"

Tubuh kecil Lami tersentak akibat terkejut mendengar seruan ayahnya. Ia harusnya menolak ajakan Eri untuk berangkat sekolah bersama, karena dirinya tau akan seperti ini ujungnya.

"Kenapa ngeyel banget sih dibilangin." Galuh mendengus kasar, mencoba menurunkan emosi yang masih menguasai dirinya. Ia tidak suka Lami menolak apa yang ia katakan, dirinya ingin Lami tumbuh menjadi anak yang penurut.

Suasana yang tadinya hening menjadi canggung luar biasa, Lami ingin sekali meninggalkan ruang makan tersebut. Dan cepat-cepat berangkat sekolah agar terhindar dari suasana seperti ini. Kunyahan roti didalam mulutnya mempercepat, sesekali dirinya merasakan ponsel didalam saku seragam OSIS nya bergetar. Dan dia tau itu pasti panggilan dari Eri, sahabatnya.

"Sori gue gak bisa angkat, Ri."

Kunyahan terakhir dimulut Lami membuat gadis itu lega, secepat kilat dia meminum susu yang berada tepat didepan jangkauannya dalam sekali teguk.

"Aku berang-"

"Heh!"

Perkataan Lami terpotong saat suara keras ayahnya menginterupsi. Gadis manis tersebut menelan ludah saat melihat tatapan tajam dari sang ayah. Dia tau sebentar lagi pasti akan ada keributan, dan Lami tidak mau mendengarnya. Ini adalah hari pertama dirinya menjadi kelas 11, apakah keributan yang harus menjadi pembukaannya?

Oh ayolah, Lami benar-benar muak.

"Kenapa, Pa?" Tanya seseorang yang lebih tua dari Lami. Suaranya terdengar halus namun tatapannya begitu tajam dan dingin membuat siapa saja enggan berbicara dengan gadis tersebut.

"Mau kemana kamu?" Galuh memperhatikan ekspresi anak sulungnya yang jauh dari kata ramah, wajah cantiknya sangat berbeda jauh dari ekspresi yang ditampilkan.

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang