21

237 48 10
                                    

Jimi baru saja turun dari angkot bersamaan dengan Lami yang baru saja memasuki pintu gerbang. Tatapan mereka bertemu, namun Jimi lebih dulu memutuskan tatapan tersebut.

Pemuda berambut cokelat itu segera mengikuti langkah gadis di depannya, jalan mereka satu arah. Karena letak kelas 11 IPS 1 dan 2 bersebelahan.

Lami yang sadar adanya keberadaan Jimi di belakangnya, entah mengapa merasakan gugup. Langkahnya juga di percepat, membuat pemuda di belakangnya mengernyit kebingungan.

Ingatan pemuda tersebut memutar kejadian semalam di rumah sahabat kecilnya, Sonya. Perkataan gadis bule itu terngiang di kepala Jimi, pikirannya di penuhi oleh hal tersebut.

Semalam, Jimi di paksa oleh kedua orang tua Sonya untuk menemani gadis itu dirumah. Sedangkan mereka harus mengurus beberapa berkas-berkas untuk pindah kerumah baru yang akan di tempati.

Benar, Sonya akan pindah rumah mengikuti orang tuanya karena bisnis. Dan otomatis, gadis bule tersebut juga akan pindah sekolah.  Hal inilah yang membuat Jimi sekarang duduk terdiam bersama Sonya dalam keheningan. Keduanya tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Gue minta maaf kalo selama kita temenan sering banget bikin lo kesel,"

Jimi menoleh menatap Sonya, pemuda itu menatapi wajah gadis di sampingnya dengan seksama. Kedua manik cokelat terang Sonya terlihat bersinar di bawah cahaya bulan yang tampak cerah malam ini. Secerah senyuman Sonya yang saat ini gadis itu tampilkan.

"Lo gak pernah bilang sama gue tentang hal ini." ucap Jimi rendah, dia sangat kesal sekarang. Bagaimana tidak kesal? Bayangkan jika sahabatmu tiba-tiba akan pergi meninggalkanmu tanpa memberikan kabar di jauh-jauh hari.

Ah, Jimi lupa jika gadis yang saat ini berdiri disampingnya adalah gadis paling menyebalkan yang pernah ia temui.

"Biar surprise," ujar Sonya di sertai kekehan garingnya.

Pemuda berjaket biru hanya menatap kesal kearah lawan bicaranya, bisa-bisanya Sonya tertawa di saat keadaan seperti ini. Padahal kedua matanya sudah berkaca-kaca. Wajah saja terlihat angkuh dengan sorot mata yang tak bersahabat, tapi hati pemuda itu sangat rapuh. Bahkan bisa di bilang kalau Jimi itu cengeng.

Dulu saja, Sonya pernah terserempet motor karena gadis itu tidak menengok kanan kiri saat ingin menyebrang. Akhirnya tubuh gadis itu terseret beberapa meter di atas aspal, dan saat itu Jimi lah yang menangis histeris. Padahal Sonya yang terserempet hanya meringis kecil karena lukanya tidak terlalu serius.

"Gue sebenernya juga pingin stay di sini terus sampe lulus, tapi pekerjaan bokap gue ngehambat semuanya ," ucap Sonya sambil melirik kearah Jimi yang masih terdiam. Lantas melanjutkan perkataannya, "udah gak usah sedih elah, nanti gue bakal sering-sering ngabarin kabar ke elo."

"Hm... hati-hati lo di sana." Sonya mengangguk dan terkekeh pelan mendengar respon pendek dari sahabat kecilnya.

"Oh iya, lo jangan nyerah buat deketin si Lami. Jangan jadi pengecut deh, sesekali lo ajak dia ngobrol. Awas aja kalo gue udah gak sekolah di sana, lo sama dia gak ada progress sama sekali!"

Jimi mendecak kasar, merasa malas dengan Sonya. Namun dirinya tetap mengangguk pelan, menandakan jika ia menyanggupi perkataan gadis bule di sampingnya.

"LAMI!"

Langkah gadis mungil di depan terhenti, tubuhnya seakan membeku saat menyadari Jimi berlari mensejajarkan langkah panjangnya dengan langkahnya. Mata gadis tersebut hanya mengerjap, terlalu heran serta bingung akan hal yang saat ini terjadi.

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang