9

275 60 11
                                    

Aurin yang tengah asyik mengelilingi setiap sudut butiknya untuk memastikan kondisi toko pakaiannya kondusif terhenti saat seseorang gadis memanggilnya.

"Kenapa Nay?" Aurin bertanya dengan kedua tangan yang terlipat. Bahasa tubuh yang sederhana namun membuat Naya gugup. Gadis bergigi kelinci itu malah merasa jika dirinya sedang dimarahi oleh bosnya.

"Ada yang nyari Mbak Aurin didepan." ucap Naya sambil menunjuk pintu kaca butik dengan telunjuknya. Kepala Aurin mengikuti arah tunjuk gadis didepannya, memicing untuk memperjelas siapa seseorang yang mencarinya saat ini.

Aurin menyerah karena tidak bisa menemukan seseorangpun didepan. Naya yang paham jika bosnya sedang kebingunganpun segera memberitahu.

"Itu loh mbak, yang biasa pergi keluar sama Mbak Aurin. Cewek, matanya sipit, kulitnya putih, terus cantik deh. Waduh saya jadi insecure liatnya."

Mendengar penjelasan dari Naya membuat Aurin panik, dirinya bisa menebak jika seseorang yang mencarinya diluar adalah orang yang saat ini sedang ia jauhi. Siapa lagi kalau bukan Regie.

"Bilang aja kalo akunya lagi keluar ya, Nay."

"Loh kok gitu? Kasian dia daritadi nungguin didepan. Siapa tau aja dia mau pesen barang, mbak. Rejeki gak boleh ditolak, pamali." Aurin hanya bisa menyabarkan diri menghadapi tingkah cerewet Naya.

"Kamu gak nurut sama saya?"

Oke Naya menyerah, jika Aurin sudah menggunakan kata formal berarti perintahnya sudah mutlak. Tidak boleh diganggu gugat, bisa-bisa dirinya dipecat. Naya tidak mau jadi pengangguran, jaman sekarang susah untuk mendapatkan kerja.

"Siap laksanakan!" Gadis berkemeja putih itu berlari menuju luar untuk menghampiri Regie yang masih setia bersandar pada sisi kiri mobilnya. Naya jadi merasa  bersalah membiarkan gadis itu menunggu diluar tanpa ia persilahkan masuk, benar-benar bodoh.

"Gimana mbak? Aurinnya ada?" Tanya Regie dengan senyuman khasnya, Naya yang ditanyai hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya. Tanda jika saat ini gadis itu sedang gugup, karena ini adalah kali pertamanya berbohong kepada  orang asing.

"Maaf kak, Mbak Aurinnya gak ada didalem. Katanya sih tadi pergi, saya juga gatau kemana perginya." Kedua bahu Regie menurun, dirinya jelas bisa menebak akan seperti ini akhirnya.

Regie sangat yakin jika Aurin ada didalam, namun gadis cantik itu sedang mencoba untuk menjauhinya. Padahal ia datang kemari untuk meminta maaf soal kejadian tempo hari yang lalu, bahkan Regie rela meninggalkan kafenya yang masih ramai tadi untuk datang kesini. Tapi tidak menghasilkan apa-apa.

"Oh gitu, yaudah nanti saya kesini lagi. Maaf sudah menganganggu, makasih sudah mau bantuin saya. Saya permisi."

Tubuh jangkung Regie telah hilang dipandangan Naya saat gadis itu melajukan kendaraannya menjauh dari butik. Rasa bersalah kian memenuhi relung hatinya, ia jelas melihat tatapan letih dari kedua mata monolid tadi. Sebenarnya apa alasan bosnya tidak mau menemui orang tadi? Begitu pikirnya dalam hati.

"Ya Allah maafin hamba karena  sudah berbohong, kalo hamba gak nurutin kata Mbak Aurin pasti hamba sudah dipecat."

Setelah berdoa dengan khusyuk, Naya segera memasuki butik kembali. Terlihat Aurin yang baru keluar dari persembunyiannya dan kini tengah berjalan kearah Naya.

"Bagus, tadi kamu bilangnya gimana?" Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Naya menatap Aurin datar, gadis yang lebih tinggi hanya menghela napas kasar. Naya tidak peduli saat dirinya dicap tidak sopan oleh bosnya.

"Sesuai apa yang mbak bilang, tapi saya lebih suka disuruh apapun itu daripada disuruh bohong mbak."

Aurin hanya menatap bingung Naya yang sudah pergi dari hadapannya, gadis itu tidak lupa membungkuk sopan kearahnya. Tapi kenapa setelah mendengar kata menohok dari Naya membuat Aurin merasa bersalah. Apalagi saat dirinya sadar jika saat ini sedang jam makan siang. Kafe milik Regie pasti sedang ramai-ramainya, tapi gadis mirip beruang itu malah datang kemari.

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang